MAKALAH
TEORI AKAL
Disusun
Untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen
Pengampu : Drs. H. AKHMAD ROWI, M.H.
Disusun
oleh :
Siti
Ghoniyah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN
FATAH DEMAK
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kapada teman-teman yang telah memberikan
motifasi belajar dan memberikan ilmunya kepada penyusun, sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan.
Penulis mohon kepada teman-teman satu semester khususnya, dan umumnya kepada para
pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini, baik
dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah yang akan
datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kekurangan. Dalam semua
sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan kemampuan yang
dimiliki menjadi sangat terbatas. Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara optimal, sehingga akal dijadikan sebagai
standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah elat. Jika seseorang kehilangan
akal maka elat-pun tidak berlaku baginya. Saat itu dia dianggap sebagai orang
yang tidak terkena beban apapun.
Islam
bahkan menjadikan akal sebagai salah satu diantara lima hal primer yang
diperintahkan oleh syariah untuk dijaga dan dipelihara, dimana kemaslahatan
dunia dan akhirat amat disandarkan pada terjaga dan terpeliharanya kelima elati
tersebut, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Agama
mengajarkan dua jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Pertama, melalui
jalan wahyu, yakni melalui komunikasi dari Tuhan kepada/manusia, dan kedua
dengan jalan akal, yakni memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera
sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui wahyu diyakini sebagai pengetahuan yang elative, sementara
pengetahuan yang diperoleh melalui akal diyakini sebagai pengetahuan yang
bersifat elative, yang memerlukan pengujian terus menerus, mungkin benar dan
mungkin salah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian akal ?
2.
Apakah pengertian berfikir dan bernalar ?
3. Apakah perbedaan bahasa dan pikiran?
3.
Apakah macam- macam berfikir?
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini pemakalah
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah dan semoga makalah bermanfaat bagi
penulis dan juga pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akal
Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi
memiliki banyak makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh
musytarak, yakni kata yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab
al-munjid fi al-lughah wa al a’lam, dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna
adraka (mencapai, mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara
(merenung dan berfikir). Kata al-‘aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga
memiliki arti nurun nuhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi
al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai,
mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh indera. Al-‘aql juga diartikan al-qalb, hati nurani
atau hati sanubari.
Menurut pemahaman Izutzu, kata
‘aql di zaman jahiliah digunakan dalam arti kecerdasan praktis (practical
intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan
memecahkan masalah (problem solving capacity). Dengan demikian, orang berakal
adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah, memecahkan
problem yang dihadapi dan dapat melepaskan diri dari bahaya yang mengancam.
Lebih lanjut menurutnya, kata ‘aql mengalami perubahan arti setelah masuk
ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi disebabkan pengaruh filsafat
Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, yang mengartikan ‘aql sama
dengan nous yang mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam jiwa
manusia. Pemahaman dan pemikiran tidak lagi melalui al-qalb di dada akan tetapi
melalui al-aql di kepala (Harun Nasution, 1986: 7-8).
Pengaruh filsafat Yunani terhadap filosof-filosof muslim terlihat
dalam pendapat mereka tentang akal yang dipahami sebagai salah satu daya
dari jiwa (an-nafs/ ar-ruh) yang terdapat dalam diri manusia. Seperti
Al-Kindi (796-873) yang terpengaruh Plato, menjelaskan bahwa pada jiwa manusia
terdapat tiga daya, daya bernafsu (al-quwwah asy-syahwatiyah) yang berada di
perut, daya berani (al-quwwah al-ghadabiyyah) yang bertempat di dada dan
daya berfikir (al-quwwah an-natiqah) yang berpusat di kepala.
Sementara itu, di kalangan teolog muslim, mengartikan akal sebagai daya
untuk memperoleh pengetahuan, seperti pendapat Abu al-Huzail, akal adalah
daya untuk memperoleh pengetahuan, daya yang membuat seseorang
dapat membedakan dirinya dengan benda-benda lain, dan mengabstrakkan
benda-benda yang ditangkap oleh panca indera. Di kalangan Mu’tazilah akal
memiliki fungsi dan tugas moral, yakni di samping untuk memperoleh
pengetahuan, akal juga memiliki daya untuk membedakan antara kebaikan dan
kejahatan, bahkan akal merupakan petunjuk jalan bagi manusia dan yang membuat
manusia menjadi pencipta perbuatannya sendiri (Harun Nasution, 1986: 12).
Letak akal Dikatakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj (22) ayat 46,
yang artinya,” Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
bagi mereka mempunyai al-qolb, yang dengan al-qolb itu mereka dapat memahami (dan memikirkan)
dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang dengan telinga itu) mereka
mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata mereka tapi al-qolb
(mereka) yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-’aql itu ada di dalam al-qolb,
karena, seperti yang dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan memikirkan
(ya’qilu) itu dengan al-qolb dan kerja memahami dan memikirkan itu dilakukan
oleh al-‘aql maka tentu al-‘aql ada di dalam al-qolb, dan al-qolb ada di dalam
dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung, bukan hati dalam arti
yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam arti yang
sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd.
Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi
daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh
pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal
yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia,
yakni dari Allah SWT. [1]
B. Berfikir dan Bernalar
Menurut Sudarminta sesungguhnya berfikir lebih luas dari
sekedar bernalar. Bernalar adalah kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan
dari premis – premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar ada tiga bentuk
:
v Induktif : proses penarikan kesimpulan yang
berlaku umum ( universal ) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (
particular ).
v Deduktif : penarikan kesimpulan khusus
berdasarkan hukum atau pernyataan yang berlaku umum.
v Abduktif : penalaran yang terjadi dalam
merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya korelasi antara dua
atau lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui.
Kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam
berfikir. Akan tetapi, menyamakan berfikir dengan bernalar, seperti dikatakan
Sudarminta, merupakan suatu penyempitan konsep berfikir. Penalaran adalah
kegiatan berfikir seturut asas kelurusan berfikir atau sesuai dengan hukum
logika. Penalaran sebagai kegiatan berfikir logis belum menjamin bahwa
kesimpulan ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar. Dalam bernalar
memang belum ada benar – salah. Yang ada adalah betul – keliru, sahih atau tak
sahih.
C. Bahasa dan Pikiran
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah perkembangan
ide dan konsep. Berfikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang
mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Kita berfikir untuk
menemukan pemahaman atau pengertian yang kita inginkan.
Ciri – ciri terutama dari berfikir adalah adanya abstraksi
( Purwanto, 1998:43). Abstraksi dalam hal ini berarti anggapan lepasnya
kualitas atau relasi dari benda – benda, kejadian – kejadian, situasi – situasi
yang mula – mula dihadapi sebagai kenyataan.
Berfikir merupakan daya yang paling utama serta merupakan
ciri yang khas yang membedakan manusia dan hewan. Manusia dapat berfikir karena
manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak. “ Bahasa” hewan adalah bahasa insting
yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan, sedangkan bahasa manusia adalah
hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.
Dengan bahasa, manusia bisa memberi nama kepada segala
sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Senua benda, sifat,
pekerjaan, dan lain – lain yang abstrak, diberi nama. Dengan begitu, segala
sesuatu yang pernah diamati dan dialami dapat disimpan, menjadi tanggapan –
tanggapan dan pengalaman – pengalaman, kemudian diolah ( berfikir ) menjadi
pengertian – pengertian.
Dalam lapangan berfikir, Watson terkenal dengan teorinya
bahwa berfikir pada hakikatnya adalah implicit behavior ( Dirgagunarsa,
1996 ). Berfikir haruslah merupakan suatu tingkah laku motoris. Anak – anak,
bahkan orang dewasa, sering berfikir dengan bersuara. Berfikir dengan bersuara
ini adalah untuk membisiki diri sendiri. Pada fase selanjutnya, berbicara
terhadap diri sendiri ini menghilang dan diganti dengan gerakan – gerakan kecil
pada lidah yang tidak dapat terlihat dari luar. Seorang anak belajar berbicara
terhadap diri sendiri bukan hanya mengenai apa yang sedang dikerjakan, tetapi
juga apa yang telah atau akan diperbuat. Oleh karenaitu, ia dapat mencapai
bentuk berfikir pada orang dewasa.
D. Macam – Macam Berfikir
Secara garis besar, ada dua macam berfikir, yaitu :
v Berfikir Autistik : lebih tepatnya disebut dengan
melamun, contoh : menghayal, fantasi, atau wishful thinking. Dengan
berfikir seperti ini, seseorang melarikan diri dari kenyataan, dan
melihat hidup sebagai gambar – gambar fantastis.
v Berfikir Realistik : sering disebut reasoning ( nalar
), adalah berfikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L.
Ruch ( 1967 ), sperti dikutip Rahmat ( 1994:69), menyebut tiga macam berfikir
realistic :
Ø Berfikir Deduktif : berlangsung dari yang umum menuju
yang khusus. Berfikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan
, yang pertama merupakan pernyataan umum, dalam logika, disebut dengan silogisme.
Ø Berfikir Induktif : adalah proses berfikir yang
bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu
kesimpulan ( inferensi ). Berfikir induktif ialah menarik kesimpulan umum dari
berbagai kejadian ( data ) yang ada disekitarnya. Dasarnya adalah observasi.
Proses berfikirnya adalah sintesis. Tingkatan berfikirnya adalah induktif. Pada
hakikatnya,, semua pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari proses
pengamatan ( observasi ) terhadap data.
Ø Berfikir Evaluatif :ialah berfikir kritis, menilai
baik – buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berfikir evaluative,
kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut criteria
tertentu ( Rahmat, 1994 ). Perlu diingat bahwa jalannya berfikir pada dasarnya
ditentukan oleh berbagai macam factor, antara lain yaitu bagaimana seseorang
melihat atau memahami masalah tersebut, situasi yang tengah dialami seseorang
dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman – pengalaman orang tersebut, serta
bagaimana intelegensi orang itu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Akal
berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki banyak
makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh musytarak, yakni
kata yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi al-lughah
wa al a’lam, dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai,
mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir).
Pada hakikatnya berikir merupakan
ciri utama bagi manusia untuk membedakan antara manusia dan mahkluk lain. berfikir juga berarti berjerih –
payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan
keluar dari persoalan yang sedang dihadapi.
Berfikir lebih luas dari sekedar
bernalar.
berfikir
merupakan daya yang paling utama serta merupakan ciri yang khas yang membedakan
manusia dan hewan. Manusia dapat berfikir karena manusia mempunyai bahasa,
sedangkan hewan tidak.
Macam – macam berpikir diantaranya
berfikir autistic dan berfikir realistic. Dan berfikir realistis yaitu dengan
berfikir deduktif, induktif, evauatif.
Daftar Pustaka
1
http://www.referensimakalah.com/2012/11/akal-sebagai-sumber-pengetahuan.html
2
http://viecenut.blogspot.com/2012/06/teori-berfikir.html
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !