UNSUR SPIRITUAL
SEBAGAI BENTENG PERADABAN ISLAM
Disusun untuk
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu
: Drs. H. Akhmad Rowi, M. H.
Oleh:
DIRWATUS
SAKDIYAH
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan rasa cemas orang berbicara mengenai antisipasi masa
depan. Apaplagi benda benda yang bernama masa depan itu di sini sering
dikaitkan dengan era globalisasi. Era macam itu dalam benak kita serba
mengancam. Elemen kebudayaan lokal harus masuk kancah pergaulan budaya global,
dengan resiko terkoyak-koyak dan punah. Dalam lingkup kehidupan agama pun rasa
cemas itu ada, para pemimpin umat dan para perumus kebijakan umat jauh-jauh
hari sering mulai bicara perkara masa depan.
Walaupun demikian di Indonesia masih banyak masyarakatnya
yang menganut spiritualisme kuno seperti percaya pada roh-roh halus yang
mempunyai kekuatan dan benda-benda yang dipercayai dapat membawa keberuntungan,
semua itu tidak terlepas dari spiritualisme jawa yang penuh dengan unsur-unsur
klenik. Seperti yang terjadi di Solo di mana masyarakatnya masih mempercayai
kotoran kebo bule sebagai benda yang diyakini dapat mengobati segala macam
penyakit.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian spiritual ?
2.
Bagaimana urgensi unsur spiritual
dalam membentengi peradaban Islam?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk memahami konsep spiritualisme
dalam Islam.
2. Untuk menambah wawasan khususnya
mahasiswa dan umumnya para pembaca.
3. Menumbuhkan motivasi diri untuk
mendalami kajian spiritualisme Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Spiritual Islam
Secara
etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang
diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan,
nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan
secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan
1. kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos,
2. kesadaran yang berkaitan dengan
kemampuan, keinginan, dan intelegensi,
3. makhluk immaterial,
4. wujud ideal akal pikiran
(intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).[1][1]
Sementara
itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya Dr. H. M. Ruslan, MA
mengatakan bahwa spiriritualitas adalahtahapan perjalanan batin seorang manusia
untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan riyadahat dan berbagai
amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak berpaling dari Allah,
semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi.[2][2]
Selain itu,
dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang spiritualis
Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada apa yang
terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan dan
interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.[3][3]
Spiritualitas
menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri
manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam
bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.[4][4]
Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1.
Berhubungan dengan sesuatau yang
tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2.
Menemukan arti dan tujuan hidup,
3.
Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
B. Spiritual Sebagai Benteng Peradaban
Islam
Sebagai benteng peradaban Islam unsur spiritual
sangat urgen dalam membentengi jati diri umat Islam. Apapun model gerakan yang
dibentuk, semuanya harus memiliki tujuan untuk membangun peradaban yang sesuai
dengan ajaran Islam.
Contoh spiritual dalam membentengi peradaban
islam yaitu Jika tawaran dari Barat tidak bertentangan dengan Islam, maka boleh
diambil, tetapi jika sebaliknya, maka harus ditolak. Artinya, apa yang datang
dari Barat tidak semuanya ditolak (negative), karena dunia saat ini
dunia berada di bawah genggaman mereka, tetapi peradaban yang datang dari
mereka juga harus difilter dengan tekat dan semangat untuk membengaun peradaban
islam dan diseleksi, agar masyarakat muslim di Indonesia tidak terkena virus
Westernisasi. Sebab jika peradaban Barat diterima sepenuhnya, bisa berakibat
pada munculnya masyarakat jahiliyah abad modern. Padahal bangsa Arab dan
masyarakat Barat maju karena Islam. Untuk itu, gencarnya arus modernisasi Barat
harus selalu dibentengi dengan ajaran Islam yang kuat atau dapat kita katakana
sebagai unsur spiritual.
Dengan menjadikan Barat sebagai acuhan dalam
membangun peradaban, maka masyarakat Islam akan bergantung kepada Barat. Saat
ini saja sudah dapat dilihat bagaimana hampir seluruh negara muslim bergantung
kepada Barat, sehingga mereka tidak mampu menentukan sikap di saat harus
berhadapan dengan kekuatan Barat. Bagaimana konflik di Palestina sebagai bukti
lemahnya kekuatan politik negara-negara Islam, di mana umat Islam tidak mampu
berbuat apa-apa, bahkan saling mendahulukan kepentingan negaranya untuk mencari
dukungan diplomatis dari Barat.
Padahal, peradaban
Barat yang kini terbentuk merupakan hasil yang dicuri dari peradaban Islam.
Banyak pemikiran, penemuan dan buku-buku yang
diplagiat atau diambil secara tidak jujur. Yang perlu dicatat lagi adalah bahwa
kemajuan peradaban yang dialami Barat hanya sebatas tekhonologi, bukan
spiritual.
Oleh karena itu, umat Islam tidak
boleh mengalami inferiority complex (rendah diri) melihat peradaban
Barat yang semu. Apalagi banyak
yang memprediksikan bahwa peradaban Islam abad 21 ini akan muncul di Asia
Tenggara, di antaranya di Indonesia dan Malaysia. Bagaimana masjid, pesantren,
lembaga pendidikan Islam, gerakan masa yang muncul dari umat Islam di
Indonesia, bahkan semangat berpolitik pun sudah diwarnai oleh sentimen
keagamaan yang tinggi. Maka perhatian dunia Barat kini pun tertuju kepada
Indonesia dan Malaysia, dengan memberikan banyak suplai dana kepada
lembaga-lembaga yang mampu melemahkan kelompok-kelompok Islam di Indonesia.
Dalam sejarahnya, ketika filsafat
Romawi dan Yunani "mati" mereka tidak mampu menghidupkannya kembali.
Lalu, oleh al-Kindi, filsuf Islam, pemikiran-pemikiran seperti Aristoteles dan
Plato dimodifikasi dan diklasifikasikan. Dalam kajiannya, Plato mengatakan
bahwa tuhan hanya "duduk manis", kemudian dirubah oleh al-Kindi tuhan
adalah tuhan al-Khalik (pencipta). Begitu juga ketika Aristoteles mengatakan
tuhan the first (yang pertama), al-Kindi merubahnya menjadi tuhan al-Haq
(yang benar). Masih banyak lagi bukti, bahwa peradaban dan tradisi ilmu Islam
jauh lebih maju ketimbang eropa dan Barat ketika itu. Peradaban Islam itu
dibangun dengan tradisi ilmu.
Maka Dengan demikian tugas umat
Islam saat ini adalah membangun peradaban Islam, dengan cara sering memunculkan
wacana dan konsep mengenai peradaban Islam. Jangan hanya rajin turun ke jalan
tetapi tidak tahu bagimana konsep membangun peradaban. Peradaban Islam yang
harus dibangun di dunia modern sekarang ini adalah peradaban Islam
modern yang mandiri, yaitu peradaban yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat
Islam modern, bukan kebudayaan pra-Islam atau kebudayaan asing yang merusak
generasi muslim. Yaitu, peradaban yang berpijak pada teks al-Qur’an dan Hadits,
karena masa kejayaan Islam di Masa Nabi, ketika al-Qur'an dan Hadits sebagaim
pedomannya, hingga kini tidak dapat tertandingi. Hal
itu penting karena asas dari sebuah peradaban adalah pemikiran. Pemikiran Islam
harus bersumber dari al-Quran dan Hadits.
Jika di atas disebutkan bahwa peradaban Barat
hanya dalam bentuk fisik, sementara peradaban Islam dibangun dalam bentuk fisik
dan spiritual, maka dalam membangun peradaban Islam modern juga demikian, harus
memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, peradaban fisik tidak akan
merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya, tidak sebagaimana peradaban
Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Iqbal sendiri memberikan apresiasi yang tinggi
terhadap peradaban fisik dan pemikiran yang dikembangkan oleh Barat. Tetapi,
sikap mengabaikan pilar dzikr dinilainya sebagai sebuah sarang yang
ditaruh di atas dahan yang rapuh dan tidak akan bertahan lama. Menurut Iqbal
dalam membangun peradaban Islam yang modern, harus mengintegrasikan fisik dan
spiritual secara baik. Dalam perspektif historis, ketika Nabi ingin membangun
kota Madinah, yang beliau bangun pertama kali adalah masjid. Demikian pula
dengan yang dilakukan oleh umat Islam pada periode kreatif dan dinamis, ketika
dunia Islam menjadi pusat dari seluruh dunia beradab, yang pertama dilakukan
ketika menaklukkan sebuah kota adalah mendirikan masjid dan sekolah.[6][6] Dua bangunan ini melambangkan betapa
generasi awal itu telah berpikir jauh ke dunia abstrak yang diwujudkan dalam
bentuk bangunan konkret: masjid adalah simbol dari dzikr, sedangkan
sekolah adalah lambang dari aktivitas fikr. Tidak satu umat dalam
perjalanan sejarah manusia yang begitu jelas merumuskan eksistensinya di
permukaan bumi. Dzikr dan fikr adalah dua pilar peradaban yang
kokoh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spiritualisme di dalam agama adalah kepercayaan, atau
praktek-praktek yang berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa-jiwa yang berangkat
(saat meninggal) tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad. Hubungan ini
umumnya dilaksanakan melalui seorang medium yang masih hidup. Ada keterlibatan
emosional yang kuat, baik pada penolakan maupun penerimaan terhadap
spiritualisme ini yang membuat sulitnya suatu uraian imparsial dipakai untuk
membuktikannya.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk spiritual karena
selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan ''mendasar'' atau
''pokok". Mengapa saya dilahirkan? Apakah makna hidup saya? Buat apa saya
melanjutkan hidup saat lelah, depresi, atau merasa terkalahkan? Orang Jawa
mengemasnya dalam konsep sangkan paraning dumadi dan cakra
manggilingan. Asal muasal manusia dan bahwa manusia itu berada dalam roda
kehidupan yang berputar, kadang di atas, di samping, atau di bawah.
Unsur spiritual sangat mendukung dalam peradaban islam,
terbukti dalam sejarah, dalam
membangun peradaban Islam harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu,
peradaban fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya,
tidak sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Islam memiliki kecenderungan sebagai civil religion yang
dihayati dan diamalkan sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat yang sangat
cepat akibat kemajuan ilmu pengetahuan. Kita optimis tasawuf dan tarekatnya
akan muncul menjadi semangat jaman.
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
digunakan bagi semua mahasiswa dan mahasiswi yang ada di UNISFAT. Bisa
menambahkan wawasan yang luas dalam masa study belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ruslan,H.M, Menyingkap rahasia spiritualitas Ibnu
‘Arabi ( Cet.I; Makassar:Al-Zikra,2008),h.16
www.akhmadrowi.blogspot.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !