INTERAKSI
PERADABAN ISLAM
DENGAN
PERADABAN
MODERN
DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM
DOSEN PENGAMPU : DRS. H. AHMAD ROWI MH.
SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2014/2015
DISUSUN OLEH :
NAMA : IKA
MUDRIKA
NIM : C.1.4.12.0009
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
SULTAN FATTAH DEMAK
TAHUN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
umat Islam secara terang-terangan menunjukkan
ketakutan dan kekhawatiran dalam merespon setiap pemikiran dan aliran baru yang
merambah dunia Islam, baik di bidang ekonomi, politik, dan lain-lain, yang
berasal dari Timur maupun Barat. Dari kekhawatiran tersebut, maka kemudian
cenderung bersikap resisten demi melindungi nilai-nilai luhur agama dan
identitas umat muslim dari pengaruh negative berbagai pemikiran dan aliran
baru. Bahkan sampai tingkat tertentu, mereka juga berkeyakinan bahwa semua itu
merupakan sebuah perang atau konspirasi terencana untuk menghancurkan Islam dan
identitas kaum muslimin.
Sementara pada saat yang sama, kita melihat
sebagian umat Islam yang lain cenderung menerima apa yang datang dari Timur
maupun Barat tanpa reserve. Mereka mengelu-elukan hal itu dan mengecam
orang-orang yang menolaknya sebagai kelompok yang bodoh, konservatif, dan
terbelakang. Menurut pandangan mereka, segala sesuatu yang datang dari
negara-negara maju merupakan faktor yang menjamin terselenggaranya kemajuan dan
perkembangan.
Dari gambaran tersebut, kaum muslimin harus
bersikap kritis dengan menelaah setiap permasalahan yang berkembang dari segala
sisinya, bukan mendukung atau menolak arus baru yang datang tanpa disertai
kesadaran yang utuh.[1][1]
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini
adalah Bagaimana interaksi peradaban Islam dengan peradaban Modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Inetraksi
Peradaban Islam dengan Peradaban Modern
Melihat wajah dunia Islam masa kini yang berada
pada titik puncak kemundurannya, maka dapat dikemukakan beberapa inetraksi
Peradaban Islam dengan Peradaban Modern:
a) Gerakan
Pembaharuan (Modernisme)
Gerakan ini dirintis dan dipelopori oleh
Jamaluddin al-Afghani (1839-1897).
Kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan
dilanjutkan oleh muridnya, Rasyid Ridla (1865-1935). Gerakan ini tumbuh dan berkembang
di Mesir, ketika itu (bahkan sampai sekarang) menjadi pusat intelektualisme
Islam. Gerakan ini –sesuai dengan namanya- berusaha mengadopsi kemajuan Barat
dan menyesuaikannya (adaptasi) dengan peri-kehidupan umat Islam. Gerakan ini menolak selalu bersandar pada kejayaan Islam masa lalu dan
lebih memilih hikmah-hikmah yang dapat diambil dari masa itu, kemudian
menghidupkannya kembali di tengah-tengah kaum Muslimin. Hal ini bisa
diwujudkan dalam
pemikiran politik, social, budaya, agama, dan sebagainya. Secara
langsung maupun tidak
langsung, hasil pemikirannya disebarkan melalui berbagai tulisan, terutama dalam
majalah dan ceramah-ceramah di berbagai tempat dan waktu.
Ide-ide atau pemikiran
dasarnya adalah sebagai berikut : 1) Kembali kepada
sumber dasar ajaran Islam yang sebenarnya, yaitu al-Quran dan al-Hadits; 2) Pintu ijtihad
tetap terbuka. Ijtihad perlu dilakukan untuk memahami sumber ajaran Islam
(al-Quran dan al-Hadits) yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
zaman (interpretasi baru); 3) Akal (rasio)
adalah alat untuk melakukan ijtihad. Menggunakan rasio (akal) dan penalaran
menjadi sangat penting dan memiliki posisi yang sangat tinggi; 4) Percaya kepada
hukum alam (sunnatullah). Hukum alam tidak bertentangan
dengan Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan modern yang
berdasarkan hukum
alam, dan Islam yang sebenarnya berdasarkan wahyu adalah
dua hal yang tidak bertentangan. Ilmu pengetahuan modern, idealnya sesuai
dengan islam. Saat ini yang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah Barat. Maka untuk mencapai kemajuan seperti yang diraih di
masa lampau (yang sekarang telah hilang dan dimiliki Barat), umat Islam
harus kembali dan mempelajari serta menguasai ilmu pengetahuan; 5) Percaya kepada
kebebasan berkehendak dan bertindak (free-will and free-act) seperti faham
Qadariyah.[2][2]
b) Westernisme
Westernisme diartikan sebagai faham
ke-Barat-Baratan atau
“berkiblat” ke Barat. Faham ini
mengajak umat Islam untuk menerima dan mengadopsi pengetahuan
Barat dan semua yang berasal dari Barat. Gerakan ini tumbuh dan
berkembang di India, salah satu pusat politik Islam (tempat kerajaan Mughal yang
besar itu). Gerakan ini dipelopori oleh Sir Ahmad Khan (1817-1989). Ia mendirikan
Universitas Aligarh untuk mengembangkan dan menyebarkan ide-idenya. Ide-ide
dasarnya sebenarnya memiliki kesamaan dengan ide-ide dasar yang disampaikan
oleh Muhammad Abduh. Hanya saja Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam
India mengalami kemunduran karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Islam
pernah mengalami kemajuan yang luar biasa pada masa klasik, tetapi peradaban dan
kemajuan itu telah hilang. Saat ini yang mengalami kemajuan adalah Barat.
Oleh karena itu menurutnya, umat Islam India
akan mengalami kemajuan jika
bukan hanya mempelajari dengan Barat, tetapi sebaiknya bekerja sama dengan Barat
(Inggris). Dasar kekuatan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk
mengalami kemajuan, maka umat Islam harus mempelajari dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Jalan yang harus ditempuh adalah
memperkuat hubungan dengan Barat (Inggris) dan mengambil berbagai aspek kemajuan
dan ketinggian yang ada di Barat.[3][3]
c) Sekularisme
Sekularisme berasal dari kata “secular”, yang
berarti unreligious atau anti agama. Pada mulanya, sekulerisme bertujuan
menghancurkan pengaruh gereja di Eropa dan melepaskan belenggu kedzaliman
tokoh-tokoh gereja, yang pada akhirnya berhasil mengibarkan panji sekulerisme
dengan slogan “Religion is for God and Nation is for All”
Sekularisme tumbuh dan
berkembang di Turki sebagai pusat politik islam bekas
wilayah Daulah Usmaniyyah (Turki-Usmani).
Pelopornya adalah Mustafa Kemal
Attaturk (1881-1938). Mustafa Kemal, sebenarnya
adalah seorang Nasionalis pengagum
Barat. Ia menginginkan Islam mengalami kemajuan. Oleh karena itu, menurutnya perlu diadakan pembaharuan dalam
agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Menurutnya,
Islam adalah agama rasional dan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Tetapi
agama rasional itu telah dirusak oleh para ulama. Ajaran Islam memerlukan
sekularisasi. Usaha sekularisasinya berpusat pada upaya menghilangkan ulama dari
kekuasaan Negara dan politik. Yang difahami sebagai ulama adalah orang atau komunitas
yang menguasai syariat dan ajaran Islam serta menentukan masalah sosial, ekonomi, hukum, politik,
dan pendidikan.
Menurut
Attaturk, negara harus dipisahkan
dari agama. Inilah esensi dari sekularisasi. Dengan
pandangan Mustafa Kemal Attaturk tersebut, ia berpendapat bahwa al-Quran perlu diterjemahkan
ke dalam bahasa Turki,
adzan dan khutbah menggunakan bahasa Turki.
Madrasah yang sudah ketinggalan zaman ditutup, digantikan oleh fakultas
“Ilahiyah” yang mendidik imam shalat, khatib-khatib, dan mengembangkan berbagai
pembaharuan yang diperlukan. Pendidikan agama dan bahasa Arab dihilangkan
dari sekolah-sekolah. Nama-nama orang Turki harus mengikuti nama-nama orang Eropa.
Hukum syariat tentang perkawinan diganti oleh hukum Barat (Swiss). Wanita
mempunyai hak cerai yang sama dengan kaum pria. Diandalkan hukum-hukum baru,
seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum perdata, dan lain-lain yang diambil
dari hukum-hukum
Barat.[4][4]
d) Fundamentalisme
Media barat sering kali memberikan kesan
bahwa bentuk religiusitas yang disertai kekuasaan dan fundamentalisme adalah fenomena islam murni. Fundamentalisme adalah fakta
global yang telah muncul
ke permukaan pada setiap keyakinan penting sebagai reaksi terhadap permasalahanmodernitas kita. Gerakan
fundamentalisme tidak muncul dengan cepat. Sebagai reaksi yangmenyentak bagi
kebangkitan modernitas barat tapi hanya terlihat jelas ketika proses
modernisasi sudah
sangat maju.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Interaksi
peradaban islam dengan peradaban modern
a.
Modernisasi
Modernisasi adalah usaha sadar yang dilakukan oleh suatu Negara/bangsa
untuk menyesuaikandiri dengan konstelasi dunia pada suatu kurun tertentu dimana
bangsa itu hidup. Setiap hidup usaha dan proses modernisasi itu selalu ada.Antara abad 2 sebelum masehi
sampai abad 2 M, kerajaan Romawi menentukan konstelasi dunia.
b. Westernisasi
Westernisasi adalah mengadopsi atau mengadaptasi gaya hidup barat,
meniru-niru danmengambil alih tata cara hidup barat.
c.
Sekulerisme
Sekularisme berasal dari kata “secular”, yang
berarti unreligious atau anti agama. Pada mulanya, sekulerisme bertujuan
menghancurkan pengaruh gereja di Eropa dan melepaskan belenggu kedzaliman
tokoh-tokoh gereja, yang pada akhirnya berhasil mengibarkan panji sekulerisme
dengan slogan “Religion is for God and Nation is for All”
d. Fundamentalisme
Fundamentalisme adalah fakta global yang telah muncul ke permukaan pada setiap
keyakinan penting sebagai reaksi terhadap permasalahan modernitas kita.
B. Penutup
Demikianlah makalah yang adapat kami buat,
apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan kami mohon ma’af. Semoga
makalah ini bermanfa’at untuk kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, Mahmud Zaqzaq. 20001. Reposisi Islam di
Era Globalisasi. Jogjakarta. Pustaka Pesantren.
Nasution, Harun. 1985. Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam
Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
http://khoirulyusuf.blogspot.com/2013/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
www.akhmadrowi.blogspot.com.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !