Headlines News :
.
Home » , , , » PENGARUH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAURROSYIDIN (Uswatun Hasanah-FAI Unisfat 2015)

PENGARUH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAURROSYIDIN (Uswatun Hasanah-FAI Unisfat 2015)

Written By Unknown on Senin, 20 April 2015 | 19.41

www.akhmadrowi.blogspot.com
PENGARUH PERADABAN ISLAM
PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah  Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu Drs.H.Akhmad Rowi, MH        
 









Disusun oleh;
Uswatun Khasanah
C.1.4.12.0033



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Terdapat banyak perspektif dalam membaca banyak fakta sejarah , terutama terhadap sejarah peradaban umat Islam. Perbedaan cara pandang tersebut sebagai akibat dari khazanah pengetahuan tentang sejarah yang berbeda. Hal itu dipicu dari keberagaman teori sejarah. Lebih–lebih sejarah islam yang sebagian besar adalah sejarah tentang polotik dan kekuasaan yang berujung pada kepentingan kelompok maupun individual semata.
Islam diletakkan sebagai agama yang mencerahkan, membangun peradaban yang anggun dan suka kedamaian, sebagaimana makna yang terkandung dalam kata “   ﻢﻠﺳأ – ﺎﻣﻼﺳإ – ﻢﻠﺴﻳ ” itu sendiri, yang bermakna keselamatan, kedamaian, dan penyerahan. Islam hadir membebaskan umat masia dari belenggu sejarah, peradaban dan belenggu kultural, tradisi dan adat istiadat seperti pada zaman jahiliyah. Dari dua pemikiran yang ekstrim ini maka   lahirlah pemikiran tengah, mengambil sebagian pemikiran kanan dan sebagian pemikiran kiri.
Sepeninggal rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar- dasar tradisi dari sang guru agung bagi kemajuan islam dan ummatnya. Oleh karena itu, gelar khulafaur rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka. Yaitu Abu Bakar Ash- Shiddiq, Umar bin Khoththab, Usman bin Affan, serta Ali bin Abi Thalib.
Adapun format peradaban tampaknya lebih bnyak dilakukan oleh dua khalifah berikutnya yaitu Umar bin Khathab dan Ustman bin Affan. Hal ini dikarenakan mereka memerintah lebih lama dibandingkan dengan Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib, sehingga fakta sejarah menunjukkan bahwa zaman al Khulafa’ur Rasyidin tersebut termasuk kedalam zamann perkembangan Islam yang cemerlang yang ditandai dengan ekspansi, integrasi, pertumbuhan, dan kemajuan yang menunjukkan perdaban tersendiri dengan segala karakteristiknya.
Pada umumnya setiap penulisan ulang mengenai Sejarah Peradaban Islam pada masa-masa khulafaurrasyidin ataupun sejarah-sejarah lain adalah terbuka dan milik semua orang. Asalkan bisa memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan inofatif. Tema besar penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah Peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin. Karena nilai-nilai positif Sejarah Peradaban Khulafaurrasyidin tidak lagi dijadikan teladan oleh orang-orang Islam. Fenomena yang sangat menyedihkan, mayoritas orang-orang Islam saat ini lebih banyak mengadobsi budaya/peradaban orang-orang non muslim. semua itu merupakan cerminan bagi potret perkembangan di masing-masing kawasan Dunia Islam yang terus menerus menunjukkan dinamikanya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperkaya nuansa dan pengembangan wawasan dalam studi Sejarah Peradaban Islam.

B.     Rumusan Masalah
Secara garis besar dalam makalah ini penulis akan membahas beberapa hal sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Khulafaur Rosyidin?
2.      Bagaimana perkembangan peradaban islam pada masa khulafaur rosyidin?
3.      Bagaimana Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan khulafaur rosyidin?
4.      Apa saja Kontribusi-kontribusi yang disumbangkan khulafaur rosyidin pada islam dan masyarakat?
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Khulafaur Rosyidin

Menurut bahasa, Khalifah (خليفة Khalīfah) merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa , yang berarti : menggantikan atau menempati tempatnya. Menurut istilah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah".[1] sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan khalifah secara khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammad saw sebagai Imam umatnya, dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah identitas kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, Penguasa, Panglima Perang, dan lain sebagainya
Adapun yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin pengganti Rosulullah dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil, bijaksana, cerdik, selalu melaksanakan tugas dengan benar dan selalu mendapat petunjuk dari Alloh. Tugas Khulafaur Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan Rosulullah dalam mengatur kehidupan kaum muslimin. Jika tugas Rosulullah terdiri dari dua hal yaitu tugas kenabian dan tugas kenegaraan. Maka Khulafaur Rasyidin bertugas menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala Negara atau kepala pemerintahan dan pemimpin agama.  Adapun tugas kerosulan tidak dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin  karena Rasulullah adalah Nabi dan Rosul yang terakhir.  Setelah Beliau tidak ada lagi Nabi dan Rosul lagi.
                         Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah setia)  pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini , yaitu : pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya. Sahabat Rosulullah yang termasuk Khulafaur Rasyidin adalah:
a)      Abu Bakar As Shiddiq (11 – 13 H / 632 – 634 M)
b)      Umar Bin Khattab (13 – 23 H / 634 – 644 M)
c)      Utsman Bin Affan (24 – 36 H / 644 – 656 M)
d)     Ali Bin Abi Thalib(36 – 41 H / 656 – 651)
adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut:
 a. Arif dan bijaksana
 b. Berilmu yang luas dan mendalam
 c. Berani bertindak
 d. Berkemauan yang keras
 e. Berwibawa
 f. Belas kasihan dan kasih sayang
 g. Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum  islam.


B.     Perkembangan peradaban islam pada masa khulafaur rosyidin

1.      Pada Masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran. Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah  untuk  mencari  pengganti  Rasulullah  SAW.  Setelah  terjadi  perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.
Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan  gawat.  Yaitu  timbulnya  perpecahan,  munculnya  para  nabi  palsu  dan  terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari  kehancuran  serta  perluasan  wilayah)  melalui  sistem  pemerintahan  (kekhalifahan) Islam.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah Rasulullah disebabkan beberapa hal:
1.      Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2.      Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
3.      Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat dipercaya.
4.      Seorang yang dermawan.
5.      Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat jama’ah.
6.      Abu  Bakar  adalah  termasuk  orang  yang  pertama  memeluk  Islam.[2]
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Abu Bakar :
1.      Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
2.      Amanat Baitul Mal
3.      Kekuasaan Undang-undang
4.      Penyelesaian Kaum Riddat
Adapun kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar selama memimpin pemerintahan Islam dapat dirinci sebagai berikut:
  1. Perhatian Abu Bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi, yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan Usamah keperbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh sahabat-sahabat yang lain, karena kondisi dalam negara pada saat itu masih labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan  dalam  tempo  beberapa  hari  Usamah  kembali  dari  Syiria  dengan  membawa kemenangan yang gemilang.
  2. Keahlian Khalifah Abu Bakar dalam menghancurkan gerakan kaum riddat, sehingga gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasaan Islam pulih kembali. Setelah peristiwa tersebut solidaritas Islam terpelihara dengan baik dan kemenangan atas suku yang memberontak memberi jalan bagi perkembangan Islam. Keberhasilan tersebut juga memberi harapan dan keberanian baru untuk menghadapi kekuatan Bizantium dan Sasania.
  3. Ketelitian Khalifah Abu Bakar dalam menangani orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan menundukkan kelompok tersebut dengan serangan yang gencar sehingga sebagian mereka menyerah dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.

2.      Pada Masa Khalifah Umar bun Khattab

Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah.[3] Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai pengangkatan Umar. Sahabat thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya itu. Namun karena Umar adalah orang yng tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua masyarakat islam. Umar bin Khaththab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (Pengganti dari pengganti Rasulullh). Ia juga mendapat gelar Amir al- Mukminin (Komandan orang- orang beriman) sehubungan dengan penaklukan- penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahanya
Di zaman Umar gelombang ekspansi perluasan wilyah pertama terjadi, ibu kota Syiria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah syiria jatuh ke bawah kekuasaan islam.
Karena perluasan wilayah terjadi sangat cepat, Umar pada waktu itu sesegera mungkin menyusun dan mengatur administrasi Negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkenbang terutama di persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah privinsi. Yaitu, Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah Arab, Basrah, Kuffah, Palestina, dan Mesir[4]
Dalam  masa  pemerintahannya,  Umar  telah  membentuk  lembaga-lembaga  yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
  1. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :
    1. Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
    2. Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
    3. Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
    4. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
    5. Nidzamul   Maly   (Departemen   Keuangan)   mengatur   masalah   keuangan   dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
    6. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada  masyarakat,  di  antaranya  adalah  diwanul  jund  yang  bertugas  menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
    7. Departemen  Kepolisian  dan  Penjaga  yang  bertugas  memelihara  keamanan  dalam negara.
8.      Departemen Pendidikan dan lain-lain.
Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yait :
1)      Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).
2)      Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya  memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
3)      Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan , baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam  ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.
 Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan  Umar untuk mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara tehnis beliau banyak memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu Raja Persia telah mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah Umar menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori pembayaran pajak.

3      Masa Khalifah Ustman bin Affan

Pada masa Khalifah Ustman,  konsep kekhalifaan sudah mulai mundur, dalam arti interest politik disekitar Khalifah mulai banyak diwarnai oleh dinamika kepentingan suku dan  perbedaan  interpretasi konsep  kepemimpinan dalam Islam. Ketika  itu sebenarnya Umar telah memilih jalan demokratis dalam menentukan penggantinya. Akan tetapi beliau berada dalam pada posisi dilematis, ia diminta oleh sebagian sahabat untuk menunjukkan penggantinya. Maka jalan keluar yang ditempuh Khalifah Umar adalah memilih formatur 6 orangyang  terdiri  dari:  Ustman  bin  Affan,  Ali  Ibnu  Abi  Thalib,  Thalhah,  Zubair,  Ibnu Awwam,  Sa’ad  Ibnu  Abi  Waqqas  dan  Abdurrahman  Ibnu  Auf. (Syalaby,  1 Kemudian formatur sepakat memilih Ustman sebagai Khalifah.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri.
Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan.
Jadi Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya pada  masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut
Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana   Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu   atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman   pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan sarana yang memadai
Khalifah Utsman adalah orang yang berhati mulia, sabar dan dermawan terutama untuk kepentingan jihad Islam. Usaha Khalifah Utsman dalam meluaskan wilayah Islam sangatlah banyak, diantaranya merebut daerah Iskandariyah dan Khurosan sehingga muncullah suatu usaha untuk membuat armada laut.
Hal lain yang berhasil dilakukan oleh Khalifah Ustman dan sangat bermanfaat bagi Umat sepanjang masa adalah menyusun Mushaf al-Quran yang dikumpulkannya dari istri Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Hafsah.
4.    Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

        Setelah khalifah Usman wafat, masyarakat secara beramai- ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib untuk menjadi Khalifah pada waktu itu. Dengan begitu, Ali menjadi khalifah keempat dari kekhalifahan islam. Ali merupakan keponakan sekaligus menantu Nabi SAW. Ali adalah putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi yang telah ikut sejak bahaya kelaparan  mengancam kota makkah
Pro dan kontra terhadap pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah di karenakan beberapa hal yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali   diangkat menjadi Khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak. Akan tetapi golongan kecil (keluarga Umaiyyah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Ustman. Mereka menentang Ali karena khawatir kekayaan   dan kesenangan mereka akan hilang lenyap karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali. Adapun rakyat terbanyak, mereka menantikan kepemimpinan Ali dan menyambutnya dengan tangan terbuka. Beliau akan dijadikan tempat berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang mereka alami.
Sementara  itu  sejak  awal  berlangsungnya  proses  pemilihan,  pembai’atan,  sampai pada saat Ali menjabat sebagai Khalifah ia terus saja dihadapkan pada suasana politik yang rumit karena banyaknya rongrongan dari berbagai pihak yang bermaksud menjatuhkan kekhalifahan Ali. Adapun alasan pihak-pihak yang merongrong kekhalifahan Ali adalah.
a)      Sebagian kaum muslimin memandang bahwa menyerahkan kursi Khalifah kepada Ali berarti penyerahannya turun-temurun kepada Bani  Hasyim.
b)      Jika  pemerintahan  dipegang Ali maka dikhawatirkan tipe kepemimpinan  Ali akan sama dengan tipe kepemimpinan Umar Ibn Khatab yang terkenal jujur, keras dan disiplin. Sehingga orang-orang yang pada masa Ustman merasakan kesenangan hidup enggan untuk melepas kesenangan tersebut.
Ketika Ali menjadi Khalifah ada dua kelompok oposisi yang menentang kekhalifahan Ali, yaitu kelompok oposisi yang dipimpin oleh Abdullah Ibnu Zubair ( anak angkat Siti Aisyah ) dan kelompok oposisi yang dipimpin oleh gubenur Syria, yaitu Muawiyah Ibnu Sufyan. Kelompok oposisi pimpinan Abdullah Ibnu Zubair melahirkan perang yang populer dengan sebutan perang Jamal, karena dalam perang tersebut terlibat  Siti Aisyah dengan mengendarai unta yang berdiri dipihak oposisi. Mengapa Aisyah dalam perang tersebut berada dipihak oposisi. Hal tersebut semata–mata karena kuatnya exploitasi Abdullah Ibnu Zubair atas ambisinya untuk menjadi Khalifah setelah Ali terguling. Yang secara kebetulan Aisyah pada saat itu sedang menaruh kecurigaan pada kelompok Ali tentang siapa yang membunuh Khalifah Ustman. Kondisi yang demikian inilah dimanfaatkan oleh Abdullah bin Zubair.
Kelompok oposisi pimpinan Mu’awiyah, gubenur Syiria melahirkan peperangan yang terkenal dengan sebutan Perang Shiffin. Perang tersebut diakhiri dengan genjatan senjata, mengangkat Mushaf Al–Qur’an. Peperangan ini terjadi tidak disebabkan oleh interest politik pribadi Mu’awiyah, tetapi juga disebabkan oleh konflik etnis yang bersifat laten zaman sebelum Islam,  yaitu  antara  Bani Ummayyah  dan  Bani  Hasyim.  Sebenarnya  Ali  telah berusaha menghindari terjadinya peperangan. Akan tetapi pendukung Ali sendiri tanpa instruksi beliau, memulainya sehingga pecahlah perang yang sangat merugikan integrasi Islam itu.
Kekalahan Ali dalam diplomasi perang tersebut, menyebabkan Dunia Islam diperintah berdasarkan sistem monarchi, yaitu suksesi kepemimpinan yang berdasarkan turun- temurun. Disamping itu, kekalahan Ali dalam perangan tersebut, menyebabkan lahirnya golongan Syi’ah, dengan doktrin, bahwa hanya Ali dan keturunannyalah yang berhak menjadi Khalifah.



















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

1.        perkembangan peradaban Islam pada masa khulafaurrasyidin mengalami kemajuan yang pesat, hal tersebut ditandai dengan pembanguan di berbagai bidang. Misalnya : perluasan wilayah kekuasaan, pertahanan militer, pembangunan armada angkatan laut, pembentukan lembaga baitul mal, pembangunan sarana ibadah, pembukuan al qur’an, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
2.        ummat islam betul-betul masih berpegang kepada tali agama Allah yang lurus. Dalam artian ajaran islam dijadikan sebagai dasar negara. Apa yang diperintahkan oleh agama diyakini sebagai kebenaran mutlak dan mereka tidak ragu terhadap ajaran islam itu sendiri. Amirul mukminin sebagai pelopor secara langsung daripada penegakkan syariat islam itu. Ajaran Islam menjadi ruh dari pada perjuangan mereka.
3.        disamping perkembangan peradaban islam yg pesat pada masa khulafaurrasyidin, juga terdapat banyak hambatan

B.       Saran-saran
Kami berharap setelah kita mempelajari pembahasan makalah ini , kita sebagai ummat islam akhir zaman bisa mangambil teladan dalam membangkitkan kembali peradaban islam dengan tetap konsisten terhadap akidah kita. Dan kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritikan dan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan semakin mendekati kebenaran.
                                                                                                      


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah
[2] Fachruddin,1985: h.19-20
[3] Hasan, 1989:38
[4] Dr. Badri Yatim MA, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Jakarta, 2008, hal 37
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok