Headlines News :
.
Home » , , » Unsur Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam ( Lutfiyah-FAI Unisfat )

Unsur Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam ( Lutfiyah-FAI Unisfat )

Written By Unknown on Kamis, 17 Juli 2014 | 19.47

akhmadrowi.blogspot.com
MAKALAH
Unsur Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu :Drs. H. Akhmad Rowi,MH



 











DisusunOleh :

LUTFIYAH
C.1.4.11.0061


 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Dalam sejarah peradaban manusia, Islam pernah tampil sebagai sebuah peradaban, seiring dengan proses penyebaran Islam ke berbagai belahan dunia. Khusus di Indonesia, Islam masuk dan berkembang melalui budaya damai yang diwakili oleh institusi sufisme dan pesantren yang memiliki tradisi dan potensi nilai-nilai keadaban. Oleh karena itu tidak sedikit kalangan yang menyebut pesantren sebagai kampung peradaban, artefak peradaban Indonesia, sub-kultur, institusi cultural dan lain-lain. Interaksi tradisi pesantren dengan tradisi lainnya memungkinkan muncul suatu peradaban Muslim baru yang lahir dari Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa sampai hari pesantren masih tetap survive, padahal sejak dilancarkan perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Muslim, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan lembaga-lembaga tersebut lenyap setelah tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan umum atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi sedikit banyak isi dan metodologi pendidikan umum.
Pesantren merupakan salah satu sistem dan institusi pendidikan keagamaan Islam tertua di Indonesia yang dalam sejarahnya telah memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat. Pesantren muncul sebagai basis pendidikan yang menekankan keutamaan akhlak (imtaq), sehingga dapat memberikan kontribusi moral dan kemanusiaan pada masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia umumnya.

B.     RUMUSAN MASALAH 

1.      Definisi pesantren
2.   Sejarah dan perkembangan pesantren
3.   Pendidikan islam dan peradabannya diindonesia






                                                              BAB II
PEMBAHASAN

    A. DEFINISI PESANTREN
            Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Sumber lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa India shastri dari akar kata shastra yang berarti “buku-buku suci”, “buku-buku agama”, atau “buku-buku tentang ilmu pengetahuan”. Di Luar pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatera Barat), dayah (Aceh), dan pondok (daerah lain).
            Kekhususan pesantren dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya adalah para santri atau murid tinggal bersama dengan kyai atau guru mereka dalam suatu kompleks tertentu yang mandiri, sehingga dapat menumbuhkan ciri-ciri khas pesantren, seperti: (1) adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai; (2) santri taat dan patuh pada kyainya; (3) para santri hidup secara mandiri dan sederhana; (4) adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan; (5) para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat. Agar dapat melaksanakan tugas mendidik dengan baik, biasanya sebuah pesantren memiliki sarana fisik yang minimal terdiri dari sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal santri, dan ruangan-ruangan belajar.
            Sementara itu, dalam bahasa Arab, pesantren dikenal dengan istilah “al-ma’had” atau “ar-ribath” seperti yang dikemukakan oleh Ar-Razi dalam Mukhtar al-Shihah. Sebuah ribath adalah “sebuah tempat yang selalu dikunjungi dan didatangi orang meskipun letaknya nun jauh di sana”.
           Secara substansial, pesantren itu tidak terlepas dari al-mas’uliyah al-arba’ah (empat kapabilitas), yaitu, pertama, al-mas’uliyah ad-diniyah (religious capability) yang diimplimentasikan dalam kiat-kiat pesantren untuk memperjuangkan da’wah Islamiyyah, yang menjadi tumpuan harapan bagi pemecahan semua masa’il al-diniyyah. Kedua, al-mas’uliyah al-tsaqafiyyah (educational capability) yang lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan umat. Ketiga, al-mas’uliyah al-‘amaliyah (practice capability) yang lebih mengutamakan pada realisasi hukum Islam/syari’at dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial-kemasyarakatan. Keempat, al-mas’uliyah al-khuluqiyah (moral capability) yang lebih memusatkan pada prilaku al-akhlaq al-karimah.
            Dalam literatur lain penamaan umum terhadap lembaga pendidikan ini di kalangan umat Islam Indonesia ialah pesantren atau pondok, kadang-kadang digabungkan menjadi pondok pesantren. Istilah pesantren agaknya diangkat dari kata santri yang berarti murid, atau mungkin juga shastri yang berarti huruf, sebab di dalam pesantren inilah mula-mula santri itu belajar mengenal dan membaca huruf, kata pondok inilah yang mengkin berasal dari bahasa Arab yaitu funduq.
            Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan keagamaan bab I pasal 1 ayat 4, pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.
            Menurut kaidah bahasa Indonesia, pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan ‘pe dan akhiran ‘an, berarti tempat tinggal santri. Menurut Mastuhu;
“Pondok pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh fiddiin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat”.

            Dari  definisi-definisi tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang berbasis masyarakat dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Pesantren memiliki sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal santri, dan ruangan-ruangan belajar. Pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau, dayah, pondok atau pondok pesantren.
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PESANTREN
            Dalam sistem pendidikan nasional, pesantren menempati posisi yang tidak kalah penting dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Salah satu alasan mengapa pesantren memiliki peranan penting dalam konstelasi pendidikan nasional adalah karena lembaga ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua dan tumbuh dari dalam masyarakat dan secara de facto diakui pula oleh masyarakat. Lebih dari itu, sampai saat ini, pesantren-pesantren di Indonesia yang berjumlah ribuan tetap istiqomah  dan konsisten dalam mendidik anak-anak bangsa dengan pelbagai nilai, sistem, serta materi pendidikan yang khas pesantren.
            Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangan setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke-16 di Indonesia telah banyak dijumpai pesantren yang besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, teologi, dan tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam.  
Sejarah pesantren di Indonesia sangat erat kaitannya dengan sejarah Islam itu sendiri. Bukti-bukti sejarah memperlihatkan bahwa pesantren senantiasa memilih posisi atau peran sejarah yang tidak pernah netral atau pasif, tapi produktif. Sejak abad ke-16, ada anggapan kuat bahwa pesantren merupakan dinamisator dalam setiap proses sejarah dan perjuangan bangsa.
            Pada abad ke-15 dan 16 daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan raja-raja Hindu berhasil diislamkan. Islam membawa peradaban baru dalam sistem pendidikan, yakni sistem yang dapat diakses semua lapisan masyarakat. Sistem ini dibangun berdasarkan, atau merupakan konsekuensi operasional dari konsep “ummah” dalam Islam, yang egaliter dan menempatkan kesamaan harkat dan martabat manusia di hadapan tuhan. Peradaban Islam telah mengantarkan komunitas Nusantara kepada sejumlah unsur budaya tinggi yang bercorak Islami, seperti pengajaran Al-Quran dan Hadits, penulisan aksara Arab dan sebagainya.
            Ada dua versi pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia. Pertama, bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pendapat ini berdasar fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk tarekat. Pemimpin tarekat ini disebut kyai, yang mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruangan-ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terletak di kiri-kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajiannya ini tumbuh dan berkembang menjadi pesantren.
            Kedua, pesantren yang kita kenal sekarang ini merupakan pengambilalihan dari sistem pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran Hindu dan tempat membina kader-kader penyebar Hindu. Tradisi penghormatan murid kepada guru yang pola hubungan antara keduanya tidak didasarkan kepada hal-hal yang bersifat materi juga bersumber dari tradisi Hindu.
Fakta lain yang menunjukkan bahwa pesantren bukan berakar dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang serupa dengan pesantren banyak ditemukan di masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India, Myanmar dan Thailand.
Di samping berdasarkan alasan terminologi yang dipakai oleh pesantren persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Budha ini terdapat juga beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam yang asli. Unsur tersebut antara lain seluruh sistem pendidikannya berisi murni ilmu-ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji, penghormatan yang tinggi kepada guru serta letak pesantren yang didirikan di luar kota.
            Pada masa-masa berikutnya, lembaga pesantren berkembang terus dalam segi jumlah, sistem, dan materi yang diajarkan. Bahkan pada tahun 1910 beberapa pesantren mulai membuka pondok khusus untuk santri-santri wanita. Kemudian pada tahun 1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur mulai mengajarkan pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah.
            Perubahan penting lainnya yang terjadi dalam kehidupan pesantren ialah ketika dimasukkannya sistem madrasah. Hal ini dianggap sebagai imbangan terhadap pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sitem pendidikan Barat. Dengan sistem madrasah, pesantren mencapai banyak kemajuan yang terlihat dari bertambahnya jumlah pesantren. Pada tahun 1940-an sudah terdapat beberapa pesantren yang ikut menyelenggarakan jenis-jenis sekolah agama yang dikembangkan oleh pemerintah seperti jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Pada tahun 1965, berdasarkan rumusan seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta, disepakati perlunya memasukkan pendidikan dan pelajaran ketrampilan pada pondok pesantren.
            Pada masa Orde Baru, pembinaan pondok pesantren telah dilakukan oleh pemerintah melalui Proyek Pembangunan Lima Tahunan (Pelita). Sejak pelita I dana pembinaan pesantren diperoleh dari berbagai instansi terkait, dari tingkat Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Agama, telah berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren.
            Pada tahun 1975 muncul gagasan baru dalam usaha penegmbangan pesantren, yaitu mendirikan pondok pesantren model baru, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Akan tetapi, pondok pesantren baru ini mengalami kesulitan dalam pembinaannya karena tiadanya kyai yang kharismatik yang dapat memberikan bimbingan dan teladan kepada santri-santrinya.
           
Selain mengalami kemajuan dari sisi kualitas dan kuantitas, juga telah terjadi pengadopsian aspek-aspek tertentu sistem pesantren oleh lembaga-lembaga pendidikan umum. Sebagai contoh adalah pengadopsian sistem pengasramaan murid SMU “unggulan” yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, walau dengan menggunakan istilah Inggris “boarding school”. Sistem ini tentu saja merupakan salah satu karakteristik dasar sistem pendidikan pesantren.
Dari sumber-sumber sejarah yang penulis paparkan diatas, dapat diketahui bahwa pesantren merupakan salah satu intitusi pendidikan Islam tertua di Indonesia yang lahir dari masyarakat dan terus berkembang dari masa ke masa sampai hari ini. Lembaga pesantren selain sebagai institusi pendidikan juga telah berperan aktif dalam segala  bidang kehidupan. Kehadiran pesantren dengan misi khususnya tafaqquh fi-addiin telah membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyakat Islam Indonesia terhadap pemahaman ke-Islamannya, bahkan sejarah juga mencatat bahwa pendidikan pesantren telah membawa peradaban baru bagi Indonesia. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa sistem pendidikan pesantren pada saat ini telah diadopsi oleh lembaga-lembaga umum lainnya walaupun dengan menggunakan istilah yang berbeda.

C. PENDIDIKAN ISLAM DAN PERADABANNYA DI INDONESIA
Alex Inkeles mendeskripsikan capaian peradaban ini dengan ide “manusia modern”. Menurutnya, pendidikan merupakan faktor terpenting yang mencirikan manusia modern. Satu tahun pendidikan mampu menaikkan dua sampai tiga poin skala modernisasi dari nol sampai seratus. Hanya saja dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya berfungsi sebgai sarana pencapaian tujuan-tujuan sosial ekonomi tetapi juga tujuan spritual manusia.
Sejarah Indonesia telah mencatat, bahwa tegaknya peradaban Islam sangat tergantung pada kualitas pendidikannya. Tengoklah tahun 840, di masa keultanan Islam Peureulak Aceh, telah tumbuh dayah-dayah (sekolah kajian Islam). Sekolah-sekolah itu terus tumbuh hingga masa Kesultanan Samudra Pasai (1155). Pendidikan Islam di Jawa mula-mula berdiri di Demak Bintoro, berupa sebuah organisasi Bayangkare Ishlah (Angkatan Pelopor Perbaikan). Organisasi pendidikan Islam yang pertama di Nusantara ini terbentuk pada tahun 1476, di masa pemerintahan Raden Fattah.
Dalam dokumen undang-undang Qanun Mauquta, pada masa Sultan Iskandar Muda, bisa diketahui bahwa dayah-dayah itu didirikan guna menyediakan sumberdaya manusia yang diperlukan oleh pemerintahan Islam kala itu.
Majunya pendidikan Islam saat itu, cukup memiliki andil atas berdirinya kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa pada tahun 1500. Pada saat kekuasaan berpindah dari Demak menuju Pajang pada tahun 1575, pendidikan Islam semakin maju.
Pada masa kolonial dan awal kemerdekaan, lembaga pendidikan Islam menjadi benteng pertahanan dan perlawanan yang efektif untuk menghadang misi Kristen yang dilancarkan penjajah. Berdirinya organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912, kemudian disusul oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada tahun 1913, Persatuan Islam (Persis) pada tahun 1936, dan Persatuan Umat Islam (PUI) pada tahun 1917 serta organisasi-organisasi Islam lainnya merupakan gambaran perjuangan umat Islam Indonesia di sektor pendidikan terutama pendidikan pesantren dalam rangka perlawanan terhadap misi Kristen dan dalam rangka mengusir penjajah. Karena fakta sejarah mencatat bahwa seluruh organisasi Islam yang lahir pada masa ini berawal dari gerakan atau program pendidikan Islam. Selain di bidang pendidikan, organisasi-organisasi ini juga aktif bergerak di sektor-sektor lainnya seperti sektor politik, sosial dan kemasyarakatan. 
Pada masa orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto semua ormas Islam yang membawahi pesantren dan sekolah-sekolah Islam di Indonesia harus mengubah asasnya, dari Islam menjadi Pancasila. Tentu itu semua mempengaruhi cara pandang lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah ormas-ormas Islam itu. Tragedi Tanjung Priok yang terjadi pada masa orde baru berdampak pula di dunia pendidikan Islam, antara lain berupa pelarangan pemakaian jilbab bagi pelajar putri SMP dan SMA.
Berakhirnya orde baru dan kehadiran masa reformasi telah membawa berkah tersendiri bagi dunia pendidikan Islam, kran keterbukaan yang telah dibuka, menginspirasi berbagai kalangan masyarakat Islam untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan yang bernuansa Islam. Tidak heran lembaga pendidikan Islam pasca reformasi tumbuh bak jamur di musim hujan di semua jenjang pendidikan. Bahkan pendidikan agama, termasuk pendidikan pesantren semakin mendapat tempat setelah disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pada tahun 2003 yang kemudian diperkuat lagi dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007.
Apabila ditinjau dari segi proses pembudayaan, maka sekurangnya-kurangnya terdapat dua alasan yang menyebabkan mengapa perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung kepada lembaga pendidikan. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah, bersifat legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan yang jelas. Kedua, karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya dalam penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan fungsinya.
 Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memperpadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk penyebaran ilmu dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.





























 BAB IV
PENUTUP

A.    PENUTUP
Lembaga pendidikan Islam pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang telah memainkan peran dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan melestarikan pemeliharaan etika dan moralitas bangsa. Bahkan telah ikut membangun peradaban Islam di bumi nusantara, sejarah juga mencatat bahwa keberadaannya telah menjadi pusat kajian ilmu-ilmu agama Islam, pusat dakwah dan benteng aqidah umat, bahkan pernah membuktikan dirinya sebagai pelopor pergerakan kemerdekaan, pengawal budaya bangsa, serta penggerak ekonomi kerakyatan. Hal ini dimungkinkan karena sebagai institusi pendidikan ia tidak hanya menekankan kepada penguasaan pengetahuan semata-mata, tetapi lebih jauh menekankan kepada pembinaan sikap dan prilaku moral yang tinggi. Dalam perkembangan selanjutnya, pesantren telah berhasil menciptakan kader bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak, cakap, dan terampil bekerja.
Sebagai lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan imbang antara ilmu pengetahuan dan agama, pesantren dapat dikembangkan sebagai pendidikan alternatif bagi pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya sekarang, sejauh mana tekad umat Islam dan pemerintah untuk mengembangkan lemabaga pendidikan Islam ini.
Reformasi pendidikan di Indonesia memang benar-benar terasa sangat mendasar sejak berlakunya UU Sisdiknas tahun 2003, yang implementasi praktis baru dimulai pada tahun 2004, termasuk bagi pendidikan Islam. Keluarnya PP No. 55/2007 mengandung dua implikasi besar. Pertama, pengakuan terhadap kedudukan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Kedua, sebagai tindak lanjut setelah diakui, adalah bagaimana pemerintah memberikan bantuan anggaran sebesar-besarnya bagi pesantren, karena sudah menjadi bagian dari sisdiknas, agar program pemberdayaan pendidikan agama dan keagamaan bisa memadai.
Masyarakat yang dicita-citakan oleh peradaban Muslim adalah masyarakat yang dinamis, digerakkan oleh nilai-nilai moral, dibimbing oleh pengetahuan, ditata oleh hukum, dan dipercantik oleh nilai-nilai kesenian. Singkatnya, masyarakat yang dicita-citakan adalah komunitas yang beradab, yang memiliki landasan nilai dan pengetahuan. Langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut jelas bervariasi dan yang paling penting adalah rekonsrtuksi pemikiran, budaya, moral dan pola hidup.
Untuk itu dibutuhkan sebuah proses pendidikan yang menyeluruh dan berkesinambungan, proses inilah yang sudah, sedang dan masih terus dilakukan oleh lembaga pendidikan pesantren. Yaitu proses mengubah umat dari masyarakat tidak berpengetahuan menjadi masyarakat yang berpengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari akarnya, yaitu tauhid.  
Sebagai lembaga yang telah berjuang dan berbuat untuk membangun peradaban Muslim di Indonesia pesantren diharapkan dapat menjadi ‘rahim’ bagi lahirnya masyarakat  Muslim di Indonesia yang kaffah, baik aspek duniawi maupun ukhrowi. Namun demikian, hambatan dan tantangan bagi tegaknya peradaban Muslim di Indonesia masih tetap ada, untuk itu umat Islam Indonesia dengan lembaga pesantrennya harus tetap istiqomah dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan jiwa-jiwa kepesantrenannya agar cita-cita menjadikan pesantren sebagai pusat peradaban baru Muslim Indonesia bisa dicapai.



 www.akhmadrowi.blogspot.com



















Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok