UNSUR
SPIRITUAL
SEBAGAI
BENTENG PERADABAN ISLAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Akhmad Rowi, M. H.
Oleh:
NURUL HIDAYAH
NIM : C.1.4.11.0076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengan rasa cemas orang berbicara
mengenai antisipasi masa depan. Apaplagi benda benda yang bernama masa depan
itu di sini sering dikaitkan dengan era globalisasi. Era macam itu dalam benak
kita serba mengancam. Elemen kebudayaan lokal harus masuk kancah pergaulan
budaya global, dengan resiko terkoyak-koyak dan punah. Dalam lingkup kehidupan
agama pun rasa cemas itu ada, para pemimpin umat dan para perumus kebijakan
umat jauh-jauh hari sering mulai bicara perkara masa depan.
Walaupun demikian di Indonesia masih
banyak masyarakatnya yang menganut spiritualisme kuno seperti percaya pada
roh-roh halus yang mempunyai kekuatan dan benda-benda yang dipercayai dapat
membawa keberuntungan, semua itu tidak terlepas dari spiritualisme jawa yang
penuh dengan unsur-unsur klenik. Seperti yang terjadi di Solo di mana
masyarakatnya masih mempercayai kotoran kebo bule sebagai benda yang diyakini
dapat mengobati segala macam penyakit.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian spiritual ?
2. Bagaimana
urgensi unsur spiritual dalam membentengi peradaban Islam?
C.
Tujuan penulisan
1. Untuk
memahami konsep spiritualisme dalam Islam.
2. Untuk
menambah wawasan khususnya mahasiswa dan umumnya para pembaca.
3. Menumbuhkan
motivasi diri untuk mendalami kajian spiritualisme Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Spiritual Islam
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata
Latin “spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran
diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan
selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf,
mengonotasian “spirit” dengan
1.
kekuatan yang
menganimasi dan memberi energi pada cosmos,
2.
kesadaran yang berkaitan dengan
kemampuan, keinginan, dan intelegensi,
3.
makhluk immaterial,
Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam
bukunya Dr. H. M. Ruslan, MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalahtahapan
perjalanan batin seorang manusia untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan
bantuan riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya
tidak berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan
abadi.[2]
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed
Hosseein Nash salah seorang spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai
sesuatu yang mengacu pada apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan
Ilahi, mengandung kebatinan dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.[3]
Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan
segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan
syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris
maupun dalam dunia kebatinan.[4]
Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1.
Berhubungan dengan sesuatau yang
tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2.
Menemukan arti dan tujuan hidup,
3.
Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4.
Mempunyai perasaan keterikatan
dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.[5]
B.
Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam
Sebagai benteng
peradaban Islam unsur spiritual sangat urgen dalam membentengi jati diri umat
Islam. Apapun model gerakan yang dibentuk, semuanya harus memiliki tujuan untuk
membangun peradaban yang sesuai dengan ajaran Islam.
Contoh
spiritual dalam membentengi peradaban islam yaitu Jika tawaran dari Barat tidak
bertentangan dengan Islam, maka boleh diambil, tetapi jika sebaliknya, maka
harus ditolak. Artinya, apa yang datang dari Barat tidak semuanya ditolak (negative),
karena dunia saat ini dunia berada di bawah genggaman mereka, tetapi peradaban
yang datang dari mereka juga harus difilter dengan tekat dan semangat untuk
membengaun peradaban islam dan diseleksi, agar masyarakat muslim di Indonesia
tidak terkena virus Westernisasi. Sebab jika peradaban Barat diterima
sepenuhnya, bisa berakibat pada munculnya masyarakat jahiliyah abad modern.
Padahal bangsa Arab dan masyarakat Barat maju karena Islam. Untuk itu,
gencarnya arus modernisasi Barat harus selalu dibentengi dengan ajaran Islam
yang kuat atau dapat kita katakana sebagai unsur spiritual.
Dengan
menjadikan Barat sebagai acuhan dalam membangun peradaban, maka masyarakat
Islam akan bergantung kepada Barat. Saat ini saja sudah dapat dilihat bagaimana
hampir seluruh negara muslim bergantung kepada Barat, sehingga mereka tidak
mampu menentukan sikap di saat harus berhadapan dengan kekuatan Barat.
Bagaimana konflik di Palestina sebagai bukti lemahnya kekuatan politik
negara-negara Islam, di mana umat Islam tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan
saling mendahulukan kepentingan negaranya untuk mencari dukungan diplomatis
dari Barat.
Padahal, peradaban Barat yang kini terbentuk merupakan hasil yang
dicuri dari peradaban Islam. Banyak pemikiran,
penemuan dan buku-buku yang diplagiat atau diambil secara tidak jujur. Yang
perlu dicatat lagi adalah bahwa kemajuan peradaban yang dialami Barat hanya
sebatas tekhonologi, bukan spiritual.
Oleh
karena itu, umat Islam tidak boleh mengalami inferiority complex (rendah
diri) melihat peradaban Barat yang semu. Apalagi banyak yang
memprediksikan bahwa peradaban Islam abad 21 ini akan muncul di Asia Tenggara,
di antaranya di Indonesia dan Malaysia. Bagaimana masjid, pesantren, lembaga
pendidikan Islam, gerakan masa yang muncul dari umat Islam di Indonesia, bahkan
semangat berpolitik pun sudah diwarnai oleh sentimen keagamaan yang tinggi.
Maka perhatian dunia Barat kini pun tertuju kepada Indonesia dan Malaysia,
dengan memberikan banyak suplai dana kepada lembaga-lembaga yang mampu
melemahkan kelompok-kelompok Islam di Indonesia.
Dalam
sejarahnya, ketika filsafat Romawi dan Yunani "mati" mereka tidak
mampu menghidupkannya kembali. Lalu, oleh al-Kindi, filsuf Islam,
pemikiran-pemikiran seperti Aristoteles dan Plato dimodifikasi dan
diklasifikasikan. Dalam kajiannya, Plato mengatakan bahwa tuhan hanya
"duduk manis", kemudian dirubah oleh al-Kindi tuhan adalah tuhan
al-Khalik (pencipta). Begitu juga ketika Aristoteles mengatakan tuhan the
first (yang pertama), al-Kindi merubahnya menjadi tuhan al-Haq (yang
benar). Masih banyak lagi bukti, bahwa peradaban dan tradisi ilmu Islam jauh
lebih maju ketimbang eropa dan Barat ketika itu. Peradaban Islam itu dibangun
dengan tradisi ilmu.
Maka
Dengan demikian tugas umat Islam saat ini adalah membangun peradaban Islam,
dengan cara sering memunculkan wacana dan konsep mengenai peradaban Islam.
Jangan hanya rajin turun ke jalan tetapi tidak tahu bagimana konsep membangun
peradaban. Peradaban Islam yang harus dibangun di dunia modern sekarang ini
adalah peradaban Islam modern yang mandiri, yaitu
peradaban yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat Islam modern, bukan
kebudayaan pra-Islam atau kebudayaan asing yang merusak generasi muslim. Yaitu,
peradaban yang berpijak pada teks al-Qur’an dan Hadits, karena masa kejayaan
Islam di Masa Nabi, ketika al-Qur'an dan Hadits sebagaim pedomannya, hingga
kini tidak dapat tertandingi. Hal itu penting karena
asas dari sebuah peradaban adalah pemikiran. Pemikiran Islam harus bersumber
dari al-Quran dan Hadits.
Jika di atas
disebutkan bahwa peradaban Barat hanya dalam bentuk fisik, sementara peradaban
Islam dibangun dalam bentuk fisik dan spiritual, maka dalam membangun peradaban
Islam modern juga demikian, harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu,
peradaban fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya,
tidak sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Iqbal sendiri
memberikan apresiasi yang tinggi terhadap peradaban fisik dan pemikiran yang
dikembangkan oleh Barat. Tetapi, sikap mengabaikan pilar dzikr
dinilainya sebagai sebuah sarang yang ditaruh di atas dahan yang rapuh dan
tidak akan bertahan lama. Menurut Iqbal dalam membangun peradaban Islam yang
modern, harus mengintegrasikan fisik dan spiritual secara baik. Dalam
perspektif historis, ketika Nabi ingin membangun kota Madinah, yang beliau
bangun pertama kali adalah masjid. Demikian pula dengan yang dilakukan oleh
umat Islam pada periode kreatif dan dinamis, ketika dunia Islam menjadi pusat
dari seluruh dunia beradab, yang pertama dilakukan ketika menaklukkan sebuah
kota adalah mendirikan masjid dan sekolah.[6] Dua bangunan ini melambangkan betapa generasi
awal itu telah berpikir jauh ke dunia abstrak yang diwujudkan dalam bentuk
bangunan konkret: masjid adalah simbol dari dzikr, sedangkan sekolah
adalah lambang dari aktivitas fikr. Tidak satu umat dalam perjalanan
sejarah manusia yang begitu jelas merumuskan eksistensinya di permukaan bumi. Dzikr
dan fikr adalah dua pilar peradaban yang kokoh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Spiritualisme di dalam agama adalah
kepercayaan, atau praktek-praktek yang berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa-jiwa
yang berangkat (saat meninggal) tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad.
Hubungan ini umumnya dilaksanakan melalui seorang medium yang masih hidup. Ada
keterlibatan emosional yang kuat, baik pada penolakan maupun penerimaan
terhadap spiritualisme ini yang membuat sulitnya suatu uraian imparsial dipakai
untuk membuktikannya.
Pada dasarnya, manusia adalah
makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan
pertanyaan ''mendasar'' atau ''pokok". Mengapa saya dilahirkan? Apakah
makna hidup saya? Buat apa saya melanjutkan hidup saat lelah, depresi, atau
merasa terkalahkan? Orang Jawa mengemasnya dalam konsep sangkan paraning
dumadi dan cakra manggilingan. Asal muasal manusia dan bahwa manusia
itu berada dalam roda kehidupan yang berputar, kadang di atas, di samping, atau
di bawah.
Unsur spiritual sangat mendukung dalam
peradaban islam, terbukti dalam sejarah, dalam membangun
peradaban Islam harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, peradaban
fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya, tidak
sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Islam memiliki kecenderungan sebagai
civil religion yang dihayati dan diamalkan sebagai reaksi terhadap perubahan
masyarakat yang sangat cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan. Kita optimis
tasawuf dan tarekatnya akan muncul menjadi semangat jaman.
B.
Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua dan dapat digunakan bagi semua mahasiswa dan mahasiswi yang ada di UNISFAT.
Bisa menambahkan wawasan yang luas dalam masa study belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ruslan,H.M, Menyingkap rahasia spiritualitas Ibnu ‘Arabi ( Cet.I;
Makassar:Al-Zikra,2008),h.16
www.akhmadrowi.blogspot.com.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !