MAKALAH
TENTANG
IDENTITAS PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
Dosen Pengampu Drs. H. Akhmad
Rowi, MH
Oleh :
Titin Mei Wijaya
NIM : C.1.4.10.0045
SEMESTER VI
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNISFAT DEMAK
Tahun Akademik 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama Rahmatan Lilalamin pertama kali lahir dan
tumbuh berkembang di jazirah arab yang pada perkembangannya mampu menyebar
hingga keseluruh pelosok dunia. Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa islam lahir
dan wafat di wilayah arab tepatnya dikota makkah dan madinah sebagai bagian
dari wilayah saudi arabia sehingga islam lebih berbudaya timur tengah. Islam
secara perlahan mampu menyebar hingga ke Mesir, Andalusia, Persia, India dan
Cina sejak masa khulafaurrosyidin, Bani Umayah, Abasiyah hingga dinasti-dinasti
sesudahnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbanyak didunia dengan potensi
alam dan lautnya yang sangat banyak dan luas membentang dari Sabang sampai
Merauke merupakan jalur perdagangan laut yang sangat ramai dan strategis
dikawasan asia tenggara. Hal ini berlangsung sejak masa kerajaan Sriwijaya,
Majapahit, Airlangga, Singosari, Samudera Pasai hingga Demak. Dengan jalur
perdangangan tersebut banyak pedagang islam dari Gujarat, Cina dan jazirah arab
yang singgah sementara maupun menetap di Nusantara dengan menyebarkan
kebudayaan islam pula. Sehingga terjadi asimilasi antara kebudayaan nusantara
dengan kebudayaan islam bernuansa gujarat dan timur tengah.
Dengan perjalanan historis tersebut maka dalam makalah ini kami berupaya mengetengahkan berbagai contoh pengaruh peradaban islam terhadap kebudayaan Indonesia serta asimilasi yang terjadi diantara keduanya sehingga mampu membentuk kekhasan identitas peradaban islam di Indonesia yang bernilai historis tinggi.
Dengan perjalanan historis tersebut maka dalam makalah ini kami berupaya mengetengahkan berbagai contoh pengaruh peradaban islam terhadap kebudayaan Indonesia serta asimilasi yang terjadi diantara keduanya sehingga mampu membentuk kekhasan identitas peradaban islam di Indonesia yang bernilai historis tinggi.
BAB II
IDENTITAS PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Latar Belakang Sejarah Terbentuknya Identitas Peradaban Islam Di
Indonesia
Adalah sebuah
kenyataan sejarah yang tak bisa dipungkiri bahwa masuknya Islam ke Indonesia
lebih banyak mengandalkan jalur-jalur kultural ketimbang aksi kekerasan. Mulai
dari era dakwah para saudagar Arab dan Gujarat, bahkan konon termasuk para
pedagang Cina, di wilayah-wilayah pesisir Nusantara pada abad ke-7. Banyak
artefak dan dokumen sejarah membuktikan bahwa pada masa itu secara pelan Islam
merasuki wilayah nusantara ini. Bahkan diasumsikan pada masa itu kontak
perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara khususnya Airlangga dan
Singosari dengan Tiongkok telah terjalin dengan baik
Setelah para
penyebar itu menjalin hubungan yang baik dengan tradisi kultural masyarakat
saat itu dengan memperlihatkan kesantunan ajaran serta perilaku-perlaku yang
meneduhkan, Islam meluas hingga ke pusat-pusat kekuasaan kerajaan. Ini
terbukti, bagaimana Sunan Ampel sangat dekat dengan raja Brawijaya di era
Kerajaan Majapahit. Kiprah Sunan Ampel telah mengantarkan Walisongo memiliki
peranan penting perkembangan Islam selanjutnya. Islam telah merambah ke pelosok
tanah Jawa bahkan menyebar ke seluruh Nusantara. Keberhasilan para Walisongo
tidak terlepas dari strategi dakwahnya. Islam nyaris selalu diperkenalkan
kepada masyarakat melalui ruang-ruang dialog, forum pengajian, pagelaran seni
dan sastra, serta aktivitas-aktivitas budaya lainnya, yang sepi dari unsur
paksaan dan nuansa konfrontasi, apalagi sampai menumpahkan darah.
Melacak
identitas dan otentitas Islam keindonesiaan dalam relasi kuasa agama-budaya
lokal dan agama--negara, menjadi varian pergulatan pemikiran Islam di
Indonesia, hingga kini masih berada dalam bingkai reinventing, proses mencari
dan menjadi. Proses "menjadi Islam Indonesia" sejatinya dibangun
dalam konstruk "keislaman Indonesia" tanpa terjebak pada pobia negara
Islam. Akan tetapi, kesadaran terhadap besarnya kontribusi dan pergulatan Islam
dalam proses "menjadi Indonesia" sangat urgen di tengah mewabahnya
wacana yang hendak membelokkan sejarah, sehingga kontribusi Islam diabaikan
dalam kitab besar sejarah bangsa ini. Islam keindonesiaan lahir dari
"rahim" pergulatan Islam dengan budaya lokal yang muncul seiring
lahirnya gagasan mendialogkan Islam dengan dimensi lokalitasnya. Upaya
mengadaptasikan konsep-konsep ajaran universal Islam dengan nilai-nilai
kebudayaan lokal yang tumbuh dalam masyarakat merupakan ikhtiar reinventing
Islam keindonesiaan.
Identitas Islam
keindonesiaan sejauh ini dimaknai sebagai Islam berwajah Indonesia, bukan Islam
arabisme tetapi "nilai langit" Islamisme yang didaratkan di bumi
nusantara. Semangat ini sama dengan semangat pribumisasi Islam yang digagas
Abdurrahman Wahid. Pribumisasi diajukan Gus Dur bukan sebagai upaya untuk
menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan-kekuatan budaya setempat,
tetapi agar budaya itu sendiri tidak hilang. Hal ini kemudian diracik dari
proses dialog antara Islam dengan realitas, antara Islam dengan budaya lokal
sehingga kehadiran Islam tidak mencerabut identitas lokalitas. Inilah semangat
Islam pribumi, wajah Islam indonesia. Islam Indonesia adalah Islam yang telah
mengalami lokalisasi kultural di berbagai wilayah, sehingga tidak menjadikan
Islam Arab sebagai Islam ideal. Islam di Arab dan Islam di Indonesia berbanding
lurus, bahkan Islam di Indoensia boleh jadi lebih berperadaban.
Keislaman dan
keindonesiaan menjadi satu kesatuan dan mustahil dipisahkan, sebab kehadiran
Islam sebagai transformator bagi masyarakat yang diselimuti kebodohan menjadi
masyarakat bermartabat dan berperadaban. Islam pun tercatat berhasil merekatkan
wilayah nusantara dalam kultur keindonesiaan dan dalam bingkai integrasi.
B.
Macam-Macam Identitas Peradaban Islam Di Indonesia
1.
Bentuk material identitas peradaban islam
indonesia
a.
Bangunan Masjid
Upaya rekonsiliasi memang wajar antara agama dan budaya di
Indonesia dan telah dilakukan sejak lama serta bisa dilacak bukti-buktinya.
Masjid Demak adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu.
Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru'
dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan
Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap
keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan .
Tidak hanya masjid Demak saja sebagai warisan budaya sekaligus
identitas islam di Indonesia namun masih banyak masjid lain di Nusantara
sebagai warisan budaya yang pada umumya bentuk fisik bangunannya sangat
bermakna filosofis sebagai hasil penggabungan budaya asli lokal dengan budaya
islam. Seperti contoh Masjid dan Menara Kudus.
b.
Pesantren dan Madrasah
Pesantren adalah salah satu segmen dalam masyarakat Indonesia yang
memiliki akar sangat kuat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, bahkan bisa
disebut subkultur, sebuah kelompok masyarakat yang memiliki sistem nilai dan
pandangan hidupnya sendiri sebagai bagian dari masyarakat luas. Tetapi karena
tempatnya yang pada umumnya di pedesaan dan menerapkan pendidikan dan tradisi
keagamaan (Islam) tradisional, maka dinamika yang ada di dalamnya kurang
mendapatkan ekspose. Ide pendirian pesantren pada mulanya berasal dari Sunan
Ampel sebagai penyebar islam di Jawa Timur, bertujuan untuk lebih
mengoptimalkan pendidikan agama bagi masyarakat sekitar. Mulanya pesantren di
Indonesia merupakan sebuah surau tempat mengaji para santri yang pada
perkembangan berikutnya menjadi seperti sekarang ini dengan berbagai bentuk
model kurikulum dan bangunan fisik yang indah dan besar .
Madrasah merupakan sebuah nuansa pendidikan yang khas di Indonesia
sebagai hasil perkembangan dunia pendidikan Islam yang menginginkan suatu
konsep pendidikan yang mampu mengintegralkan antara pelajaran umum dengan
pendidikan agama.
2.
Bentuk imaterial identitas peradaban islam indonesia
a.
Politik Kemasyarakatan
Dalam sejarah
perkembangan islam di Nusantara pergelatan politik islam sudah muncul semenjak
zaman penjajahan Belanda yaitu pada masa pergerakan nasional Indonesia.
Pergerakan ini pada perkembangannya mampu menjadi sebuah identitas khas politik
kemasyarakatan islam di Indonesia. Sejarah mencatat berdirinya Sarekat Dagang
Islam 1911 oleh Haji Samanhudi dan Sarekat Islam tahun 1912 diprakarsai oleh
Haji Oemar Said Cokroaminoto .
Pada
perkembangan era setelah merdeka pergerakan identitas politik di Indonesia
ditandai oleh semakin banyaknya partai politik bernuansa islam yang muncul
kepermukaan sejak orde lama ( Masyumi, NU, PMI, PSII, PTI dan lain-lain )
hingga orde baru ( PPP ) dan era reformasi dewasa ini dengan puluhan partai
islamnya.
b.
Sosial Budaya
Mulai tahun
1989 di Indonesia muncul sebuah istilah islam budaya yaitu islam berkembang
sebagai gerakan kebudayaan dan bukan lembaga politik. Islam budaya ini ditandai
dengan lahirnya Undang-undang Peradilan Agama ( UU No:7 Tahun 1989 ) dan
komplinkasi hokum islam berdasarkan Inpres No:1 Tahun 1991. Faktor lain yang
menandai lahirnya islam budaya ialah penyelenggaraan festifal Istiqlal tahun
1991 dan 1995 serta makin berkurangnya menteri non muslim pada masa cabinet
pembangunan VI dan VII .
Islam budaya sebagai bagian dari identitas islam di Indonesia
ditandai oleh semakin banyak dan menjamurnya berbagi organisasi social agama
antara lain: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, ICMI ( 1990 ), BMI ( 1991 ), MUI,
HMI ( 1947 ) dan lain-lain.
c.
Seni budaya ( Tradisi )
Dengan adanya asimilasi budaya islam dengan budaya local Nusantara
dan dibarengi dengan misi penyebaran islam secara damai maka para mubaligh
zaman dulu mengambil strategi menggunakan adat istiadat ( tradisi ) local
sebagai alat penyebaran islam dengan memasukkan ajaran islam kedalamnya.
Ternyata strategi ini sangat berhasil dengan bukti berbondong-bondong
masyarakat yang masuk islam secara sukarela tanpa keterpaksaan. Seperti yang
dikembangkan oleh Sunan Kali Jogo dengan pertunjukan wayang kulit. Model
pakaian masyarakat Indonesia yang beragam namun bernuansa islam juga merupakan
identitas islam seperti peci hitam, sarung dan lain-lain.
Seperti contoh didaerah madura setiap rumah disumenep memiliki
langgar, kenduri memperingati anggota keluarga yang meninggal setiap kamis
malam, puasa bulanan memperingati pendiri sufi Qodiriyah, tajin sora ( makan
bubur dan ayam ) pada bulan muharom/suro dan lain-lain . Contoh lain di Kudus (
Ritual giling tebu, bulus kupatan, sedekah bumi rahtawu, haul, tebokan ampyang,
ketupat ) di Pati ( Budaya Meron ) Demak ( kirap, kupatan ) Semarang (
syawalan, apitan ) Magelang ( Ritual sendang suruh, sungkem roh ) Wonogiri (
bersih desa ) dan lain-lain
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari berbagai
pemaparan diatas maka dapat kami simpulkan terjadinya identitas peradapan islam
di Indonesia tidak terlepas dari sejarah masuk dan berkembangnya islam di
Nusantara. Identitas ini terbentuk secara turun temurun sebagai hasil dari
asimilasi dan pengintegrasian budaya local sebelum islam dengan budaya islam
dari Gujarat dan timur tengah serta kandungan dari Al-Qur’an Hadits.
Di Indonesia
banyak sekali identitas islam yang terbentuk seperti contoh bangunan masjid,
pesantren dan madrasah, organisasi politik islam, organisasi kemasyarakatan
islam serta tradisi / kultur budaya islam disuatu daerah.
B.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami
sampaikan, apabila ada pembahasan yang kurang berkenan kami mohon maaf yang
sebesarnya dan kami juga mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah kami dimasa mendatang. Dan semoga
makalah kami dapat memberikan sedikit wawasan dan bermanfaat bagi kita semua,
amin…..
DAFTAR PUSTAKA
¾ http: Indonesia File.com, Mendialogkan Tradisi Dan Rekonsiliasi
Kultural, 2008.
¾ Firdaus Muhammad, Reinventing Islam Indonesia, Artikel Program
Doktor UIN Syarif Hidatullah Jakarta, 2006.
¾ Alwi Sofwan, Kerajaan Islam Di Demak, Pustaka Al-Alawiyah,
Semarang, 1991.
¾ Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004.
¾ Sucipto Suntoro, Rangkuman Pengetahuan Umum, CV. Bringin 55, Solo,
2004.
¾ Sudirman Tebba, Islam Pasca Orde Baru, PT. Tiara Wacana,
Yogyakarta, 2001.
¾ Taufiq Abdullah, Tradisi dan Kebangkitan Islam Di Asia Tenggara,
LP3ES, Jakarta, 1989.
¾ M. Rosyid, Antropologi Pendidikan, STAIN Kudus Press, Kudus.
www.akhmadrowi.blogspot.com.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !