Headlines News :
.
Home » » Logika & Psikologi Dalam Islam (Anis Mifrokhati FAI Unisfat Demak)

Logika & Psikologi Dalam Islam (Anis Mifrokhati FAI Unisfat Demak)

Written By Unknown on Minggu, 10 November 2013 | 22.46

http://akhmadrowi.blogspot.com


               



Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat islam
Dosen pengampu : Drs. H. Akhmad Rowi, MH
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               











Penyusun :
Anis Mifrokhati

SEMESTER III
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat serta salam selalu terhatur kepada Nabi dan Rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam dengan judul makalah “logika dan psikologi dalam islam”.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada rekan-rekan yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun. Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada orang tua yang telah memberi bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil.
Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan-rekan semua.
Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan do’a dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan  balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Billahittaufiq Wal Hidayah
Demak,   oktober 2013
 
                                                                                                Penulis




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3
BAB I                         : PENDAHULUAN
A.      Latar belakang masalah................................................................................................. 4
B.       Rumusan masalah.......................................................................................................... 4
C.       Tujuan penulisan .......................................................................................................... 5
BAB II                        : PEMBAHASAN
A.      Pengertian psikologi islam........................................................................................... 6
B.       Ruang lingkup psikologi islam.................................................................................... 7
C.       Konsep Psikologi Islami: Paradigma Modern atau Turats Islam Murni..................... 8
D.      Latar Belakang (Manfaat dan Tujuan) psikologi islam............................................... 9
E.       Penerapan Psikologi Islam (nafsiologi) Dalam Pendidikan....................................... 10
BAB III          : PENUTUP
A.                Kesimpulan................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 12




                                                              








BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar belakang masalah
Setelah tumbangnya ideologi komunis (blok timur) sebagai lawan dari kapitalis (blok barat), Islam muncul atau dimunculkan sebagai tandingan ideologi barat, hal ini disatu sisi meresahkan umat Islam, sebab Islam dipaksa menanggung resiko yang tidak ringan. Islam diberbagai belahan dunia disudutkan dengan bermacam cap, bahkan lebih celaka lagi umat Islam sendiri mengalami Islamophobia merasakan menampakkan simbol-simbol keIslamannya.
Dilain pihak umat Islam merasa tertantang dan bangga dengan adanya stigma tersebut, bahkan umat Islam ada yang terjangkit penyakit uforia sebagian Islam ada yang ingin menginginkan Islamisasi di segala bidang, bahkan dalam bidang-bidang ilpeng yang di anggap sebagai produk sekuler, tidak terkecuali ilmu psikologi. Semangat Islamisasi ilmu itu tergambar jelas dalam pernyataan Prof. Muhammad Qutub, seorang pemikir ternama mesir. Ia mengatakan bahwa kita umat Islam tidak memerlukan psikoligi modern, sebab ilmu itu dengan cabang-cabangnya merupakan kumpulan teori dan praktek dari peradapan asing dan kafir (ahmad mubarok, 2000;264). Usulan itu oleh DR. Malik badri di anggap sebagai tindakan yang berlebihan, sebab hal itu seperti menyuruh membuang barang berharga bersamaan dengan barang yang berguna, membuang berlian dengan sampah, atau marah kepada nyamuk,kemudian membakar kelambu. (Hasan langgulung, 1986;306).
Padahal kita tau bahwa psikologi sebagai disiplin ilmu baru muncul pada akhir abad ke-18 M. namun akar-akarnya menghunjam jauh ke dalam kehidupan primitif umat manusia sejak saman dahulu kala. Bahkan Islampun memberikan kepada psikologi, antara lain melalui ide-ide Ibnu sina tentang ilmu pengobatan jiwa, ide ibnu siirin tentang tefsir mimpi, al Ghosali dan al Muhasibi tentang kajian kepribadian yang banyak di serap psikologi modern (barat) sehingga jika membuang ilmu psikologi modern, terbuang juga warisan Islam di dalamnya, (Hasan Langgulung, ibid). Pada tahun lima puluhan di amerika muncul gerakan psikologi Islam. Gerakan ini menurut langgulung, pada umumnya hanyalah satu bagian dari suatu gerakan yang menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjukan alternatif lain terhadap konsepsi manusia. Namun di akui bahwa psikologi Islam masih mengandung banyak problem yang harus di carikan solusinya, di antaranya problem nama, konsep, sistem dll. Dari segi istilah nama beberapa ahli ada yang menamai psikologi Islam oleh jamaluddin ancok, psikolgi fitrah oleh fuad nasori psikologi tasawuf oleh komaruddin hidayah, nafsiologi oleh sukanto mulyomartono.
B.            Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah filsafat islam adalah sebagai berikut :
1.    Apakah definisi dari  psikologi islam itu ?
2.    Apa sajakah ruang lingkup psikologi islam ?
3.    Apakah Konsep Psikologi Islami: Paradigma Modern atau Turats Islam Murni ?
4.    Apakah yang melatar belakangi psikologi islam ?
5.    Bagaimana penerapan Psikologi Islam (nafsiologi) Dalam Pendidikan?
C.            Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah filsafat islam adalah :
1.      Mengetahui definisi psikologi islam.
2.      Mengetahui ruang lingkup psikologi islam.
3.      Mengetahui konsep psikologi islami: paradigma modern atau islam murni.
4.      Mengetahui manfaat yang melatar belakangi psikologi islam.
5.      Mengetahui penerapan psikologi islam dalam pendidikan.















                                                                                                                   







BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian psikologi islam
Hanna Djumhana Bastaman, menjelaskan bahwa Psikologi islam adalah sebuah psikologi yang memiliki karakteristik dan identitas yang semuanya bermuara pada nilai-nilai Islam. Selain itu, psikologi Islam menggunakan akal dan keimanan sekaligus, yakni menggunakan secara optimal daya nalar yang obyektif-ilmiah dengan metodologi yang tepat.
Psikologi Islam dalam tiga pengertian.
Pertama, bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain, seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya.
Kedua, bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-Ruh, al-Nafs, al-Kalb, al-` Aql, al-Damir, al-Lubb, al-Fu’ad, al-Sirr, al-Fitrah, dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Qur’an, al-Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakekat jiwa sesungguhnya.
Ketiga, bahwa Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup.
Sedang menurut Baharuddin, psikologi Islam adalah sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam.
Dari beberapa penjelasan tersebut, psikologi Islam adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan manusia yang normal, dewasa dan beradab, dan didasarkan pada al-Quran sebagai sumber hukum Islam.
Psikologi Islam sudah sepatutnya menjadi wacana sains yang objektif, bahkan boleh dikatakan telah mencapai derajat supra ilmiah. Anggapan bahwa Psikologi Islam masih bertaraf pseudo-ilmiah adalah tidak benar, sebab Psikologi Islam telah melampaui batas-batas ilmiah. Obyektivitas suatu ilmu hanyalah persoalan kesepakatan, yang kriterianya bukan hanya kuantitatif melainkan juga kualitatif. Psikologi Kontemporer telah mendapatkan kesepakatan dari kalangannya sendiri. Demikian juga Psikologi Islam telah mendapatkan kesepakatan dari kalangan kaum muslimin.
Pergulatan dalam pengembangan psikologi Islam masih terus terasa hingga sekarang. Memang sudah banyak forum ilmiah membicarakan hal ini. Paling tidak untuk konteks Indonesia, ada dua kelompok yang mencoba membangun konsep psikologi Islam ini.
Pertama, adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan kemudian bersinggungan dengan konsep-konsep Islam mengenai psikologi. Di samping adanya ketidakpuasan atas bahasan psikologi yang dianggap terlalu sekularistik dan menafikan kondisi kejiwaan hakiki manusia.
Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang mencoba menggali khasanah klasik Islam (at-turat al-Islam) untuk pengembangan keilmuan psikologi Islam. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, namun memiliki akses terhadap literatur-literatur berbahasa Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim klasik yang bersinggungan dengan psikologi, semacam Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn
Psikologi Islam oleh sebagian peminat dan pakarnya sering diposisikan sebagai suatu aliran atau madzhab baru dalam kancah psikologi modern. Psikologi Islam disebut-sebut sebagai madzhab kelima setelah mazhab psychoanalysis, mazhab bihaviorisme, mazhab psikologi humanistik, dan madzhab psikologitranspersonal.
Setidaknya ada sejumlah alasan untuk berharap bahwa psikologi Islam yang didasarkan pada pandangan dunia Islam (Islamc world view) ini akan menjadi fajar baru yang prospektif dalam dunia psikologi.
B.            Ruang lingkup psikologi islam
Jika ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi; fisik-biologis, kejiwaan dan sosio kultural, maka ruang lingkup psikiologi Islam disamping tiga hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian, dimensi spiritual, suatu wilayah yang tak pernah disentuh oleh psikologi barat karena perbedaan pijakan. Psikologi Islam akan mengkaji jiwa dengan memperhatikan badan, keadaan badan manusia sebagai cerminan jiwanya, jadi ekspresi badan adalah salah satu fenomena kaejiawaan. Dalam merumuskan siapa manusia, psikologi Islam tidak hanya melihat dari aspek perilaku badannya saja. Psikologi Islam bermaksuk menjelaskan manusia dengan memulai dari apa kata Tuhan tentang manusia, sebab dalam diri manusia terdapat kompleksitas yang hanya Tuhanlah yang mampu memahaminya.
Kajian tentang manusia meliputi komponen-komponen yang oleh para ilmuwan Islam berbeda pendapat tentang apa saja, kedudukan dan fungsi dari komponen-komponen tersebut. Abdul Razak Al-Kasyani, misalnya mejelaskan bahwa komponen- komponen yang ada dalam diri manusia meliputi ruh, jiwa, hati, dan akal. Menurut Al-Kasyani pada awalnya adalah substansi ruh dan substansi jasad. Setelah keduanya sulit berkomunikasi diciptakanlah jiwa yang merupakan perantara tubuh/jasad dengan ruh. Bisa dikatakan bahwa jiwa terletak antara tubuh dan ruh. Selanjutnya, letak dari hati adalah antara jiwa dan ruh. Selain Al-Kasyani, banyak ahli yang memiliki pandangan tentangan struktur komponen jiwa manusia. Amir bin Usman Al-Makky, sebagaimana diungkapkan oleh Shigeru Kamada, membagi komponen manusia terdiri dari empat tataran, yaitu: raga (tan), qalbu (dil), ruh (jan), dan rahasia (sir). Imam Al-Gazali menghadirkan istilah-istilah ruh, akal, hati, nafsu syahwat, dan-Nafsu ghadhab. Hati adalah raja, akal adalah perdana menteri, nafsu syahwat adalah tax collector pengumpul pajak, sedangkan-Nafsu ghadhab adalah diumpamakan sebagai polisi. Ruh adalah bagian akal yang paling tinggi. Senada dengan Al-Gazali adalah Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir membagi komponen rohani atas qalbu, akal, dan-Nafsu. (Fuad Nasari, Potensi-Potensi Manusia; 111-112). Sedikit berbeda dengan pandangan Al-Gazali, Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ahmad Mubarak menegaskan bahwa subsistem jiwa terdiri atas: qalbu, ruh, akal dan basyrah. Qalbu adalah alat untuk memahami realita dan nilai-nilai. Qalbu memiliki karakter tidak konsisten. Akal merupakan alat potensi untuk menerima ilmu pengetahuan. Ruh merupakan substansi dalam jiwa manusia yang memliki sifat-sifat positif secara alamiah. Terakhir adalah basyirah, yaitu ketajaman hati atau kecerdasan dan kemantapan dalam agama, dan keyakinan dalam hal agama dan realitas. (A. Mubarak,Jiwa  Dalam  Al-Qur’an;109-112).
Menyikapi berbagai uraian di atas, bahwa ruang lingkup psikologi Islam pada awalnya adalah manusia yang memiliki dua substansi asal, yatu ruh dan tubuh (jasad, jism). Ketika keduanya bertemu, maka lahirlah substansi ketiga yaitu jiwa. Jiwa ini bukanlah alat, tetapi ia merupakan sub sistem di mana komponen-komponen yang ada di dalam dirinya berada dalam wadaq jiwa itu. Wadaq jiwa tersebut terdiri atas qalbu, akal, dan-Nafsu. Bagaimana kualitas jiwa sangat bergantung kepada tingkat berfungsinya alat-alat yang bekerja dalam wadaq jiwa tersebut.
C.            Konsep Psikologi Islami: Paradigma Modern atau Turats Islam Murni
Pergulatan dalam pengembangan psikologi Islam masih terus terasa hingga sekarang. Memang sudah banyak forum ilmiah membicarakan hal ini. Paling tidak –untuk kasus Indonesia- ada dua kelompok yang mencoba membangun konsep psikologi Islam ini.
Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan kemudian bersenutuhan dengan konsep-konsep Islam mengenai psikologi. Di samping adanya ketidakpuasan terhadap bahasan psikologi yang dianggap terlalu sekularistik dan menafikan kondisi kejiwaan hakiki manusia. Untuk menyebut beberapa nama pada kelompok ini antara lain seperti Hanna Djumhana Bastaman, Fuad Nashori, Djamaludin Ancok, Subandi, dan kelompok kajian di Yayasan Insan Kamil Yogyakarta. Umumnya mereka menggunakan terma psikologi islami dengan alasan bahwa psikologi modern yang ada tetap digunakan sebagai pisau analisis, namun dimasukkan pandangan-pandangan Islam tentang psikologi. 
Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang mencoba menggali khasanah klasik Islam (at-turats al-islami) untuk pengembangan keilmuan psikologi Islam. Misalnya, Abdul Mujib atau Achmad Mubarok. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, namun memiliki akses terhadap literatur-literatur berbahasa Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim klasik yang bersinggungan dengan psikologi, semacam Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Miskawaih dsb. Mereka menggunakan istilah psikologi Islam dengan alasan mengambil sumber langsung dari khasanah klasik Islam dan kemudian mengkontekstualisasikan dengan pandangan psikologi modern. Umumnya mereka yang berlatar pendidikan dari kampus-kampus yang memiliki akses terhadap literatur Arab, semacam IAIN yang memiliki kecenderungan semacam ini.
  Khasanah klasik Islam sering juga disebut sebagai turats Islam. Dalam buku At-Turats Wa at-Tajdid, Hasan Hanafie mengatakan bahwa turats dapat dinisbahkan kepada dua hal. Pertama, turats Islam adalah kumpulan kitab-kitab dan manuskrip yang tersimpan dalam perpustakaan, gudang, masjid-masjid maupun museum. Di sini, turats berbentuk material yaitu turats tertulis, tersimpan dan tercetak dalam bentuk kitab. Namun, menurutnya lagi, ada bentuk lain dari turats yang bersifat immaterial, yaitu warisan kejiwaan dan adat-istiadat yang telah tertanam dalam jiwa masyarakat.[1]
Secara lebih maju, Aisyah Abdurrahman (yang terkenal dengan nama samaran Bintu Syathi—putri pesisir), dalam bukunya Turatsuna Baina Madli wa Hadlir mengatakan bahwa kita tidak dapat membatasi lingkup turats Islam pada zaman dan wilayah tertentu. Karena turats Islam mencakup seluruh warisan peradaban kuno kita, di sepanjang zaman dan tempat, maka, tentu saja warisan kebudayaan Mesir kuno yang tertulis di atas kertas-kertas papirus adalah termasuk turats Islam pula. Demikian pula halnya peninggalan kerajaan Babylonia, Asyur, Syam, Yaman, Mesir, Maghrib dan wilayah-wilayah lainnya. Hal itu, menurut Aisyah Abdurrhaman, karena seluruh penduduk wilayah tersebut telah memeluk Islam, maka secara otomatis masa lampau mereka menjadi milik Islam pula.[2]
 Dalam kajian-kajian psikologi, turats Islam yang berupa manuskrip tulisan dari cendekiawan muslim klasik cukup banyak, baik yang berupa konsep yang masih potensi maupun yang manifest. Misalnya, konsep perkembangan moral dan rasio seseorang bisa dibaca dalam karya klasik Ibn Thufail yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Atau konsep-konsep umum mengenai nafs, qalb, atau akal yang dikemukakan oleh tokoh semacam al-Ghazali, Ibn Miskwaih, Ibnul Qoyyim al-Jauzi, bahkan pada konsep tentang tabir mimpi yang pernah dibahas oleh Ibn Sirrin jauh sebelum Freud mengemukakan teorinya tentang analisis mimpi.[3]
Turats Islam ini bisa menjadi sumber kajian psikologi dalam perspektif Islam, tinggal bagaimana mengkonseptualisasikan dan mengkontekstualisasikannya dengan kondisi saat sekarang ini. Sayangnya literatur mereka yang menggunakan bahasa Arab belum banyak yang mengakses, justru oleh mereka kaum muslim yang belajar psikologi, khususnya di Indonesia ini.
Dua model pengembangan ini sebenarnya masih tetap perlu dilakukan, meskipun kelemahan-kelemahan fundamental tetap ada. Jika terlalu memfokuskan pada pendekatan modern kemudian melabelkannya dengan Islam, maka yang terjadi adalah bukan muncul suatu ilmu, melainkan hanya menempel-nempelkan yang dianggap cocok (labeling). Apabila ini yang dilakukan maka akan sangat mudah goyah karena fondasinya tidak kuat.
Sedangkan jika turats Islam yang belum dikonseptualisasi dan dikontekstualisasikan akan sulit teraplikasi di zaman sekarang ini. Selain konsep-konsep yang ada adalah konsep filosofis, juga kondisi umat manusia pada abad pertengahan tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan umat manusia sekarang ini.
 Lalu apakah model integralisasi model Faruqi yang dilakukan? Memang banyak tawaran, tinggal mana yang kiranya pas dan mampu diaplikasikan dalam kerangka teoritis akademis maupun aplikasi pragmatis. Pemahaman dan penguasaan terhadap keilmuan modern kontemporer dari Barat bukan suatu hal yang tidak perlu dilakukan. Namun juga tidak kemudian menerima apa adanya (taken for granted) terhadap model-model pemikiran mereka. Langkah kritis terhadap pemikiran mereka perlu dilakukan. Sementara penguasaan turats Islam dijadikan sebagai fondasi pemikiran. Kemudian turats Islam tersebut dikaji, dikritisi, dikonspetualisasi dan dikontekstualisasikan. Tak tertutup kemungkinan melakukan sebuah studi komparasi antara pemikiran-pemikiran Barat tentang psikologi dengan pemikiran-pemikiran yang berasal dari turats Islam.
D.           Latar Belakang (Manfaat dan Tujuan) psikologi islam.
Paling tidak terdapat dua latar belakang bagi perlunya kehadiran psikologi Islam yang telah banyak disebutkan oleh para ahli psikologi, yang pertama, Islam mempunyai sudut pandang yang fundamental terhadap diri manusia dan segala keadaannya, berbeda dengan sudut pandang psikologi konvensional (barat) baik dari aspek filosofi, metodologi, dan pendekatannya. Al-qur’an sebagai sumber pertama Islam mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia, melalui Al-Qur’an Allah memberitahukan banyak tentang rahasia-rahasia manusia.
Untuk mengetahui tentang hakikat manusia secara filosofis Al-Qur’an menjadi acuan utama bagi pengembangan ilmu psikologi. Psikologi barat yang berkembang saat ini mempunyai kelemahan- kelemahan yang bersifat fundamentalis, baik secara filosofis maupun secara praktis. Psikoanalisis Sigmund Freud ,menganggap sinting (delusi) orang yang percaya Tuhan dan aliran behavioristik tidak peduli akan adanya Tuhan. Hal ini akan mendorong akan pentingnya adanya psikologi yang berwawasan theosentris (berketuhanan) yaitu psikologi Islam. Alasan kedua adalah adanya kesadaran bahwa psikologi modern menghadapi beragam krisis. Ahli-ahli psikologi modern baik dari kalangan muslim maupun non muslim telah melontarkan sejumlah kritik terhadap psikologi modern. Malik B. Badri seorang ilmuwan muslim dari Sudan telah melakukan koreksi teoritis dan praktis terhadap psikologi modern. Bahkan Gordon Westland (1978) seorang ilmuwan psikologi barat memandang bahwa krisis psikologi modern telah berkembang sedemikian jauh hingga dapat dikategorikan menjadi berbagai macam krisis.
Diantaranya adalah krisis kegunaan (The usefullness crisis), krisis laboratorium (Laboratory crisis), krisis filsafat (The philosophical crisis), krisis profesi (The professional crisis), krisis etika (The ethical crisis), dan krisis resolusi (The resolution crisis). (Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori: 1995; 139).
Tugas psikologi Islam berbeda debgan psikologi barat, psikologi barat hanya menerangkan (explanation) memprediksi (prediction) dan mengontrol (countroling) terhadap prilaku manusia. Sedang psikologi Islam menerangkan, memprediksi, mengontrol dan mengarahkan untuk memperolrh ridho Allah. Jadi misi utama psikologi Islam adalah menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecenderungan alaminya dan fitrahnya untuk kembali kepada Allah SWT. Psikologi Islam dibangun dengan menggunakan Al-Qur’an sebagain acuan utamanya dan Al-qur’an diturunkan bukan semata-mata untuk umat Islam melainkan untuk kebaikan manusia (Q.S. 14: 1) karena itu psikologi Islam dibangun dengan arah untuk kesejahteraan manusia. Tujuan utama pengembangan psikologi Islam adalah untuk memecahkan problem dan mengembangkan potensi individual dan komunal manusia melalui cara yang tepat dalam memahami hidup mereka.
E.            Penerapan Psikologi Islam (nafsiologi) Dalam Pendidikan.
Psikologi Islam sebagai salah satu disiplin ilmu yang dibangun dan dikembangkan atas prinsip-prinsip al-Qur’an dan as-Sunah, di samping mengemban misi untuk menerangkan, memprediksi, mengontrol dan mengantarkan manusia dalam memenuhi kecenderungan untuk kembali kehadiratnya, juga untuk mengarahkan mencapai rido-Nya. Sumber psikologi Islam tidak hanya al-Qur’an dan Sunah tetapi juga pemikiran para ulama, oleh karena itu kami akan mencoba mengungkapkan salah satu sumber psikologi Islam yaitu “tasawuf” yang oleh barat di sebut istilah “sufisme”. Sufisme adalah dimensi batiniah (esoterik), dalam agama Islam sebagai sisi lain dari demensi lahiriah (eksoterik), dan banyak pihak yang berkeyakinan bahwa tasawuf merupakan inti dari ajaran Islam. Sufisme Islam dapat di jadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan psikologi Islam, seperti ar-ruh, an-nafsu, al-aqlu, al-qolbu, kondisi psycho mistis, penyakit hati dan berbagai macam metode untuk meningkatkan derajat kemanusian menuju insan kamil (Fuad Nashari, 1994; 105).

Catatan akhir :
[1] Lihat dalam artikel Abdul Hayyie al Kattani, Rekayasa Masa Depan Islam: Dengan Revitalisasi Warisan Klasik Islam (Turats) Sebaga Illustrasi,dalam http://www.kmnu.org/
[2] Ibid
[3] Untuk studi mendalam ada buku yang mencoba menelusuri pemikiran-pemikiran mereka dengan judul ‘Ilm an-Nafs fi at-Turats al-Islami. Buku ini berupa kumpulan tulisan dari beberapa cendekiawan dan ilmuwan tentang psikologi dengan jumlah tiga jilid dan diterbitkan di Mesir oleh IIIT Mesir tahun 1996. kemudian adalagi buku dengan judul Abhats Nadwat ‘Ilm an-Nafs yang juga berupa kumpulan tulisan dan diterbitkan pula oleh IIIT Mesir tahun 1989. Buku terbaru Dr ‘Utsman Najati juga mencoba membuat kodifikasi pandangan filosof muslim terhadap jiwa manusia dengan judul Jiwa dalam Pandangan Filosof Muslim (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002) yang intinya juga melakukan kajian terhadap turats Islam.











BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.    Menurut kami psikologi Islam adalah psikologi konvensional barat yang telah di jiwai dan dijastifikasi oleh Islam. Alasannya adalah psiko manusia sebagai obyek kajiannya telah mendapatkan kajian dan penelitian ilmiah oleh barat secara riil, rasional, dan terbukti bermamfaat dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat. Dan ini merupakan dari bagian sunatullah atau hukum alam yang telah di letakkan oleh Allah di bumi, yang telah di kaji oleh ilmuan barat mendahului umat Islam. Padahal Allah telah menganjurkan untuk menkaji hukum alam ini, yang di antaranya psiko manusia. Tema-tema seperti pikiran, ingatan, imajinasi, ilusi, potensi, halusinasi, dan lain sebagainya banyak mendapatkan perhatian dalam kajiamn barat. Dalam Islam tema-tema tersebut kurang mendapatkan kajian mendalam yang berangkat dari nash-nash al-qur’an dan hadis yang di padikan dengan kajian impiris dan eksperimen.
2.                       Tema-tema seperti ruh, qalbu, nafsu dan aqlu adalah tema yang mendapakan kajian dalam Islam, kajian yang berangkat dari nas-nas al-Qur’an dan Hadis tetapi kurang dalam kajian empiris dan eksperimen, seperti kajian imam ibn al-Qoyyim al-jauzi dalam kitabnya “ar-Ruh”, imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin juz 3 dan Syaikh Said Hawwa dalam kitabnya “Tarbiat ar-Ruiyah”. Mereka telah melakukan kajian yang mendalam pada empat tema ini. Dan tema-tema ini juga banyak mendapatkan kajian dalam referensi kaum sufi.
3.  Kajian mutakhir dari psikolog muslim tentang psikologi yang betul-betul berangkat dari nas al-Qur’an dan al-Hadist yang dipadukan dengan kajian empris dan eksperimen masih belum banyak ditemukan, karena itu bisa dikatakan bahwa psikologi Islam masih dalam proses perkembangan.
4. Kajian yang dilakukan sebagian ahli psikologi Islam berkaitan dengan potensi ar-Ruh, an-Nafs, al-Qalb, al-Aql bisa memberikan jalan awal bagi perkembangan kajian ini, dan juga bagi dunia pendidikan yang sekarang ini mengalami kemerosotan mutu pendidikan.









DAFTAR PUSTAKA
1.             Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
2.             Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
3.             Abdul Hayyie al Kattani, Rekayasa Masa Depan Islam: Dengan Revitalisasi Warisan Klasik Islam (Turats) Sebaga Illustrasi, http://www.kmnu.org/.
4.             Fuad Nashori, Agenda Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
5.             Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
6.             Kartanegara, Mulyadhi, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon Terhadap Modernitas, Jakarta: Erlanga, 2007.
7.             Mubarok, Achmad, Jiwa dalam Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2000.
8.             Mudhafir, Ali, Kamus Istilah Filsafat, Yogyakarta: Liberty, 1992.
9.             Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali, 2001.
10.         Nadvi, Syed Habibul Haq, The Dynamics of Islam, terj. Asep Hikmat, Bandung: Risalah, 1982.
11.         Najati, Muhammad Utsman, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, terj. Gazi Saloom, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.




                                                                                              



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok