Headlines News :
.
Home » , , » Respon Negara-negara Non Arab terhadap Peradaban Islam (Ahmad Mu'arif-FAI UNISFAT)

Respon Negara-negara Non Arab terhadap Peradaban Islam (Ahmad Mu'arif-FAI UNISFAT)

Written By Akhmad Rowi on Jumat, 25 April 2014 | 18.41

akhmadrowi.blogspot.com



RESPON NEGARA-NEGARA NON ARAB TERHADAP PERADABAN ISLAM

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Sejarah Peradaban Islam ( SPI )

Dosen Pengampu:
Drs. H. Akhmad Rowi, M.H



FAI Unisfat
 






Di Susun Oleh:
Ahmad Mu’arif
C.1.4.11.0042

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH
DEMAK
Ta. 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu merupakan kota dagang bertarafinternasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana keadaan sosial dan budaya bangsa Arab sebelum Islam?
2.         Mengapa terjadi kesalahpahaman masyarakat barat?
3.         Bagaimana tanggapan muslim terhadap barat?
4.         Bagaimana implikasi penjajahan barat terhadap perkembangan peradaban Islam?





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Keadaan sosial dan budaya bangsa Arab sebelum Islam
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota (Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap. Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban cukup tinggi.
Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat mereka adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, mereka belum mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik untuk diri dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak mereka. Dalam perjalanan pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang musuh atau menghadapi serangan musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang di antara suku-suku yang ada di wilayah Arabia.
Ketika mereka diserang musuh maka suku yang bersekutu dengan mereka biasanya ikut membantu dan rela mengorbankan apa saja untuk membantu kawan sekutunya itu. Di sinilah dapat kita lihat adanya unsur kesetiakawanan yang ada di antara mereka. Selain itu, manakala seorang anggota suku diserang oleh suku lain maka seluruh anggota wajib membela anggotanya meskipun anggotanya itu salah. Mereka tidak melihat kesalahan ada di pihak mana. Hal penting yang mereka lakukan adalah membela sesama anggota suku. Itulah yang dapat kita lihat dari sikap fanatisme dan patriotisme yang ada di dalam kehidupan masyarakat Badui.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab sangat besar pengaruhnya terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah tandus dan gersang telah menyelamatkan masyarakatnya dari serangan musuh-musuh luar. Pada sisi lainnya, kegersangan ini mendorong mereka menjadi pengembara-pengembara dan pedagang daerah lain. Keluasan dan kebebasan kehidupan mereka di padang pasir juga menimbulkan semangat kebebasan dan individualisme dalam pribadi mereka. Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini menyebabkan mereka tidak pernah dijajah bangsa lain.
Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu yang lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.
Sesungguhnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai sifat dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan yang sederhana, ramah tamah, mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan terhadap tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang sangat rendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arab pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan bahkan lebih hina lagi. Karena para wanita sama sekali tidak mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki apapun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak-anak perempuan. Muka mereka akan memerah bila mendengar isteri mereka melahirkan anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena mereka merasa malu dan khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan dan kehinaan.
Selain itu, sistem perbudakan juga merajalela. Budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia merdeka. Bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa dan memperlakukan para budak seperti binatang dan barang dagangan, dijual atau dibunuh.
Secara garis besar kehidupan sosial masyarakat Arab secara keseluruhan dan masyarakat kota Mekkah secara khusus benar-benar berada dalam kehidupan sosial yang tidak benar atau jahiliyah. Akhlak mereka sangat rendah, tidak memiliki sifat-sifat perikemanusiaan dan sebagainya. Dalam situasi inilah agama Islam lahir di kota Mekkah dengan diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul Allah.
Secara singkat dapat disimpulkan keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa Arab sebelum islam diantaranya:
1.         Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam adalah orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrikin), yaitu mereka menyembah patung-patung dan menganggap patung-patung itu suci.
2.         Kebiasaan mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka karena takut kemiskinan dan kelaparan.
3.         Mereka menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena takut malu dan celaan.
4.         Mereka orang-orang yang suka berselisihan, yang suka bertengkar, lantaran sebab-sebab kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi akan segolongannya.

B.       Kesalahpahaman Masyarakat Barat
Masyarakat barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu terjadi karena masyarakat Barat umumnya memepelajari dan memahami Islam dari buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan Islam yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk mengetahui dunia Islam. Umumnya ketika berbicara mengenai Islam pandangan dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak fair sudah bercampur dengan subjektivisme dan kepentingan tertentu. Karenanya pandangan mereka biasa dan berat sebelah. Hasilnya adalah kesalahpahaman terhadap Islam di dunia Barat. Citra Islam yang tampak di dunia Barat adalah kekejaman, kekerasan, fanatisme, kebencian dan keterbelakangan.
Hal itu diperparah dengan sajian media massa mereka yang menampilkan Islam tidak secara utuh. Bahkan Islam yang mereka kenalkan bukan Islam kebanyakan (Sunni), melainkan Islam Syi’ah (Iran) yang hanya dianut oleh 10% kaum Muslim dunia.
Kekeliruan Barat dalam memahami Islam yang lain adalah menyamakan Islam dengan perilaku individu umat Islam yang melakukan kekerasan, cap “teroris” pun dilekatkan pada Islam tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi. Karenanya, populerlah istilah “Terorisme Islam”.
Kesalahpahaman tersebut diperparah lagi dengan gencarnya serangan propaganda Barat melalui berbagai media massanya untuk memojokkan agama dan umat Islam (demonologi Islam). Dalam pengemasan berita tentang umat Islam kerap mengekspos cap-cap seperti “fundamentalisme”, “militanisme”, “ekstremisme”, “radikalisme” dan bahkan “terorisme” yang arahnya jelas: untuk mendiskreditkan Islam.
Fobi Islam (Islamophobia, ketakutan terhadap Islam) adalah produk utama propaganda media massa Barat (demonoloogi Islam). Parahnya lagi fobi tersebut tidak hanya melanda masyarakat Barat, tetapi juga sebagian besar umat Islam. Mereka merasa ngeri bila hukum Islam diberlakukan karena frame yang ada dikepala mereka adalah hukum rajam bagi pezina , hukum cambuk bagi pemabuk, hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum mati bagi pembunuh. Isu-isu hukum Islam yang menjadi bahan propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya dan menumbuhkan fobi Islam. 
Revolusi Islam Iran (1979) umumnya dijadikan referensi: jika kekuatan Islam naik ke puncak kekuasaan di suatu Negara, pemerintahan Negara itu akan menerapkan syari’at Islam dan anti-Barat, khususnya anti-Amerika. Adapun kepentingan Barat di dunia Islam sangat vital. Dunia Islam bagi barat yang terbentang dari Maroko sampai Merauke letak geografisnya sangat strategis bagi kepentingan politik dan militer. Kekayaan alamnya, khususnya minyaknya, merupakan kebutuhan vital bagi industri-industri barat. Bisa dikatakan bahwa roda-roda perekonomian Negara-negara barat sangat bergantung pada minyak yang ada di sebagian Negara-negara Islam. Timur tengah sebagai tempat kelahiran dan “pusat Islam” merupakan pemasok terbesar kebutuhan minyak dunia. Itulah salah satu alasan mengapa barat merasa “wajib” menaklukkan dunia Islam.
C.      Respon Muslim Terhadap Barat (Dialog atau Melawan Hegemoni)
Apapun motif, model dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau melawan hegemoni.
Dialog adalah model penyelesaian yang dinilai paling sedikit menanggung resiko. Dialog ini mengasumsikan antara pihak yang terlibat konflik (Barat dan non-Barat –Islam-) berada dalam posisi yang sejajar untuk mau saling mengerti satu sama lain. Negara-negara Barat harus mau mengakhiri sikap imperialis dalam segala bentuknya, termasuk proyek-proyek pos-kolonialismenya, dan mulai membangun relasi setara dan bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan bermakna bila didasarkan keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.
Orang yang mengidealkancara dialog untukmenyelesaikankonflikperadabanataukepentinganmungkinlupabahwasyahwathegemoni Barat adalahsesuatu yang sudahlatendalamtradisirelasi Barat – non-Barat. Keinginanuntukmengajak Barat bersikaplebihadiladalah utopia di tengahnafsuserakah Barat yang inginmenguasaidunia.
Setelahcara dialog adalah model utopis, makajalan lain yang tidakbolehdihindariolehnegara-negara non-Barat (berkembangatau Muslim) adalahmelawanhegemoniitudenganpotensikekuatan yang ada. Cara melawanhegemoni yang paling fundamental adalahbersikapkritisterhadapberbagaipengetahuan yang dikembangkanolehdanuntukkepentingan Barat.Sikap yang terlaluadaptatif – umat Islam Islam – terhadap yang datangdari Barat hanyaakansemakinmengukuhkanhegemoni Barat di dunia Muslim. Umat Islam yang secarasukarelabelajardemokrasi, lalumengintegrasikandalamajaran Islam danmenerapkandalamkehidupanpolitikadalahsalahsatubentukmenerimauntukdijajah.Belumlagiketikabelajardanmenerimaperadaban, modernitas, dancivil societyhampirtanpareserve.Padahalnenurut James Petrasdan Henry Veltmeyer (2002 : 217), wacanatentangitusemuasesungguhnyadipakaiuntukmelegitimasiperbudakan, genocide, kolonialisme, dansemuabentukeksploitasiterhadapmanusia.
Sudahsaatnyakaum Muslim di negara-negaraberkembangbersikapkritisuntukmelawanwacana global yang diproduksi Barat.Termasukwacanaglobalisasi yang selamainiditerimasebagaisesuatu yang niscaya, harusdikritisikarenatersembunyisebuahideologi (hidden ideology) yakni neo-liberalisme yang dampaknyaterhadappembunuhanekoniomirakyatsangatluarbiasa.
Memangpatutuntukdisayangkansikapbeberapakuam Muslim yang mengakuberfikir liberal tetapisesunggunyamerekatelahmenjaditerbaratkan.Misalnyasaatmerekaramai-ramaimenolakpenerapansyari’at Islam di Indonesia, yang merekatawarkantidak lain dantidakbukanadalahsyari’at liberal yang jauhlebihmenghancurkanbangsaini. Karenasyariat liberal padadasarnyaadalahpembukadansekaliguslegitimasirasionalatasberbagaibentukmutakhirpenjajahan Barat atasnegaraberkembang, termasuk Indonesia.

D.      Implikasi Penjajahan Barat Terhadap Perkembangan Peradaban Islam
Serbuan kaum salib ke negeri-negeri Islam tidak hanya menggunakan pedang, besi dan api, tetapi juga melalui peradaban mereka yang dicekokkan ke semua negeri yang dapat dikuasainya. Bukanhanyaperadaban material yang menyerbunegara-negara Islam, bahkan mental dannilai-nilaimoralpuntidakketinggalan, sepertisistempendidikandanpengajaran, danpemikiran-pemikiran orang Eropamengenaiilmujiwa, ilmusosial, modal dan lain-lain. PerangSalibmenghasilkanpuing-puingkehancuranbagikaummusliminakibatkemauanpenjajah yang dikendalikanolehkeserakahanuntukmenguasaidanmemperkuatwilayahnyamerekamemikulsalib di pundakmereka, tetapisetanberada di hatimereka.
Dahulu kaum muslimin menghayati peradaban ditambah dengan peradaban Persia, Turki dan lain-lain disamping pemikiran filsafat yang diserap dari Yunani dan Romawi. Dengan datangnya peradaban Barat, maka peradaban lama yang telah mereka hayati selama berabad-abad mengalami keguncangan hebat dalam pikiran mereka. Inti peradaban Barat bercorak Nasrani, karena itu orang-orang Qibth di Mesir lebih mudah meniru dan menyerapnya. Namun mereka lebih banyak menyerap segi material daripada segi moralnya, sehingga setiap rumah dari keluarga kaum muslimin telah menggunakan penerangan listrik, menggunakan sajadah buatan Eropa, mendengarkan siara radio Eropa dan lain sebagainya.
Pada saat barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban, persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power. Yang pertama merasakan hal itu diantaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Penjajahan Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang didorong oleh 2 faktor yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, sedangkan yang kedua, tercermin dari pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak menuntut ilmu ke Inggris. Pengaruh Barat terutama terlihat pada lapisan atas dan menengah, terutama pada intelegensia orang yang memperoleh pendidikan Barat, yang dijumpai pada tiap negeri Timur. Dalam reaksinya terhadap pengaruh Barat mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Pandangan pertama berpegang pada sendi-sendi filsafat hidup nenek moyangnya, berusaha melakukan asimilasi dengan ide-ide Barat dan memikirkan sintesa yang lebih tinggi dari semangat Barat. Kedua, memutuskan hubungan dengan warisan lama, menerjunkan dirinya dalam pembaratan. Yang ketiga bersembunyi di belakang kekecewaan dan kengerian Barat.
Memang benar bahwa peradaban Barat memainkan peranan besar dalam memajukan dunia Islam. Tanpa peradaban Barat dunia Islam tentu masih seperti keadaan semula, tetapi itu tidak berarti bahwa peradaban Barat tidak mengandung cacat dan kekurangan. Peradaban Barat telah menjauhkan dunia Islam dari peradaban Islam yang lama. Akhirnya peradaban Islam bukan lagi suatu produk dari kaum muslimin mandiri sebagaimana peradaban Barat adalah produk dari orang-orang Barat sendiri.





BAB III
PENUTUP

*        Kesimpulan
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota (Hadhary) dan penduduk gurun (Badui).masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh.
Masyarakat barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu terjadi karena masyarakat Barat umumnya memepelajari dan memahami Islam dari buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan Islam yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk mengetahui dunia Islam.
Apapun motif, model dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau melawan hegemoni.

Daftar Pustaka

AsepSyamsul,  Demonologi Islam, Upaya Barat MembasmiKekuatan Islam, Jakarta: GemaInsani, 2000.
HarunNasution, PembaharuanDalam Islam, Jakarta: PT. BulanBintang, 1992.
YatimBadri, SejarahPeradaban Islam, PT: GravindoPersada : 2003
Siti Maryam, dkk.,SejarahPeradaban Islam: Dari masaKlasikhingga Modern.Yogyakarta. LESFI, 2004
Syalabi, SejarahdanKebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta, PustakaAlhusna, 1983
 


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok