PENGARUH PERADABAN ISLAM
PADA MASA DAULAH BANI UMAYYAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliyah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Akhmad Rowi, MH
Disusun oleh :
Nama : Muhammad ‘Alamul Huda
NIM : C.1.4.12.0017
Semester : VI (Enam)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2015
BAB I
A.
Pendahuluan
Daulah
Bani Umayyah merupakan kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin, tepatnya setelah runtuhnya
kepemimpinan Khalifah Ali yang dikarenakan suatu tak-tik politik dari Muawiyyah
bin Abu sofyan (Kakek buyut dari kholifah pertama Bani Umayah). yaitu dilakukan
dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian
Mu’awiyyah memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan
strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah
juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkang dari
Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh
putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau
akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada
akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan
perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada
umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal
dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu
kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi
kerajaan.
Ali turun dari kepemimpinannya karena siasat
politik dari Muawiyyah. Berambisi mengambil alih kekuasaan, Muawiyyah dan
kelompoknya selalu memojokkan Ali dan membuat Ali sebagai kambing hitam atas
kematian Khalifah Usman bin Affan.
Sebenarnya Bani Umayyah masih
satu garis keturunan dengan Rasullulah, ialah satu kakek buyut dari Abdi Manaf.
Namun, keluarga Bani Umayyah awalnya tak mau masuk islam. Karena terpojok oleh
serangan pasukan Rasullulah. Maka, mereka masuk islam dan dianggap yang
terakhir masuk islam pada saat itu. Bani Umayyah berhasil menduduki tahta
kekuasaan kepemimpinan karena suatu hal, disamping siasat politik Muawiyyah bin
Abu Sofyan. Yaitu :
1. Bani Umayyah berasal
dari keturunan Bangsawan
2. Memiliki kekayaan
yang cukup
3. Memiliki 10 putra
yang terhormat di masyarakat
Maka tidak heran jika masyarakat
menaruh simpati yang tinggi terhadap kepemimpinan Bani Umayyah. Berawal dari
tampilnya Muawiyyah bin Abu Sofyan pada masa Khalifah Usman bin Affan. Meniti
karirnya di bidang pemerintahan dan diangkat menjadi Gubernur Syam. Dengan
pribadi yang kuat, jujur, dermawan, serta ahli dalam bidang politik membuatnya
menjadi sorotan khalayak ramai dan masyarakat pun menjadi simpati padanya.
Mengusung dengan adanya insiden terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan. Kelompok
Muawiyyah menuntut balas dan mengkambing-hitamkan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Banyak juga terjadi perpecahan dikalangan umat islam, dan banyaknya polotik adu
domba dari kalangan umat yahudi.
Di berbagai peperangan antara
kelompok Ali bin Abi Thalib dan Muawiyyah bin Abu Sofyan, membuat semuanya
menjadi berantakan. Salah satu sebab terbesar yang mengangkat derajat Bani
Umayyah ialah dengan besarnya kekuatan dan siasat politik dari Muawiyyah dapat
melengserkan jabatan Ali dan dalam kekosongan Kepemimpinan tersebut dengan
bangga dan mudahnya kelompok Muawiyyah mengangkat dirinya menjadi Khalifah saat
itu, maka muncullah Daulah kepemimpinan baru yaitu Daulah Bani Umayyah ( 661 M
– 750 M ). Selama 90 tahun memimpin dan penuh dengan berbagai perubahan
pemimpin, tak heran Bani Umayyah adalah salah satu titik besar dalam sejarah
peradaban islam.
B. Rumusan
masalah
1.Bagaimana Sejarah Berdirinya Bani
Umayyah?
2.Bagaimana bentuk Pemerintahan
Bani Umayyah?
3.Apa saja kemajuan Peradaban islam
pada masa dinasti Umayyah?
4.Apa saja faktor yang
melatarbelakangi runtuhnya Bani Umayyah?
BAB II
DINASTI UMAYYAH (662- 750)
A. Pengertian Sejarah Berdirinya
Dinasti Umayyah
Daulah Umayyah berasal dari nama
Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin
kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah. Bani Umayyah baru masuk agama Islam
setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi
Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap
kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki
tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam,
puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu
Muljam. Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat
al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah
sebagi gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai
Khalifah.
Namun karena Hasan ternyata lemah
sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali
menyerahkan pemerintahannya kepada mu’awiyyah bin abi sufyan.Mu'awiyah sebagai
pendiri dinasti Umayyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang
menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah
memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah
mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya
yang perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik Mu'awiyah mulai
meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn
Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk, Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah
kota di Syria. Karena keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia
diangkat menjadi gubernur Syria oleh khalifah Umar. Mu'awiyah selama menjabat
sebagai gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam
sampai perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine.Pada masa pemerintahan khalifah
Ali Ibn Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk
mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria.Sejak saat itu Mu'awiyah
mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah.
Setelah menurunkan Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium
Islam,dan menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah
selama masa kekuasaannya[1].
B. Sistem Pemerintahan Bani
Umayyah
Untuk mengamankan tahtanya dan
memperluas batas wilayah Islam, Mu’awiyah sangat mengandalkan orang-orang
Suriah. Para sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu sangat
menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah tersebut.
Sebagai organisator militer,
Mu’awiyah adalah yang paling unggul diantara rekan-rekan se-zamannya. Ia
mencetak bahan mentah yang berupa pasukan Suriah menjadi satu kekuatan
militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi,ia membangun sebuah
Negara yang stabil dan terorganisir. Ketika berkuasa, Mu’awiyah telah banyak
melakukan perubahan besar dan menonjol di dalam pemerintahan negeri waktu itu.
Mulai dari pembentukan angkatan darat yang kuat dan efisien, dia juga merupakan
khalifah pertama yang yang mendirikan suatu departemen pencatatan
(diwanulkhatam) yang fungsinya adalah sebagai pencatat semua peraturan
yang dikeluarkan oleh khalifah. Dia juga telah mendirikan (diwanulbarid)
yang memberi tahu pemerintah pusat tentang apa yang sedang terjadi di dalam
pemerintahan provinsi. Dengan cara ini, Mu’awiyah melaksanakan kekuasaan
pemerintahan pusat.
Pada 679 M, Mu’awiyah menunjuk
puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya. Ketika itulah ia memperkenalkan
sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh dinasti-dinasti
besar Islam, termasuk dinasti Abbasiyah.
Pada perkembangan berikutnya,
setiap khalifah mengikuti caranya, yaitu menobatkan salah seorang anak
atau kerabat sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Pemindahan
kekuasaan Mu’awiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan
menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang di peroleh
tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sikap Mu’awiyah seperti ini di
pengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana[2].
Sistem dan model pemerintahan
yang diterapkan Dinasti Umayyah ini mengundang kritik keras, terutama dari golongan
Khawarij dan Syiah. Sebagian besar khalifahnya sangat fanatik terhadap kearaban
dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang rendah orang non-Arab dan
memposisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut menimbulkan
kebencian penduduk non-Muslim kepada Bani Umayyah. Di bidang yudikatif, para
qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah.
Ketika Abdul Malik naik tahta, perbaikan di bidang administrasi pemerintahan
dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani
digunakan di Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir.
Pada masa pemerintahan Abdul
Malik, para gubernur yang diangkatnya menjalankan fungsinya dengan baik.
Gubernur Mesir saat itu, Abdul Aziz bin Marwan, membuat alat pengukur Sungai
Nil, membangun jembatan, dan memperluas Masjid Jami Amr bin Ash. Sementara itu,
gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem irigasi dengan
mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh pelosok Irak sehingga
kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia juga melarang keras perpindahan orang
desa ke kota. Kehidupan ekonomi juga dibangun dengan memperbaiki sistem
keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran.
Pada masa Hisyam bin Abdul Malik,
seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh dalam hal administrasi politik
dan militer dalam provinsinya. Ketika al-Walid I naik tahta menggantikan Abdul
Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian besar. Ia mengumpulkan anak
yatim, memberi mereka jaminan hidup, dan menyediakan guru untuk mengajar
mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang
buta diberikan penuntun dan bagi orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan
bangunan khusus untuk orang kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan
kesehatan. Al-Walid I juga membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di
sepanjang jalan itu, digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang
melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat pegawai. Pada
saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia melakukan pembersihan di kalangan
keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta lain yang pernah diberikan kepada
orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitul mal. Terhadap para gubernur dan
pejabat yang bertindak sewenang-wenang, ia tidak ragu-ragu mengambil tindakan
tegas berupa pemecatan. Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang
non-Muslim memeluk agama Islam. Pajak yang dipungut dari orang Nasrani dikurangi.
Jizyah atau pajak yang masih dipungut dari orang yang telah masuk Islam di
antara mereka dihentikan. Dengan demikian, mereka berbondong-bondong masuk
Islam. Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz melakukan berbagai
perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan
pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat
penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid, dan sebagainya[3].
C. Kemajuan yang Dicapai Dimasa
Pemerintahan Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah
dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam yang besar dan
luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih
kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih
banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab[4] .
pada zaman pemerintahan Abdul
Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa
arab sebagai bahasa resmi di seluruh negeri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak
sepenuhnya dihilangkan. Orang-orang non Arab telah banyak memeluk Islam
dan mulai pandai menggunakan bahasaarab. Perhatian bahasa arab mulai
diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa arab.Hal
inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan
dengan itu, perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga
bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
Bidang pembangunan juga di
perhatian para khalifah Bani Umayyah. Masjid-masjid di semenanjung
Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan
kadetral di Hims digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain
itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam
bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah
Kuffah dan Basrah di Iraq[5] .
Ekspansi ke barat dilakukan
secara besar-besaran pada masa pemerintahan Al-Walid ibn Abdul Malik. Pada
masa ini dikenal dengan masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Pada masa
pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju
wilayah barat daya benua Eropa yaitu pada tahun 771 M. Ekspedisi tersebut
dipimpin oleh Tariq bin Ziyad dengan menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko dan benua Eropa. Mereka kemudian mendarat di suatu tempat yang dinamakan
dengan Gibraltar (jabal tariq).Tariq berhasil mengalahkan tentara Spanyol dan
dapat menguasai Kordova, Seville, Elvira, dan Toledo. Pasukan Islam dapat
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Dinasti Umayyah
disamping telah berhasil dalam ekspansi teritorialnya sebagaimana disebutkan
sebelumnya, dalam berbagai bidang, diantaranya adalah:
Dalam bidang administrasi
pemerintahan meliputi:
1.
Pemisahan kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan
politik.
2.
Pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi,
yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan,
Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India,
Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta
Andalusia.
3.
Bidang administrasi pemerintahan. Organisasi tata usaha negara terpecah
menjadi bentuk dewan. Departemen pajak dinamakan
dengan dewan Al-Kharaj, departemen pos dinamakan dengan dewan
Rasail, departemen yang menangani berbagi kepentingan umum dinamakan dengan
dewan Musghilat, departemen dokumen negara dinamakan dengan
dewan Al- Khatim.
4.
Organisasi keuangan. Terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari
pajak tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada
khalifah Abdul Malik bin Marwan.
5.
Bidang arsitektur. Terlihat pada kubah Sakhra di Baitul Maqdis, yaitu kubah
batu yang didirikan pada masa khalifah Abdul Malik Ibn Marwan pada tahun
691 M.
6.
Bidang pendidikan. Pemerintah memberikan dorongan kuat dalam memajukan
pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal tersebut dilakukan agar
para ilmuan, ulama’ dan seniman mau melakukan pengembangan dalam
ilmu yang didalaminya serta dapat melakukan kadernisasi terhadap generasi
setelahnya.
Pada masa
ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan baris
dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakn pada masa pemerintahan
Abd Malik Ibn Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M. Pada masa
Dinasti ini juga telah dilakukan pembukuan hadist tepatnya pada waktu
pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H), mulai saat itu ilmu
hadist berkembang dengan sangat pesat. Khalifah-khalifah dinasti Umayyah juga
menaruh perhatian pada perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu agama yang
mencakup al-Qur’an, hadist,fikih,sejarah dan geografi. Ilmu sejarah dan
geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan
riwayat.Ubaid Ibn Syariyah Al Jurhumi telah berhasil menulis berbagai
peristiwa sejarah.Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang
mempelajari bahasa seperti nahwu, sharaf, dan lain-lain. Bidang filsafat, yaitu
segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik,
kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu
kedokteran. KhalifahAl-Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia melarang para
penderita kusta meminta-minta di jalan bahkan khalifah menyediakan dana khusus
bagi para penderita kusta tersebut, pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi
anak-anak yatim dan anak terlantar.
D. Faktor-Faktor Penyebab Mundurnya Dinasti Umayyah
Kebesaran
yang dibangun oleh Daulah Bani Umayyah ternyata tidak dapat menahan
kemunduran dinasti yang berkuasa hampir satu abad ini, hal tersebut diakibatkan oleh beberapa factor yang
kemudian mengantarkan pada titik kehancuran. Diantara faktor-faktor tersebut
adalah:
1.Terjadinya pertentangan keras
antara kelompok suku Arab Utara (Irak) yang disebut Mudariyah dan
suku Arab Selatan (Suriah) Himyariyah, pertentangan antara kedua
kelompok tersebut mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah
karena para khalifah cenderung berpihak pada satu etnis kelompok.
2. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non
Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang
dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarakan
inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat
fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama orang Arab mengalami
beratnya peperangan dan bahkan diatas rata-rata orang Arab, tetapi harapan
mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan.
Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih
kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3. Konfllik-konflik politik yang melatar belakangi terbentuknya Daulah
Umayyah. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang
kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping
menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang
semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser
kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.
Dari
penjelasan di atas dapat saya simpulkan bahwa faktor-faktor keruntuhan dinasti Bani Umayyah
secara umum ada dua yaitu:
a.Faktor Internal
Beberapa
alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah
adalah karena kekuasaan
wilayah yang sangat luas tidak dibaringi dengan komunikasi yang baik, sehingga
menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh
pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya
para khalifah yang memimpin. Diantara khalifah-khalifah yang ada, hanya
beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan
stabilitas negara. Selain itu, di antara
mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama
gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya. Situasi semacam ini
pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima
yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.
b.Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti
Umayah berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga
baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan
konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan
Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan
lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang
tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari awal. Setelah Umar II
wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin
kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamasikan berdirinya pemerintah Abbasyiah,
namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah
dibunuh, pemimpin gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul
Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.
Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah
Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu[6].
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan
untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin
tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur
dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan
Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu
Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun,
pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian
Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan
keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik
tawaran tersebut dan disahkan oleh As-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika
Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim
al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada As-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani
Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf,
Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah
Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan
pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan
HasanIbn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya
pada Mu’awiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat
muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am
al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau
kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk
meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M,yang kemudian diikuti
oleh dinasti-dinasti besar islam yaitu dinasti Abbasyiah.
Kemajuan dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi,sehingga menjadi
negara islam yang besar luas serta sangat memperhatikan kemajuan pembangunan.
Pada masa pemerintahan Al-walid Ibn Abdul Malik,ekspansi kebarat dilakukan
secara besar-besaran,dan pada masa itu dikenal dengan masa
ketentraman,kemakmuran dan ketertiban. Pada masa itulah disempurnakan penulisan
al-Qur’an dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya.
Kekuasaan Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran,karena adanya dua faktor
yang sangat berpengaruh yaitu faktor internal dan eksternal.
B.
Saran
Dari
pembahasan makalah diatas kami mangharapkan kritik dan saran dari pembaca
sangatlah di perlukan,guna untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas pada masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSATAKA
al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam. Jakarta:Akbar.
Bisri, M. Jaelani. 2007. Ensiklopedi Islam . Yogyakarta: Panji
Pustaka.
Murodi.
2004. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Karya Toha Putra.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html
www.akhmadrowi.blogspot.com
[2]http://mtsbahrululumawipari.wordpress.com/2010/04/21/dinasti-bani-umayah/18:51,
sabtu 05 november2012
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !