Headlines News :
.
Home » » Logika dan Psikologi dalam Islam

Logika dan Psikologi dalam Islam

Written By Unknown on Selasa, 17 September 2013 | 23.39


MAKALAH
LOGIKA DAN PSIKOLOGI DALAM ISLAM





Dibuat Oleh :
Nama                   : Nur Lailiyah
Semester     : 3 ( Tiga )
Jurusan      : Fakultas Agama Islam


UNIVERSITAS SULTAN FATAH
Tahun Pelajaran 2012/2013

LOGIKA DAN PSIKOLOGI DALAM ISLAM
Psikologi merupakan kelanjutan studi tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka banyak sekali konsep dalam psikologi dapat ditemukan yang berasal dari kehidupan hubungan antar manusia. Psikologi dapat diartikan ilmu jiwa, karena jiwa sering dikorelasikan dengan masalah mistik, kebatinan, dan kerohanian. Selain itu objek utama Psikologi bukanlah jiwa karena jiwa tidak dapat dipelajari secara ilmiah. Objek Psikologi adalah tingkah laku manusia atau gejala kejiwaan. Sedangkan menurut para ahli bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Dengan demikian psikologi sufistik merupakan Psikologi agama yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya untuk memusatkan jiwa, memperoleh kejernihan hati sanubari dan kesempurnaan rohani berdasarkan pendekatan psikologi.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution intisari dari mistisisme, termasuk di dalamnya sufistik, ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Sebelum melangkah kepada masalah sufistik kita berusaha untuk meninjau, latar belakang timbulnya hal itu dari berbagai segi dan efek psikologi.
Dari kata Tashawuf muncul sebutan sufi untuk orang Islam yang menjalani kehidupan sufistik. Tasawuf juga disebut mistisisme Islam. Annemarie Schimmel (2000) dalam dimensi Mistik dalam Islam mengatakan bahwa dalam kata mistik itu terkandung sesuatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual. Mistik bisa didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal yang mungkin disebut kearifan, Cahaya, Cinta atau nihil.
Di dalam psikologi dipelajari tentang hal-hal yang termasuk Mistisisme diantaranya:
1. Ilmu Ghaib.
Yang dimaksud di sini adalah cara-cara dan maksud menggunakan kekuatan-kekuatan yang diduga ada di alam gaib, yaitu yang tidak dapat di amati oleh rasio dan pengalaman phisik manusia.
Berdasarkan fungsinya kekuatan gaib itu dapat dibagi menjadi:
Ø  Kekuatan gaib hitam (black magic) untuk dan mempunyai pengaruh jahat.
Ø  Kekuatan gaib merah (red magic) untuk melumpuhkan kekuatan atau kemauan orang lain.
Ø  Kekuatan gaib kuning (yellow magic) untuk praktek occultisme.
Ø  Kekuatan gaib putih (white magic) untuk kebaikan.
2. Magis
Ialah suatu tindakan dengan anggapan, bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkannya dengan tidak memperhatikan hubungan sebab akibat secara langsung antara perbuatan dengan hasil yang diinginkannya.
3. Kebatinan.
Menurut pendapat Prof. Djojodiguno berdasarkan hasil penelitiannya, aliran kebatinan dapat dibedakan:
a.       Golongan yang berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan selama
manusia itu masih hidup agar manusia itu merasakan dan mengetahui hidup di alam yang baka sebelum mausia itu mengalami mati.
b.      Golongan yang berniat mengenal Tuhan selama manusia itu masih hidup dan menebus dalam rahasia ketuhanan sebagai tempat asal dan kembalinya manusia.
c.       Golongan yang berhasrat untuk menempuh budi luhur di dunia serta berusaha
menciptakan masyarakat yang saling harga menghargai dan mencintai dengan senantiasa mengindahkan perintah- perintah Tuhan.
Ilmu kebatinan pada umumnya bermaksud untuk menemukan jalan yang dapat menempatkan manusia pada tempat yang sewajarnya di tenga-tengah masyarakat di dunia dan juga dalam hubungannya dengan Tuhan. Dalam kehidupan sufistik diajarkan tentang bagaimana mereka harus mengatur hidupnya dan bagaimana mereka masing-masing dapat hidup secara harmonis yang mengandung ketenangan dan rasa damai dengan masyarakat serta dengan Tuhannya melalui pengalaman syarat-syarat ilmunya. Mengenai pelaksanaan syarat-syarat ilmu tergantung dari individu masing-masing.
Menurut para psikologi bahwa gejala jiwa manusia itu dapat dibagi atas:
Ø  Gejala jiwa yang normal yang terdapat pada orang yang normal.
Ø  Gejala jiwa a-normal terdiri dari

1. Gejala jiwa supra-normal yang terdapat pada tokoh-tokoh pemimpin yang terkenal dan 
    genius.
2. Gejala jiwa paranormal
    Gejala jiwa yang terdapat pada manusia normal dengan beberapa kelebihan yang  
    menyebabkan beberapa kemampuan berupa gejala-gejala yang terjadi tanpa melalui
    sebab akibat panca indera.
3. Gejala jiwa abnormal: gejala jiwa yang menyimpang dari gejala biasa karena beberapa    
    gangguan (sakit jiwa).
Kemampuan-kemampuan yang demikian banyak terdapat dalam praktek kehidupan sehari-hari terutama dalam kalangan penganut ilmu kebatinan. Karena korelasinya erat dengan masalah kejiwaan dan kepercayaan.
Oleh karena itu para psikologi adalah cabang ilmu jiwa yang mempelajari tentang “gejala-gejala jiwa yang terjadi tanpa dengan panca indera serta perubahan perubahan yang bersifat fisik yang digerakkan oleh jiwa tanpa menggunakan kekuatan yang terkait dalam tubuh manusia”
Di dalam tasawuf dikenal prinsip asasi tasawuf yang berarti bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Allah. Sedangkan roh manusia, menurut tasawuf yang biasa juga disebut sufisme, anugrah Tuhan dan berasal dari roh-Nya. Oleh karena itu ia ingin berhubungan dengan sumber aslinya. Pendapat roh manusia berasal dari roh-Nya memang sejalan dengan apa yang dikemukakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah:

                              فَاِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَخْتُ فِيهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوالَهُ سَجِدِيْنَ
Artinya: Maka apabila Aku (Allah telah menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud. (Q.S Al Hijr 15:29).
Sufistik adalah kegiatan yang lebih menitik beratkan pada aspek asoteris Islam atau kegiatan-kegitan masalah mistik, kebatinan, dan kerohanian . Kegiatan aspek ke dalam dari Islam ini lebih banyak dipengaruhi oleh rasio, atau setidak-tidaknya oleh rasio dan wahyu yang berbentuk syari’ah.
Telah dimaklumi bahwa tujuan sufi adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan, Sehingga ia dapat melihat Tuhan dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar tentang ini adalah:
a. Tuhan bersifat rohani, maka bahagian yang dapat mendekatkan diri dengan-Nya adalah
 
    roh manusia bukan jasadnya.
b. Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatkan-Nya
    adalah roh yang suci.

Pensucian roh dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Memperbanyak beribadah kepada Allah
2) Menghilangkan ketergantungan kepada dunia dan materi.
Atas dasar itulah, maka sufisme dapat dikatakan suatu ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui pensucian roh-Nya. Dalam tradisi pendidikan Islam, tasawuf selama ini lebih identik dengan sebuah proses untuk mendekatkan bahkan menyatukan manusia denagan Tuhan-nya melalui kontemplasi, dzikir, ketundukan, dan totalitas, kepasrahan terhadap tuhan melalui pensucian jiwa, atau sebagai simbul kemabukan dan kegiatan bersama sang khaliq, sehingga yang terkonstruk dibenak atau akal fikirannya adalah bahwa seorang sufi selalui mementingkan dirinya sendiri dalam kesendiriannyadengan atau bersama Tuhannya.

KESIMPULAN
Pada kelanjutannya merupakan gagasan-gagasan tentang psikologi sufistik sebenarnya merupakan formula yang dianggap sangat penting untuk mengkontekstualisasikan dan mengaktualisasikan tentang pesan-pesan spiritual dan kejiwaan yang terkandung di dalam pendidikan Islam .
Tasawuf sebenarnya juga mempunyai peran dalam menghantarkan manusia untuk mengemban tugas kekhalifahan di muka bumi. Sehingga seorang sufi juga harus melakukan aktifitas kesehariannya dalam kehidupan sosial modern serta dituntut mampu memecahkan problem- problem kemanusiaan kontemporer, tanpa harus kehilangan nilai-nilai spiritualitas kesufiannya.
Dengan demikian psikologi sufistik merupakan Psikologi agama yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya untuk memusatkan jiwa, memperoleh kejernihan hati sanubari dan kesempurnaan rohani berdasarkan pendekatan psikologi.









DAFTAR PUSTAKA
Atkison, Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga, 1995.
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999.
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Departemen Agama RI,Terjemah Al-Qur’an Al Jumatul ‘Ali, Jakarta: CV Penerbit J-ART,
2004.
Saiyid Husein, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Jakarta: Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
Robby H. Abror, Tasawuf Sosial, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.

Share this article :

1 komentar:

  1. Jika anda ingin memperdalam pengetahuan tentang psikologi khususnya psikologi dalam Islam, perlu membaca artikel tersebut. semoga bermanfaat dan tambah ilmu.

    BalasHapus

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok