Headlines News :
.
Home » , » Kesatuan Filsafat (Chafidatul Munafiah FAI Unisfat Demak)

Kesatuan Filsafat (Chafidatul Munafiah FAI Unisfat Demak)

Written By Unknown on Selasa, 12 November 2013 | 18.15

www.akhmadrowi.blogspot.com MAKALAH KESATUAN FILSAFAT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Islam Dosen Pengampu Drs. H. Akhmad Rowi, M.H Disusun oleh : Chafidatul Munafiah NIM : C.1.4.12.0037 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK TAHUN 2013   BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran tentang adanya Filsafat tidak memberikan petunjuk-petunjuk untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi, juga tidak melukiskan tekhnik baru untuk membuat bom atom. Sebenarnya jika dalam filsafat anda mencari jawaban yang terakhir terhadap persoalan yang anda hadapi yakni jawaban yang disepakati oleh semua filsuf sebagai hal yang benar, maka anda akan bersedih hati dan kecewa. Hasil mempelajari filsafat anda akan dapat menyusun suatu system filsafat yang didalamnya anda dapat menempatkan persoalan-persoalan yang anda hadapi dan memberikan jawaban-jawaban yang kiranya sah. Dalam pembahasan terbiasa mengadakan penalaran-penalaran secara tetap, dan memurnikan pikiran-pikiran secara tetap pula. Sehingga anda akan siap mendapati bahwa penyelesaian anda sering tidak memadahi dan bersifat sementara, serta tidak diterima oleh banyak orang. Beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa tujuan filsafat adalah pengumpulan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk yang sistematis. Dalam makalah ini penulis hendak membahas tentang “Kesatuan Filsafat” dengan harapan mampu menjawab tantang kebimbangan pembaca mengenai filsafat-filsafat yang telah ada dan telah menjadi panutan hidup kita bersama dalam bernegara, seperti pancasila misalnya. B. Permasalahan Dari latar belakang diatas maka penulis hendak mengangkat permasalahan yang ada, yaitu: 1. Apakah pengertian dari filsafat? 2. Apa yang dimaksud dengan kesatuan filsafat? 3. Bagaimanakah pemikiran dari beberapa tokoh tentang filosof muslim?   BAB II PEMBAHASAN 1. Filsafat a. Pengertian Filsafat Filsafat sering kita dengar, namun pengertiannya belum tentu sesuai dengan arti yang sebenarnya. Pengertian filsafat antara satu tokoh dengan tokoh yang lainpun tidak sama. Sebagaimana arti filsafat yang kita ketahui adalah suatu pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu seperti filsafat pancasila dan filsafat islam. Filsafat sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, yang kemudian orang menyebutnya dengan filsafat. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution kata filsafat dari bahasa Yunani yaitu philein dan sophos yang artinya cinta dan hikmah (wisdom). Ada juga yang berpendapat bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab yakni dari kata falsafah, dan masih banyak lagi pengertian-pengertian yangn lain. Dari pengertian filsafat secara etimologi, maka filsafah mengandung arti: 1) Pengetahuan tentang hikmah 2) Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar 3) Mencari kebenaran 4) Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas. b. Ciri-ciri Pikiran kefilsafatan Pikiran kefilsafatan terdapat beberapa jenis yakni: 1) Suatu bagan konsepsional Sebagai konsekuensi dari filsafat sebagai suatu bagan yang konsepsional adalah seorang filsuf tidak hanya membicarakan dunia yang ada disekitarnya dan dunia yang ada dalam dirinya sendiri, namun juga membicarakan perbuatan berpikir itu sendiri. 2) Sebuah system filsafat harus bersifat koheren Disini yang dimaksud keheren adalah runtut, yaitu sebuah pemikiran filsafat harus bersifat runtut 3) Filsafat merupakan pemikiran secara rasional Filsafat merupakan pemikiran secara rasional adalah bagan yang bagiannya secara logis berhubungan satu dengan lainnya. 4) Filsafat merupakan pemikiran secara rasional filsafat senantiasa bersifat menyeluruh (komprehensif) Maksud dari komprehensif adalah tidak ada sesuatupun yang berada diluar jangkauannya. 5) Suatu pandangan dunia Filsafat sebagai pandangan dunia secara singkat yang dimaksud adalah memberi pemahaman segenap kenyataan dengan jalan menyusun suatu pandangan dunia. 2. Kesatuan Dalam Filsafat a. Pengertian kesatuan filsafat Kata kesatuan berasal dari kata dasar satu yang mendapatkan imbuhan ke-an yang berarti bersatunya beberapa unsur. Filsafat sendiri adalah pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu. Jadi kesatuan filsafat adalah bersatunya pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu. Seperti yang telah kita ketahui bahwa filsafat dapat ditinjau dari tinjauan ontology, epistemology, aksiologi dan sebagainya. Ketika filsafat-filsafat itu digabungkan akan menjadi sebuah produk yang dapat menjadi sebuah pandangan hidup atau tujuan hidup dari sekelompok orang atau golongan. b. Contoh kesatuan filsafat Contoh yang dapat kita ketahui bersama dari kesatuan filsafat diantaranya filsafat pancasila, filsafat pendidikan, dan filsafat Islam. Filsafat-filsafat tersebut tidak hanya terdiri dari satu pandangan hidup atau satu unsur filsafat saja , namun gabungan dari beberapa unsur filsafat. Sebagai kesatuan filsafat pancasila mempunyai isi yang abstrak umum dan universal. Yang dimaksud disini adalah pancasila sebagai filsafat yang secara operasional telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing silanya.   3. Pemikiran Beberapa Tokoh Filsuf Muslim a. Al-Gazali/ 1050-1111 M (Tahafutut al-Falasifah) “Pemikiran Tentang Pendidikan” Dilihat dari Ihya Ulumiddin bab pertama, al-Ghazali adalah penganut kesetaraan dalam dunia pendidikan, ia tidak membedakan kelamin penuntut ilmu, juga tidak pula dari golongan mana ia berada, selama dia islam maka hukumnya wajib. Tidak terkecuali siapapun. Ia juga termasuk penganut konsep pendidikan tabula rasa (kertas putih) dan pendidikan bisa mewarnainya dengan hal-hal yang benar.Sekalipun Ihya Ulumiddin dianggap sebagai kitab intisari pemikiran al-Ghazali yang paling komplit, pengertian pendidikan masih belum dirumuskan secara jelas karena pembahasannya memang belum sampai pada tahap tersebut. Tetapi walaupun demikian, pengertian pendidikan menurut al-Ghazali dapat ditelusuri dari pernyataan-pernyataan yang diungkapkan melalui karyanya sebagaimana kutipan berikut: “Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malaikat tinggi.” “Dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu yang beku yang tidak berkembang.” Pada kutipan pertama, kata ‘hasil’ menggambarkan proses, kata ‘mendekatkan diri kepada Allah’ menunjukkan tujuan, dan kata ‘ilmu’ menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan kedua dijelaskan perihal sarana penyampaian ilmu yaitu melalui pengajaran. Mengenai keberlangsungan proses pendidikan, al-Ghazali menerangkan bahwa batas awal berlangsungnya pendidikan adalah sejak bersatunya sperma dan ovum sebagai awal kejadian manusia. Adapun mengenai batas akhir pendidikan adalah tidak ada karena selama hayatnya manusia dituntut untuk melibatkan diri dalam pendidikan sehingga menjadi insan kamil. Ditambahkan pula bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai satu-satunya jalan untuk menyebarluaskan keutamaan, mengangkat harkat dan martabat manusia, dan menanamkan nilai kemanusiaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa sangat bergantung pada sejauhmana keberhasilan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Selain itu, pengajaran dan pendidikan harus dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan perkembangan psikis dan fisik anak. Dari berbagai hadist yang dikutip oleh al-Ghazali dalam bukunya dan juga beberapa pernyataannya tentang pendidikan dan pengajaran, dapat dirumuskan sebuah pengertian tentang pendidikan oleh al-Ghazali yaitu “proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna”. b. Ibnu Maskawaih dan ibnu Thufail • Ibnu Maskawih o Filsafat Jiwa (al nafs) Menurut Ibnu Maskawaih, Jiwa berasal dari limpahan akal aktif (‘aqlfa’al). jiwa bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh salah satu panca indera.Jiwa tidak bersifat material, ini dibuktikan Ibnu Maskawaih dengan adanya kemungkinan jiwa dapat menerima gambaran-gambaran tentang banyak hal yang bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya, jiwa dapat menerima gambaran konsep putih dan hitam dalam waktu dalam waktu yang sama, sedangkan materi hanya dapat menerima dalam satu waktu putih atau hitam saja. Ibnu Maskawaih menonjolkan kelebihan jiwa manusia atas jiwa binatang dengan adanya kekuatan berfikir yang menjadi sumber pertimbangan tingkah laku, yang selalu mengarah kepada kebaikan. Lebih jauh menurutnya, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut: - Al nafs al bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk. - Al nafs al sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang. - Al nafs al nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik. o Filsafat Akhlaq Sebagai “Bapak Etika Islam”, Ibnu Maskawaih dikenal juga sebagai Guru Ketiga (al Mu’allim al tsalits), setelah al Farabi yang digelari Guru Kedua (al Mu’allim al tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama (al Mu’allim al awwal) adalah Aristoteles. Teori Maskawaih tentang etika dituangkan dalam kitabnya yang berjudul Tahzib al Akhlaq wa That-hir al ‘Araq (Pendidikan budi pekerti dan pembersihan watak). Kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Ibnu Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya. Dengan kata lain, khuluq merupakan keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan secara spontan. Keadaan jiwa tersebut bisa merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula berupa hasil latihan membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan baik. Dari pengertian itu dapat dimengerti bahwa manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawa fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat. Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya. • Ibnu Thufail Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu ‘Abd al Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail. Ia merupakan pemuka pertama dalam pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Thufail lahir pada abad VI H di kota Guadix, propinsi Granada. Keturunannya merupakan keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais. Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik di Granada. Karena ketenaran atas jabatan tersebut, ia diangkat sebagai sekretaris Gubernur di propinsi itu. Pada tahun 1154 M (549 H) ia menjadi sekretaris pribadi Gubernur Ceuta dan Tangier, penguasa Spanyol pertama yang merebut Maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi serta menjadi qadhi di pengadilan pada masa Khalifah Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H – 580 H). o Falsafah Hayy bin Yaqdhan Sebagaimana umumnya para filosuf yang tenggelam dalam kerja kontemplatif Ibnu Thufail juga berfikir tentang alam dan bagaimana proses-prosesnya serta agama dan bagaimana kemunculannya. Kemudian beliau merangkum hasil-hasil pencerahannya dalam karyanya yang terkenal yang diberi nama hayy bin yaqdhan (hidup anak kesadaran, yang bermaksud bahwa intelek manusia berasal dari intelek Tuhan ) atau di kenal juga sebagai asraar al falsafah al isyraqiyah (rahasia-rahasia filsafat eluminasi). Di roman filsafatnya Ibnu Thufail juga ingin menyampaikan bahwa kebenaran ternyata memiliki dua wajah internal dan eksternal yang sebenarnya sama saja. Dan kedua wajah tersebut berkaitan dengan dikhotomi dua kalangan manusia yaitu kalangan khowash yang mampu mencapai taraf kecerdasan tertinggi baik melalui diskursus filosofis maupun pencerahan mistik (kasyaf) dan kalangan awam yang tak mampu mencapainya dan hanya mampu mengerti bahasa literal dari matan-matan kudus wahyu keagamaan. c. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Filsafat Pendidikan Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya. Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. d. Pemikiran Filsafat Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori Kebenaran Ganda) Salah satu Pemikiran Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah-masalah tersebut pada porsinya dari seorang al-Ghazali.Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam buku ini Ibn Rusyd menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam berfikirnya. e. Pemikiran Filsafat Suhrawardi / 1158-1191 M (Isyraqiyah / Illuminatif) Pokok pemikiran Suhrawardi adalah tentang teori emanasi, ia berpendapat bahwa sumber dari segala sesuatu adalah Nuur An-Nuur (Al-Haq) yaitu Tuhan itu sendiri. Yang kemudian memancar menjadi Nuur al-Awwal, kemudian memancar lagi mejadi Nuur kedua, dan seterusnya hingga yang paling bawah (Nur yang semakin tipis) memancar menjadi Alam (karena semakin gelap suatu benda maka ia semakin padat).Pendapatnya yang kedua adalah bahwa sumber dari Ilmu dan atau kebenaran adalah Allah, alam dan Wahyu bisa dijadikan sebagai perantara (ilmu) oleh manusia untuk mengetahui keberadaan Allah. Sehingga keduanya, antara Alam dan Wahyu adalah sama-sama sebagai ilmu. f. Pemikiran Filsafat Islam Lainnya. 1) Al-Kindi (806-873 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat, fisika dan metafisika (hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan sifat-sifatNya), Roh (Jiwa), dan Kenabian. 2) Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan terhadap kenabian dan wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa dan materi. 3) Al-Farabi (870-950 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika (hakekat Tuhan), teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan teori kenabian. 4) Ibnu Shina (980-1036 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : fisika dan metafisika, filsafat emanasi, filsafat jiwa (akal), dan teori kenabian. 5) Ibnu Bajjah (1082-1138 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat akhlaq, dan Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri). 6) Ibnu Yaufal (1082-1138 M) Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin yaqadhan.   BAB III PENUTUP C. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan uraian makalah diatas adalah: 1. Filsafat adalah pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu 2. Kesatuan filsafat adalah bersatunya pandangan hidup yang mengandung nilai-nilai dasar tertentu 3. Contoh dari kesatuan filsafat diantaranya filsafat pancasila, filsafat pendidikan, dan filsafat agama Dalam bagian akhir ini, ada tiga hal yang perlu disampaikan. Pertama, bahwa perjalanan pemikiran filsafat islam ternyata mengalami pasang surut; pertama-tama disambut dengan baik karena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi pemikiran-pemikiran, tapi kemudian dicurigai karena ternyata tidak jarang justru digunakan untuk menyerang ajaran agama yang dianggap baku, khususnya pada masa Ibn Hanbal. Setelah itu, filsafat dibela kembali oleh al-Farabi dan mencapai puncak pada masa Ibn Sina, tapi kemudian jatuh lagi oleh serangan al-Ghazali, bangkit lagi pada masa Ibn Rusyd tapi akhirnya tidak terdengar suaranya, sampai sekarang, kecuali dalam mazhab Syi`ah. Kedua, bahwa filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam tidak hanya logika Aristoteles, tetapi juga pemikian mistik Neo-platonis dan yang lain. Hal ini bisa dilihat dari beragamnya model filsafat yang ada dalam Islam. Misalnya, al-Farabi dan Ibn Sina yang Platonis dalam konsepnya tentang emanasi, dan Ibn Rusyd yang Aristotelian ketika menjawab serangan al-Ghazali. Ketiga, kecurigaan dan penentangan yang diberikan oleh sebagian tokoh muslim terhadap logika dan pemikiran filsafat, bukan semata-mata disebabkan bahwa ia berasal dari luar Islam tetapi lebih didasarkan atas kenyataan bahwa -saat itu- filsafat mengandung dampak yang berbahaya bagi aqidah masyarakat. Apa yang dilakukan Ibn Rawandi (lahir 825 M) dan al-Razi (865-925 M) yang sampai menolak kenabian karena mengikuti filsafat, juga apa yang dilakukan oknum tertentu yang mengatasnamakan filsafat pada masa al-Ghazali adalah bukti nyata tentang hal itu. Peradaban Islam melahirkan banyak ahli filsafat yang ternama. Namun entah mengapa filsafat dan kesusastraan Islam tetap dianggap sebagai satu kelompok yang hilang dalam sejarah pemikiran manusia. Jangan heran bila dalam studi sejarah pemikiran lebih mengenal tokoh-tokoh yang berasal Yunani dan Barat ketimbang dari Islam. Meskipun para ulama Islam yang ahli di bidang pemikiran dan kebudayaan dianggap berilian seperti Plato dan Aristoteles. Karena itu, kajian-kajian mengenai tokoh-tokoh Islam berkenaan dengan khazanah intelektual Islam masih perlu ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya., namun mereka tak mendapat tempat yang sewajarnya dibandingkan dengan tokoh Yunani   DAFTAR PUSTAKA A. Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997 Harun Nasution, Filsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1973 Jalaludin, Filsafat Pendidikan (Manusia, filsafat dan Pendidikan), PT Raja grafindo persada, Jakarta 2001 Kattsoff. Louis O, Elements of Philosophy, The Ronald Press Company,New York 2004 Zuhairin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995 www.akhmadrowi.blogspot.com
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok