RESPON NEGARA-NEGARA NON ARAB TERHADAP PERADABAN ISLAM
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Sejarah Peradaban Islam ( SPI )
Dosen Pengampu:
Drs. H. Akhmad Rowi, M.H
Di Susun Oleh:
Ahmad Mu’arif
C.1.4.11.0042
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH
DEMAK
Ta. 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab,
disebut masa jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh
terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang
hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada
umumnya hidup berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.
Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka
sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan
dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan
peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus
berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada
waktu itu sama sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya
Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu merupakan kota dagang bertarafinternasional. Hal ini
diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di
persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman
ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang
sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa
di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat
hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam
dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana keadaan sosial dan budaya
bangsa Arab sebelum Islam?
2.
Mengapa terjadi kesalahpahaman
masyarakat barat?
3.
Bagaimana tanggapan muslim terhadap barat?
4.
Bagaimana implikasi penjajahan barat terhadap
perkembangan peradaban Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan sosial dan budaya bangsa Arab sebelum Islam
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu penduduk kota (Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota
bertempat tinggal tetap. Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah
pertanian dan telah mengenal tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan
mereka telah sampai ke luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
memiliki peradaban cukup tinggi.
Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan
mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala domba
dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat mereka
adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu,
mereka belum mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka hidup
berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik untuk
diri dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak mereka. Dalam perjalanan
pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang musuh atau menghadapi serangan
musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang di antara suku-suku yang ada di
wilayah Arabia.
Ketika mereka diserang musuh maka suku yang bersekutu dengan mereka
biasanya ikut membantu dan rela mengorbankan apa saja untuk membantu kawan
sekutunya itu. Di sinilah dapat kita lihat adanya unsur kesetiakawanan yang ada
di antara mereka. Selain itu, manakala seorang anggota suku diserang oleh suku
lain maka seluruh anggota wajib membela anggotanya meskipun anggotanya itu
salah. Mereka tidak melihat kesalahan ada di pihak mana. Hal penting yang
mereka lakukan adalah membela sesama anggota suku. Itulah yang dapat kita lihat
dari sikap fanatisme dan patriotisme yang ada di dalam kehidupan masyarakat
Badui.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arab sangat besar
pengaruhnya terhadap kejiwaan masyarakatnya. Arab sebagai wilayah tandus dan
gersang telah menyelamatkan masyarakatnya dari serangan musuh-musuh luar. Pada
sisi lainnya, kegersangan ini mendorong mereka menjadi pengembara-pengembara
dan pedagang daerah lain. Keluasan dan kebebasan kehidupan mereka di padang
pasir juga menimbulkan semangat kebebasan dan individualisme dalam pribadi
mereka. Kecintaan mereka terhadap kebebasan ini menyebabkan mereka tidak pernah
dijajah bangsa lain.
Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan
sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan
keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu yang
lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan tokoh
besar yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang
ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat
keberagamaan mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.
Sesungguhnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai sifat
dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima,
daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan,
setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan yang sederhana, ramah tamah,
mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik
tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti
kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan terhadap
tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang sangat rendah sepanjang
sejarah umat manusia. Masyarakat Arab pra Islam memandang wanita ibarat
binatang piaraan bahkan lebih hina lagi. Karena para wanita sama sekali tidak
mendapatkan penghormatan sosial dan tidak memiliki apapun. Kaum laki-laki dapat
saja mengawini wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan
ada suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka mengubur anak
perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak-anak
perempuan. Muka mereka akan memerah bila mendengar isteri mereka melahirkan
anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena mereka merasa malu dan
khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan dan
kehinaan.
Selain itu, sistem perbudakan juga merajalela. Budak diperlakukan
majikannya secara tidak manusiawi. Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk
hidup layaknya manusia merdeka. Bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa
dan memperlakukan para budak seperti binatang dan barang dagangan, dijual atau
dibunuh.
Secara garis besar kehidupan sosial masyarakat Arab secara keseluruhan dan
masyarakat kota Mekkah secara khusus benar-benar berada dalam kehidupan sosial
yang tidak benar atau jahiliyah. Akhlak mereka sangat rendah, tidak memiliki
sifat-sifat perikemanusiaan dan sebagainya. Dalam situasi inilah agama Islam
lahir di kota Mekkah dengan diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul
Allah.
Secara singkat dapat disimpulkan keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa Arab
sebelum islam diantaranya:
1.
Orang-orang
Arab sebelum kedatangan Islam adalah orang-orang yang menyekutukan Allah
(musyrikin), yaitu mereka menyembah patung-patung dan menganggap patung-patung
itu suci.
2.
Kebiasaan
mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka karena takut kemiskinan dan
kelaparan.
3.
Mereka
menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena takut malu dan
celaan.
4.
Mereka
orang-orang yang suka berselisihan, yang suka bertengkar, lantaran sebab-sebab
kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi akan segolongannya.
B. Kesalahpahaman Masyarakat Barat
Masyarakat barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu
terjadi karena masyarakat Barat umumnya memepelajari dan memahami Islam dari
buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan
tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif
politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan Islam yang tidak lepas dari
ambisi imperialis Barat untuk mengetahui dunia Islam. Umumnya ketika berbicara
mengenai Islam pandangan dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak
fair sudah bercampur dengan subjektivisme dan kepentingan tertentu. Karenanya
pandangan mereka biasa dan berat sebelah. Hasilnya adalah kesalahpahaman
terhadap Islam di dunia Barat. Citra Islam yang tampak di dunia Barat adalah
kekejaman, kekerasan, fanatisme, kebencian dan keterbelakangan.
Hal itu diperparah dengan sajian media massa mereka yang menampilkan Islam
tidak secara utuh. Bahkan Islam yang mereka kenalkan bukan Islam kebanyakan
(Sunni), melainkan Islam Syi’ah (Iran) yang hanya dianut oleh 10% kaum Muslim
dunia.
Kekeliruan Barat dalam memahami Islam yang lain adalah menyamakan Islam
dengan perilaku individu umat Islam yang melakukan kekerasan, cap “teroris” pun
dilekatkan pada Islam tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi.
Karenanya, populerlah istilah “Terorisme Islam”.
Kesalahpahaman tersebut diperparah lagi dengan gencarnya serangan
propaganda Barat melalui berbagai media massanya untuk memojokkan agama dan
umat Islam (demonologi Islam). Dalam pengemasan berita tentang umat Islam kerap
mengekspos cap-cap seperti “fundamentalisme”, “militanisme”, “ekstremisme”,
“radikalisme” dan bahkan “terorisme” yang arahnya jelas: untuk mendiskreditkan
Islam.
Fobi Islam (Islamophobia, ketakutan terhadap Islam) adalah produk utama
propaganda media massa Barat (demonoloogi Islam). Parahnya lagi fobi tersebut
tidak hanya melanda masyarakat Barat, tetapi juga sebagian besar umat Islam.
Mereka merasa ngeri bila hukum Islam diberlakukan karena frame yang ada
dikepala mereka adalah hukum rajam bagi pezina , hukum cambuk bagi pemabuk,
hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum mati bagi pembunuh. Isu-isu hukum
Islam yang menjadi bahan propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari
ajaran agamanya dan menumbuhkan fobi Islam.
Revolusi Islam Iran (1979) umumnya dijadikan referensi: jika kekuatan Islam
naik ke puncak kekuasaan di suatu Negara, pemerintahan Negara itu akan
menerapkan syari’at Islam dan anti-Barat, khususnya anti-Amerika. Adapun
kepentingan Barat di dunia Islam sangat vital. Dunia Islam bagi barat yang
terbentang dari Maroko sampai Merauke letak geografisnya sangat strategis bagi
kepentingan politik dan militer. Kekayaan alamnya, khususnya minyaknya,
merupakan kebutuhan vital bagi industri-industri barat. Bisa dikatakan bahwa
roda-roda perekonomian Negara-negara barat sangat bergantung pada minyak yang
ada di sebagian Negara-negara Islam. Timur tengah sebagai tempat kelahiran dan
“pusat Islam” merupakan pemasok terbesar kebutuhan minyak dunia. Itulah salah
satu alasan mengapa barat merasa “wajib” menaklukkan dunia Islam.
C. Respon Muslim Terhadap Barat (Dialog atau Melawan Hegemoni)
Apapun motif, model dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang
penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana
negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang
dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar
antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu
lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan
sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang
didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa
kalangan, dialog atau melawan hegemoni.
Dialog adalah model penyelesaian yang dinilai paling sedikit menanggung
resiko. Dialog ini mengasumsikan antara pihak yang terlibat konflik (Barat dan
non-Barat –Islam-) berada dalam posisi yang sejajar untuk mau saling mengerti
satu sama lain. Negara-negara Barat harus mau mengakhiri sikap imperialis dalam
segala bentuknya, termasuk proyek-proyek pos-kolonialismenya, dan mulai
membangun relasi setara dan bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan
bermakna bila didasarkan keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.
Orang yang mengidealkancara dialog
untukmenyelesaikankonflikperadabanataukepentinganmungkinlupabahwasyahwathegemoni
Barat adalahsesuatu yang sudahlatendalamtradisirelasi Barat – non-Barat.
Keinginanuntukmengajak Barat bersikaplebihadiladalah utopia di
tengahnafsuserakah Barat yang inginmenguasaidunia.
Setelahcara dialog adalah model utopis, makajalan lain yang
tidakbolehdihindariolehnegara-negara non-Barat (berkembangatau Muslim)
adalahmelawanhegemoniitudenganpotensikekuatan yang ada. Cara melawanhegemoni
yang paling fundamental adalahbersikapkritisterhadapberbagaipengetahuan yang
dikembangkanolehdanuntukkepentingan Barat.Sikap yang terlaluadaptatif – umat
Islam Islam – terhadap yang datangdari Barat
hanyaakansemakinmengukuhkanhegemoni Barat di dunia Muslim. Umat Islam yang
secarasukarelabelajardemokrasi, lalumengintegrasikandalamajaran Islam
danmenerapkandalamkehidupanpolitikadalahsalahsatubentukmenerimauntukdijajah.Belumlagiketikabelajardanmenerimaperadaban,
modernitas, dancivil societyhampirtanpareserve.Padahalnenurut James Petrasdan
Henry Veltmeyer (2002 : 217),
wacanatentangitusemuasesungguhnyadipakaiuntukmelegitimasiperbudakan, genocide,
kolonialisme, dansemuabentukeksploitasiterhadapmanusia.
Sudahsaatnyakaum Muslim di
negara-negaraberkembangbersikapkritisuntukmelawanwacana global yang diproduksi
Barat.Termasukwacanaglobalisasi yang selamainiditerimasebagaisesuatu yang
niscaya, harusdikritisikarenatersembunyisebuahideologi (hidden ideology) yakni
neo-liberalisme yang dampaknyaterhadappembunuhanekoniomirakyatsangatluarbiasa.
Memangpatutuntukdisayangkansikapbeberapakuam Muslim yang mengakuberfikir
liberal tetapisesunggunyamerekatelahmenjaditerbaratkan.Misalnyasaatmerekaramai-ramaimenolakpenerapansyari’at
Islam di Indonesia, yang merekatawarkantidak lain dantidakbukanadalahsyari’at
liberal yang jauhlebihmenghancurkanbangsaini. Karenasyariat
liberal
padadasarnyaadalahpembukadansekaliguslegitimasirasionalatasberbagaibentukmutakhirpenjajahan
Barat atasnegaraberkembang, termasuk Indonesia.
D. Implikasi Penjajahan Barat Terhadap Perkembangan Peradaban Islam
Serbuan kaum salib ke negeri-negeri Islam tidak hanya menggunakan pedang,
besi dan api, tetapi juga melalui peradaban mereka yang dicekokkan ke semua
negeri yang dapat dikuasainya. Bukanhanyaperadaban material yang
menyerbunegara-negara Islam, bahkan mental
dannilai-nilaimoralpuntidakketinggalan, sepertisistempendidikandanpengajaran,
danpemikiran-pemikiran orang Eropamengenaiilmujiwa, ilmusosial, modal dan
lain-lain.
PerangSalibmenghasilkanpuing-puingkehancuranbagikaummusliminakibatkemauanpenjajah
yang
dikendalikanolehkeserakahanuntukmenguasaidanmemperkuatwilayahnyamerekamemikulsalib
di pundakmereka, tetapisetanberada di hatimereka.
Dahulu kaum muslimin menghayati peradaban ditambah dengan peradaban Persia,
Turki dan lain-lain disamping pemikiran filsafat yang diserap dari Yunani dan
Romawi. Dengan datangnya peradaban Barat, maka peradaban lama yang telah mereka
hayati selama berabad-abad mengalami keguncangan hebat dalam pikiran mereka.
Inti peradaban Barat bercorak Nasrani, karena itu orang-orang Qibth di Mesir
lebih mudah meniru dan menyerapnya. Namun mereka lebih banyak menyerap segi
material daripada segi moralnya, sehingga setiap rumah dari keluarga kaum
muslimin telah menggunakan penerangan listrik, menggunakan sajadah buatan
Eropa, mendengarkan siara radio Eropa dan lain sebagainya.
Pada saat barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban,
persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka.
Karena itu mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah
politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power. Yang pertama
merasakan hal itu diantaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama
dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan
pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Penjajahan Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang didorong
oleh 2 faktor yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang
dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan menimba gagasan-gagasan
pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, sedangkan yang kedua, tercermin
dari pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke
negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan
gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar
muslim asal India juga banyak menuntut ilmu ke Inggris. Pengaruh Barat terutama
terlihat pada lapisan atas dan menengah, terutama pada intelegensia orang yang
memperoleh pendidikan Barat, yang dijumpai pada tiap negeri Timur. Dalam
reaksinya terhadap pengaruh Barat mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Pandangan pertama berpegang pada sendi-sendi filsafat hidup nenek moyangnya,
berusaha melakukan asimilasi dengan ide-ide Barat dan memikirkan sintesa yang
lebih tinggi dari semangat Barat. Kedua, memutuskan hubungan dengan warisan
lama, menerjunkan dirinya dalam pembaratan. Yang ketiga bersembunyi di belakang
kekecewaan dan kengerian Barat.
Memang benar bahwa peradaban Barat memainkan peranan besar dalam memajukan
dunia Islam. Tanpa peradaban Barat dunia Islam tentu masih seperti keadaan
semula, tetapi itu tidak berarti bahwa peradaban Barat tidak mengandung cacat
dan kekurangan. Peradaban Barat telah menjauhkan dunia Islam dari peradaban
Islam yang lama. Akhirnya peradaban Islam bukan lagi suatu produk dari kaum
muslimin mandiri sebagaimana peradaban Barat adalah produk dari orang-orang Barat
sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu penduduk kota (Hadhary) dan penduduk gurun (Badui).masyarakat Badui
hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari air
dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka
adalah mengendarai unta, mengembala domba dan keledai, berburu serta menyerang
musuh.
Masyarakat barat umumnya melakukan kesalahan dalam
memahami Islam. Hal itu terjadi karena masyarakat Barat umumnya memepelajari
dan memahami Islam dari buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis
mengkaji Islam dengan tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam,
selain adanya motif politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan Islam yang
tidak lepas dari ambisi imperialis Barat untuk mengetahui dunia Islam.
Apapun motif, model dan pihak yang terlibat
konflik, realitas dunia yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang
dahsyat, dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya.
Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang
semakin lebar antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak
boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok
dominan sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok
yang didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa
kalangan, dialog atau melawan hegemoni.
AsepSyamsul, Demonologi
Islam, Upaya Barat MembasmiKekuatan Islam, Jakarta: GemaInsani, 2000.
HarunNasution, PembaharuanDalam
Islam, Jakarta: PT. BulanBintang, 1992.
YatimBadri, SejarahPeradaban
Islam, PT: GravindoPersada : 2003
Siti Maryam, dkk.,SejarahPeradaban
Islam: Dari masaKlasikhingga Modern.Yogyakarta. LESFI, 2004
Syalabi, SejarahdanKebudayaan
Islam, Jilid 2, Jakarta, PustakaAlhusna, 1983
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !