Headlines News :
.
Home » , , , » UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG PERADABAN ISLAM (Siti Ghoniyah-FAI Unisfat/2015)

UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG PERADABAN ISLAM (Siti Ghoniyah-FAI Unisfat/2015)

Written By Unknown on Rabu, 01 April 2015 | 21.11



UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG
PERADABAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Akhmad Rowi, M. H.









Disusun Oleh :
Nama        : SITI GHONIYAH
NIM          : C.1.4.120025


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN FATAH
DEMAK
TAHUN 2015
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang lainnya. Mengapa demikian?, tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi dengan akal dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini. Akal dan fikiran ini lah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu. Dalam kehidupan manusia sulit sekali diprediksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu. Kadang dia baik,dan tidak bisa dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesama manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap agung atau maha. Kepercayaan inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol manusia dalam bertindak, jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur manusia dalam berperilaku dan bertindak.
Maka dari itu dalam makalah kali ini penulis tertarik untuk membahas tentang unsur spiritual sebagai benteng peradaban Islam. Karena mengingat peradaban barat yang sekarang menggempur dunia islam sangat mengkhawatirkan.  

B.     Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa Pengertian Spiritual ?
2.      Bagaimana Makna dan Unsur Spiritual dalam Islam ?
3.      Bagaimana Urgensi Unsur Spiritual dalam Membentengi Peradaban Islam ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami bagaimana urgensi Unsur Spiritual dalam Membentengi Peradaban Islam sehingga mampu mempertahankan peradaban islam sesuai dengan ajaran Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Spiritual
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).
Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya Dr. H.M.Ruslan,MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalah tahapan perjalanan batin seorang manusiauntuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi.
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.
Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.
Dalam pengembangan selanjutnya, penggunaan kata spiritual bahkan tidak hanya ditujukan terhadap jiwa dan pikiran manusia saja, tapi juga terhadap hal lainnya, bahkan dalam penggunaan sehari-hari, pengertian spiritual juga sering dihubungkan dengan bisnis perusahaan, pekerjaan, konsultan, perawatan atau rawatan, dunia tarikat dan filsafat, mimbar keagamaan dan ceramah agama, dimensi supranatural dan paranormal, persoalan budaya, semangat dan harapan,  dan lain sebagainya. Sehingga akan dikenal banyak pengertian tergantung peletakan kata spiritual itu digabungkan dengan kata apa baik sebelum atau sesudahnya.

B.     Makna dan Unsur Spiritual dalam Islam
Manusia memang memiliki ruh dalam arti nyawa. Namun pada faktanya, dalam diri manusia tidak ada dua unsur pembentuk yang menarik manusia kepada dua kecenderungan yang berbeda, yakni unsur jasad menarik kearah pemenuhan kepentingan duniawi dan unsur jiwa/roh yang menarik kepada pemenuhan kepentingan ukhrowi (moral dan ritual). Kenyataannya, semua perbuatan manusia dipengaruhi oleh dorongan kebutuhan-kebutuhan fisik (al-hajatul ‘udlwiyah) dan naluriah (al-ghoro’iz). Kebutuhan fisik contohnya adalah kebutuhan untuk makan, minum, buang hajat dan tidur; sedangkan kebutuhan naluri contohnya adalah naluri untuk melestarikan jenis manusia (ghorizatun nau’), naluri untuk mempertahankan diri (ghorizatul baqo’), dan kebutuhan untuk mensucikan dan mengagungkan dzat yang lebih agung dan sempurna (ghorizatut tadayyun).
Menurut Islam, kebutuhan-kebutuhan fisik dan naluriah tersebut merupakan sesuatu yang alami dan netral, tidak bisa dengan sendirinya dikatakan bahwa kebutuhan yang satu lebih tinggi derajatnya dari kebutuhan yang lain. Justru cara manusia dalam mengatur dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan itulah yang dapat diberi predikat terpuji atau tercela. Dalam pandangan Islam, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang dijalankan sesuai petunjuk Islam, maka ia akan menjadi perbuatan yang terpuji. Sebaliknya, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang melanggar tuntunan Islam maka ia menjadi perbuatan yang tercela. Kebutuhan akan seks, misalnya, jika dipenuhi dengan berzina maka menjadi suatu hal yang tercela, namun jika dipenuhi dalam bingkai pernikahan yang sah maka akan menjadi bagian dari ibadah yang terpuji. Naluri alami untuk mensucikan dzat yang lebih agung yang mendorong aktivitas ritual keagamaan –yang sering dianggap sebagai aktivitas ruhaniyah itu- jika dijalankan tanpa petunjuk Islam maka akan menjadi bid’ah yang tercela, namun jika dijalankan berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah maka akan menjadi ibadah yang terpuji, berpahala dan diridhoi oleh Allah.
Lantas apa yang mengarahkan manusia kepada aktivitas pemenuhan kebutuhan yang diridhoi oleh Allah? Inilah yang menjadi misteri bagi kebanyakan orang. Mereka merasakan kehadirannya, tapi tidak mampu mengidentifikasi hakekat dari sesuatu yang mendorongnya untuk taat kepada Allah itu. Sebagian orang menyangka bahwa faktor yang mendorong manusia untuk taat kepada Allah itu adalah roh atau jiwa yang bersemayam di dalam badannya. Sebab jiwa/roh merupakan kekuatan suci dan positif yang menarik manusia untuk mengorbit kepada kepentingan ukhrowi. Anggapan ini sepenuhnya merupakan khayalan yang tidak bisa dibuktikan.
Sebenarnya, sesuatu yang mendorong manusia untuk cenderung melakukan perbuatan terpuji dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya bukanlah  unsur halus yang bersemayam dalam diri manusia. Dorongan itu sebenarnya berasal dari kesadaran yang ia miliki akan hubungannya dengan Allah Ta’ala (al idrok lishillatihi billah). Kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi inilah yang membuat manusia taat kepadaNya. Ia –kesadaran tersebut- akan menguat tatkala mendengarkan nasehat yang sangat menyentuh, melihat fenomena yang menampakkan keagungan Allah, atau tatkala termotivasi oleh orang lain yang melaksanakan ibadah dengan lebih baik. Kesadaran itu pula yang melemah atau hilang tatkala manusia tergoda untuk melaksanakan maksiat atau meninggalkan suatu kewajiban. Kesadaran yang kadang menguat dan kadang pula melemah inilah sebenarnya yang mereka sebut dengan ruh. Disebut ruh karena –secara rancu- kesadaran ini dianggap sebagai salah satu unsur penyusun manusia, berupa jiwa yang bersemayam di dalam diri manusia. Padahal, keberadaan ruh yang berarti kesadaran itu jelas bukan merupakan unsur penyusun manusia melainkan hasil  prestasi manusia dalam memahami, menyadari dan memunculkan kesadaran bahwa dirinya selalu diawasi dan dinilai oleh Allah.
Eksistensi ruh dalam diri seorang muslim menuntutnya untuk selalu mengendalikan seluruh perbuatan yang ia lakukan dengan hukum-hukum syara’. Maka selama ruh itu ada dalam benaknya, seorang muslim –kemanapun dia pergi- akan selalu berjalan di atas hukum syara’ laksana kereta api yang selalu berjalan di atas relnya. Kehadiran ruh tersebut mendorong seorang muslim untuk melaksanakan sholat, haji, puasa dan aktivitas ritual lain sesuai dengan hukum syara’. Hadirnya ruh juga mendorong manusia untuk melaksanakan bisnis, jual-beli, hutang-piutang, bekerja, bergaul, berumah-tangga, sampai menata pemerintahan menggunakan hukum syara’.
Inilah spiritualitas dalam islam. Ia adalah spiritualitas yang membumi, menyatu dengan dinamika kehidupan manusia dalam kesehariannya. Kerohanian dalam islam bukanlah dimensi yang berseberangan dengan kehidupan dunia. Bahkan, ruh -yang kenyataannya adalah kesadaran akan hubungan seorang muslim dengan Allah ini- harus dibawa ke mana pun seorang muslim itu pergi, dalam kondisi apapun, dan dalam menjalani aktivitas serta urusan apa pun. Inilah makna sejati dari dzikrullah (mengingat Allah), yakni sadar bahwa ia selalu diawasi oleh Allah dalam segenap gerak-geriknya sehingga mendorong seorang muslim untuk selalu hidup dengan syariat Islam tanpa lepas sedikit pun. Demikianlah cara orang-orang yang beriman untuk mentransendensikan seluruh aktivitas mereka di dunia dan “melayani” Allah dalam setiap urusan yang mereka kerjakan.

C.    Unsur Spiritual sebagai Benteng Peradaban Islam
Perkembangan peradaban manusia di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus. Tapi di sisi lain, tidak jarang perkembangan peradaban berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian (Ahmed, 1999)
Di sinilah, peran spiritual sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah unsur spiritual dalam diri seseorang memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak perkembangan peradaban yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin (Ahmed, 1999).
Contoh unsur  spiritual dalam membentengi peradaban islam yaitu jika ada peradaban dari Barat tidak bertentangan dengan peradaban Islam, maka boleh diambil, tetapi jika sebaliknya, maka harus ditolak. Artinya, apa yang datang dari Barat tidak semuanya ditolak (negatif), karena dunia saat terus berubah terutama dalam hal Ilmu pengetahuan dan teknologi namun begitu peradaban barat terseut tidak boleh serta merta kita ambil terutama yang bertentangan dengan unsur spiritualitas umat islam, agar masyarakat muslim tidak terkena virus Westernisasi. Sebab jika peradaban Barat diterima sepenuhnya, bisa berakibat pada munculnya masyarakat jahiliyah abad modern. Padahal bangsa Arab dan masyarakat Barat maju karena Islam. Untuk itu, gencarnya arus modernisasi Barat harus selalu dibentengi dengan ajaran Islam yang kuat atau dapat kita katakana sebagai unsur spiritual.
Dengan menjadikan Barat sebagai acuhan dalam membangun peradaban, maka masyarakat Islam akan bergantung kepada Barat. Saat ini saja sudah dapat dilihat bagaimana hampir seluruh negara muslim bergantung kepada Barat, sehingga mereka tidak mampu menentukan sikap di saat harus berhadapan dengan kekuatan Barat. Bagaimana konflik di Palestina sebagai bukti lemahnya kekuatan politik negara-negara Islam, di mana umat Islam tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan saling mendahulukan kepentingan negaranya untuk mencari dukungan diplomatis dari Barat.
Padahal, peradaban Barat yang kini terbentuk merupakan hasil yang dicuri dari peradaban Islam. Banyak pemikiran, penemuan dan buku-buku yang diplagiat atau diambil secara tidak jujur. Yang perlu dicatat lagi adalah bahwa kemajuan peradaban yang dialami Barat hanya sebatas tekhonologi, bukan spiritual.
Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh mengalami rendah diri melihat peradaban Barat yang semu. Apalagi banyak yang memprediksikan bahwa peradaban Islam abad 21 ini akan muncul di Asia Tenggara, di antaranya di Indonesia dan Malaysia. Bagaimana masjid, pesantren, lembaga pendidikan Islam, gerakan masa yang muncul dari umat Islam di Indonesia, bahkan semangat berpolitik pun sudah diwarnai oleh sentimen keagamaan yang tinggi. Maka perhatian dunia Barat kini pun tertuju kepada Indonesia dan Malaysia, dengan memberikan banyak suplai dana kepada lembaga-lembaga yang mampu melemahkan kelompok-kelompok Islam di Indonesia.
Seperti yang telah diketahui bahwa globalisasi akan banyak menimbulkan dampak negative khususnya adanya pergeseran nila-nilai, maka disini nilai spiritual memberi sumbangan terhadap bahaya peradaban barat yang akan selalu mengerggoti, mengeksploitasi dan terlebih menjajah negara islam.
   Peran  unsur spritualitas sebagai benteng peradaban islam di era perkembangan peradaban modern atau biasa disebut gobalisasi ini mempunyai beberapa bentuk yaitu:
1.        Sebagi penunjuk jalan yang benar.
Tanpa adanya nilai spiritual manusia tidak mempunyai pendirian yang teguh, tidak mempunyai aturan. Karena nilai spiritual merupakan sebuah kepercayaan yang harus dianut seseorang untuk menentukan arah tujuan hidup orang tersebut.
2.        Menciptakan budi pekerti yang luhur
Dengan adanya budi pekerti yang luhur hubungan manusia satu dengan lainnya akan terjalin dengan baik.
3.        Dapat memanfaatkan kekuatan teknologi sebagaimana mestinya.
Teknologi adalah segalanya bagi kita, dengan adanya teknologi  akan melepaskan diri dari bentuk penindasan oleh orang yang kuat terhadap orang yang lemah, membebaskan dari kebodohan dan kemiskinan serta keterbelakangan.Tetapi bila terjadi kesalahan penggunaan teknologi maka dapat mencemarkan akhlaq, tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam menerima ilmu, waktu digunakan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
4.        Untuk menjadikan filter bagi kebudayaan peradaban asing melalui nilai-nilai dan norma yang ada.
Semua pikiran, perilaku, budaya serta norma-norma kita tidak harus berkiblat kepada barat walaupun perubahan-perubahan itu juga dari negara barat. Resiko bila tidak mengikuti trend, bisa dikatakan “ndeso”, “kampungan”, tetapi kenyataannya tradisi dan kebudayaan yang berasal dari negara barat ini kadang-kadang tidak sesuai  dengan ajaran agama Agama islam. Seperti, berpakaian  yang mengundang syahwat, minum-minuman yang beralkohol,dll. Alangkah baiknya bila kita meniru yang baik saja dan meninggalkan yang jelek.
Maka Dengan demikian dengan adanya unsur spiritual yang tinggi yang dimiliki umat islam ini dapat menjadi benteng peradaban umat islam bahkan mampu membangun peradaban Islam yang modern sesuai dengan perkembangan zaman, dengan cara sering memunculkan wacana dan konsep mengenai peradaban Islam. Jangan hanya rajin turun ke jalan tetapi tidak tahu bagimana konsep membangun peradaban. Peradaban Islam yang harus dibangun di dunia modern sekarang ini adalah peradaban Islam modern yang mandiri, yaitu peradaban yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat Islam modern, bukan kebudayaan pra-Islam atau kebudayaan asing yang merusak generasi muslim. Yaitu, peradaban yang berpijak pada teks al-Qur’an dan Hadits, karena masa kejayaan Islam di Masa Nabi, ketika al-Qur'an dan Hadits sebagaim pedomannya, hingga kini tidak dapat tertandingi. Hal itu penting karena asas dari sebuah peradaban adalah pemikiran. Pemikiran Islam harus bersumber dari al-Quran dan Hadits.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa   spiritualitas berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat dicapai jika terjadi keseimbangan dengan dimensi lain (fisiologis, psikologis, sosiologis, cultural). Spiritualisme di dalam agama adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.
Unsur spiritual sangat mendukung dalam peradaban islam, terbukti dalam sejarah, dalam membangun peradaban Islam harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, peradaban fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya, tidak sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Selain sebagai pembangun peradaban islam unsur spiritual juga dapat dijadikan benteng peradaban islam. Dimana nilai-nilai dalam spiritual dijadikan sebagai filter terhadap setiap peradaban baru yang muncul yang biasanya memiliki dua dampak yaitu positif dan negatif. Sehingga dengan adanya unsur spiritual tersebut mampu mempertahankan eksistensi peradaban islam yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.

B.     Saran
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat penting bagi manusia dalam berbagai hal terutama dalam memahami peradaban yang ada didunia ini. Untuk itu seseorang tidak boleh mangesampingkan masalah spiritualitas ini.


DAFTAR PUSTAKA

Lubis, M. Solly. 1997.Umat Islam Dalam Globalisasui. Jakarta: Gema Insani Press.

Qodri, Azizzy. 2003.Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.




Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok