Headlines News :
.
Home » , » Filsafat Moral (Farida Nur Santi FAI Unisfat Demak)

Filsafat Moral (Farida Nur Santi FAI Unisfat Demak)

Written By Unknown on Sabtu, 16 November 2013 | 16.59

FILSAFAT MORAL Oleh FARIDA NURSANTI Fakultas Agama Islam Universitas Sultan Fattah Demak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagian manusia.. adapun norma moral adalah tentang cara manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ad perbadaan antara kebaikan moral dan kabaikan pada umumnya. Kabaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia, sedangakan kebaikan pada umunya merupakan kebaikan manusia di lihat dari satu segi saja. Etika disebuat juga filsafat moral, yaitu cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia, etika tidak mempersoaalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, di antaranya norma hukum, norma moral, norma agama, dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari.Standar moral manusia banyak di tentukan oleh tingkat perkembangan sosialnnya, intelegensinya, dan ilmu pengetahuan yang berkembang. Moralitas tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia sebagai pembuka bagi kehidupan yang lebih maju kea rah kehidupan yang membahagiakan dan penuh makna. Oleh karena itu problem moral bukan sekedar maslah moral itu sendiri, melainkan menyangkut persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Para pemikir moral banyak memberikan jwaban atas pertanyaan di atas, seperti yang tegabung dalam aliran deontologist, objektif dan non-naturalistik. Dan yang termasuk dalam aliran teleologis, subjektif dan naturalistic semuanya memiliki epistemology yang berbeda dalam membrikan jawaban atas pembenaran nilai-nilai moral. BAB II PEMBAHASAN A. . Manusia dan Norma-norma Moralitas Standar moral manusia banyak di tentukan oleh tingkat perkembangan sosialnnya, intelegensinya, dan ilmu pengetahuan yang berkembang. Moralitas tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia sebagai pembuka bagi kehidupan yang lebih maju kea rah kehidupan yang membahagiakan dan penuh makna. Oleh karena itu problem moral bukan sekedar maslah moral itu sendiri, melainkan menyangkut persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Para pemikir moral banyak memberikan jwaban atas pertanyaan di atas, seperti yang tegabung dalam aliran deontologist, objektif dan non-naturalistik. Dan yang termasuk dalam aliran teleologis, subjektif dan naturalistic semuanya memiliki epistemology yang berbeda dalam membrikan jawaban atas pembenaran nilai-nilai moral. Paham deontologi umpamanya, membrikan kenyakinan bahwa nilai moral selalu didasarkan pada apa yang ada dalam perbuatan itu sendiri, buakn sesuatu yang lain, yang berada diluarnya. Orang tidak mau berbohong,misalnya, bukan karena sesuatu yang lain di luar perbuatan bohong itu, melainkan karena perbuatan bohong itu yang tidak baik. Pembenaran nilai moral ini didasari pada dorongan yang kuat dari dalam diri seorang untuk melakuakn dan atau meninggalkannya. Biasanya paham ini dipertentangkan denga teologis yang meyakini bahwa suatu tindakan moral selalu merupakan pilihan bebas seseorang dalam menentukan moralnya di antara berbagai tingkah laku yang ada, berdasarkan pertimbangan logis atas keuntungan dan kerugian suatu perilaku. Jika paham deontologist mengatakan bahwa suatu tidakan moral mesti didasarkan pada berbuatan itu sendiri, bagi teleologis, tindakan itu benar karena konsekuensi tindakan itu. Dapat dikatakan pulan bahwa apabila pada teleologis bersifat ekstrinsaik. Ini berate bahwa nilai moralnya bergantung pada konsenkuensi perbuatan tersebut. Oleh karena itu, sifat perilaku yang baik seperti jujue, adil, santun, dermawan dan sebagainya atau sebaliknya merupakan indicator untuk menetapkan seseorang berperilaku baik atau tidak baik. Selain bentuk pengujian seperti ini, konsekuensi dari setiap perbuatan juga merupakan indicator untuk menetapkan baik-tidaknya suatu perbuatan seseorang. Dengan demikian, dapat diakatakan bahwa keputusan nilai pada naturalism bersifat ungkapan factual sehingga dapat di uji secara empiris. B. . Tujuan Akhir Moralitas Manusia dalam segala tindakannya tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu atas dasar mengikuti pendahulunya, tetapi mesti didasarkan pada pilihannya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan moral adalah tindakan manusia yang muncul melalui pertimbangan rasioanal yang mandiri sehingga selalu dilakukan secara sadar, bebas, bukan paksaan. Dengan demikian, ia pun mesti tanggung jawab atas apa saja yang telah ia pilih dan menetapkannya sebagai sesuatu yang mesti dilakukan dan menjadikannya sebagian yang tidak dapat dilepaskan dari dirinya. Tindakan moral memang berada dalam warna dan corak yang berbeda-beda, tetapi dalam konteks tujuan dan orientasi, tidak akan berbeda karena sesuatu yang mengarah pada satu secara esensial adalah satu. Sedemikian rupa tentu meniscayakan bahwa moralitas manusia tetap tidak bersifat plural. Pluralitas hanya terjadi dalam wilayah eksistensial manusia yang sarat dengan tendensi-tendensi yang sesungguhnya berada di luar watak hakiki manusia itu sendiri. Perbuatan moral yang mengarah pada peralihan kebahagiaan seseorang. Tentulah nilai kebaikannya bersifat teleologis. Perilaku baik dan bijak yang diidentifikasi sebagai suatu yang terealisasi dalam kehidupan yang bahagia,mestilah menjadi telatif bagi setiap kepentingan orang per orang, bahkan meniscayakan besifat individualistis dan relative. Hal ini secara metodologis tentu dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu, perilaku pada dasarnya marupakan semacam tindakan yang bercermin pada tindakan-tindakan yang ilahiah sehingga sasaran moral adalah berperilaku seperti perbuatan tuhan. Mengingat perbuatan tuhan selamanya tanpa pamrih, tentulah kebaikan dan kebijakan moral yang sesungguhnya merupakan bagian integral dari nilai kebaikan dan kebijakan semua subjek moral. Setiap orang akan mengorientasikan segala tindakan moralnya banya pada pentrasformasian sifat-sifat ilahiah ke dalam dirinya. C. . Kejahatan dan Kewajiban Moral Manusia Sampai di sini, moral yang di maksudkan berkaitan dengan baik buruk, salah satu benarnya suatu tindakan. Permasalahannya adalag bagaimana menentukan criteria baik atau buruk, baik atau benar, suatu tindakan? Apakah moral itu berada di luar atau independen dari kesadaran manusia? Apakah moral itu bersifat absolute? Apakah baik menurut saya harus baik menurut orang lain? Apakah keputusan moral itu diputuskan dengan menggunakan fakultas rasio atau hati? disinilah, letak permasalahan moral yang ada. Dengan demikian, moral tidak cukup sekedar diterima, tetapi perlu diperikasa. Itulah yang dimaksud dengan etika, dan etika inilah yang hendak menjawab berbagai permasalahan moral. Berkaitan dengan tingkah laku dala kehidupan bersama, manusia harus memerhatikan idea tau cita etika dalam dari manusia tersenut yang didasari oleh suatu kebajikan yang tinggi, yang bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri, yaitu dengan memerhatikan kepentingan orang lain dalam hubungan sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Sebagai makhluk sosial. Manusia itu tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Manusia tidak akan pernah bisa memenuhi segala kebutuhan tanpa bantuan manusia. Oleh karena itu, manusia selalu mamadukan kontak dengan manusia yang lain. Agar tidak terjadi kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat, segala tindakan atau hubungan anatar manusia yang satu dengan yang lainnya, harus dilandasi dengan etik, dan secara konkret harus di ataur oleh norma-norma hukum tertentu. Meskipun etika perlu dibedakan dari moral, ajaran maoral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan cara orang harus hidup. Ajarn moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia. Etika merupkan ilmu tentang norma, nilai, dan jaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunya lima cirri khas, yaitu: bersifat rasional, kritis, mendasar,sistematis, dan normative(tidak sekedar melaporkan pandangan moral,tetapi menyelediki bagaimana pendangan moral yang sebenarnya). berkaitan dengan hal tersebut, dan karena relativitas pandangan manusia dengan hal tersebut, dank arena relativitas pandangan manusia tentang kebaikan dan keburukan, ada tiga pandangan moral, yang dapat di sarikan disini. 1. . Pandangan moral yang berbeda-beda Karena adanya berbedaan suku, daerah, budaya, dan agama yang hidup berdampingan ; a. . modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat, yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional; b. berbagai ideology menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan,masing-masing dengan ajaran sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup. Etika sosial di bagi menjadi. (a) . sikap terhadap sesama, (b). etika keluarga (c). etika profesi, misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi, (d). etika politik (e). etika lingkungan hidup ; serta (f). kritik ediologi. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagian manusia.. adapun norma moral adalah tentang cara manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ad perbadaan antara kebaikan moral dan kabaikan pada umumnya. Kabaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia, sedangakan kebaikan pada umunya merupakan kebaikan manusia di lihat dari satu segi saja,misalnya sebagai suami dan istri. Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segal sesuatu yang berhubungan dengan etika atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama, atau sebuah ideology atau gabungan dari beberapa sumber. Etika bukan sumber tambahan moralitas, malainkan merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsata mempunya lima cira khas, yaitu, rasional, kritis,mendasar, sistematis, dan nurmatif. Rasional berarti berdasarkan diri pada rasio atau nalar,, pada argumentasi yang bersedia untuk di persoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah maslah sampai akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis, artinya membahas langkah demi langkah. Sedangkan normative menyelidiki pandangan moral yang seharusnya. D. Wilayah Kajian Filsafat Etika Etika disebuat juga filsafat moral, yaitu cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia, etika tidak mempersoaalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, di antaranya norma hukum, norma moral, norma agama, dan perundang-undangan, norma agama berasal dari agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari. Ada pendapat lain bahwa etika berasal dari bahasa inggris yang disebut dengan ethic(singular) yang berarti a system of moral principles or rules of behavior, atau suatu system, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku, akan tetapi, terkadang ethics ( dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud, ethics berarti the branch of philosophy that deals with moral principles, suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan maksud plural (jamak), berarti moral principles that govern or influence a person’s behavior, prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku prbadi. Dalam bahasa yunani, etika berarti ethikos yang mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan, dan sikap yang mengadung analisis konsep-konsep, seperti harus,mesti, benar-salah, mengandung pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Adapun dalam bahasa yunani kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan. Jadi jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, ’’etika’’ berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakuakan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah ‘’etika’’ yang oleh Aristotoles (383-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.penyeledikan tingkah laku moral dapat diklariifikasikan sebagai berikut. Etika juga memperthatikan tingkah laku manusia dalam mangambil suatu keputusan ‘’moral’’ dengan mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menemukan ‘’kebenaran’’ atau ‘’kesalahan’’ dan tingkah individual terhadap individu lain. Etika lebih memusatkan perhatiaannya pada individu dari pada masyarakat, etika lebih memandang motif alami suatu perbuatan,merupakan suatu hal yang terpenting. Dengan kata lain, etika mengatur kehidupan manusia secara batiniah atau menuntun motivasi-motivasi manusia kea rah yang baik atau buruk. Etika juga suatu filsafat moral, yaitu bukan melihat fakta-fakta, melainkan terfokus pada nilai dan ide tentang kebaikan dan keburukan dan bukan terhadap tindakan manusia. Tuntutan dari etika tidak hanya pada kebenaran sebagaimana adanya, tetapi menuntut kebenaran ‘’sebagaimana seharusnya’’ dengan berdasarkan manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Perkataan etika di Indonesia sering di artikan sebagai ‘’susila’’ atau ‘’kesusilaan’’ yaitu perbuatan baik atau perbuatan beradap sebagai akhlak manusia. Etika normative dalam hal ini adalah, apabila seseorang menjadi participation approach Karena telah melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia, ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak suatu etika tertentu. Dari beberapa definisi di atas, tampak bahwa kajian tentang etika sangat dekat dengan kajian moral. Etika merupakan system moral dan prinsi-prinsip dari sesuatu perilaku manusia yang kemudian dijadikan sebagai standarisasi baik-buruk, salah-benar, serta sesuatu yang bermoral atau tidak bermoral. Merujuk pada hubungan yang dekat antara etika dengan moral, berikut sedikit dibahas tentang ragam pengertian moral. Moral berarti concerned with principles of right and wrong behavior, or standart of behavior, sesuatu yang menyangkut prinsip benar dan salah dari suatu perilaku dan menjadi standart perilaku manusia. Moral berasal dari bahasa latin, moralis (kata dasar mos, moris) yang di jabarkan lebih jauh, moral mengandung arti : 1. . Baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktifitas manusia; 2. . Tindakan benar, adil dan wajar; 3. . Kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, san kepastian untuk mengarahkan kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah; 4. Sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. E. Peran Etika dalam Kehidupan Manusia Etika sebagai suatu ilmu normative, merupakan salah satu disiplin ilmu filsafat yang merefleksikan bagaimana manusia dalam hidupnya lebih berhasil sebagai manusia makhluk yang tidak hanya memiliki eksistensi menurut Hazrat Inayat Khan dalam diri individu terdapat dua fase, yaitu Fase Ktergantungan dan fase kemerdekaan atau kebebasan. Manusia tidak dapat mencintai kesempurnaan dengan hidup sendiri, tetapi harus dengan manusia lain sebagai homini socius atau makhluk sosial yang tidak pernah lepas dari interaksi dengan manusia lainnya bahkan makhluk lain yang berada disekitarnya. Adaptasi dalam segala hubungan, baik personal, keluarga maupun kelompok masyarakat, bahkan Negara tidak dapat dihindari dengan mengatakan bahwa masyarakat ada karena berkumpulnya individu-individu dalam suatu tempat. Spencer dalam bukunya I he Man versus the State, mengatakan bahwa sesungguhnya individu bermasyarakat dan bernegara adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri. Kerja sama dengan orang lain dimaksudkan untuk melengkapi kekurangan individu karena setiap individu tidak sempurna. Jadi, terbentuknya suatu masyarakat hanya karena satu sarana, yaitu untuk memfasilitasi individu yang mendahului kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, di satu pihak lain, ia lemah dan terbatas dalam kemampuannyam makaa atas dasar pertimbangan rasional, ia membentuk suatu kongsi atau perkumpulan perseorangan atau kerja sama, yang disebut masyarakat atau Negara. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Nilai moral adalah kebaikan manusia sebagian manusia.. adapun norma moral adalah tentang cara manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ad perbadaan antara kebaikan moral dan kabaikan pada umumnya. Kabaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia, sedangakan kebaikan pada umunya merupakan kebaikan manusia di lihat dari satu segi saja. Etika juga suatu filsafat moral, yaitu bukan melihat fakta-fakta, melainkan terfokus pada nilai dan ide tentang kebaikan dan keburukan dan bukan terhadap tindakan manusia. Tuntutan dari etika tidak hanya pada kebenaran sebagaimana adanya, tetapi menuntut kebenaran ‘’sebagaimana seharusnya’’ dengan berdasarkan manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Perkataan etika di Indonesia sering di artikan sebagai ‘’susila’’ atau ‘’kesusilaan’’ yaitu perbuatan baik atau perbuatan beradap sebagai akhlak manusia. Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segal sesuatu yang berhubungan dengan etika atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama, atau sebuah ideology atau gabungan dari beberapa sumber. Etika bukan sumber tambahan moralitas, malainkan merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsata mempunya lima cira khas, yaitu, rasional, kritis,mendasar, sistematis, dan nurmatif. Rasional berarti berdasarkan diri pada rasio atau nalar,, pada argumentasi yang bersedia untuk di persoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah maslah sampai akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis, artinya membahas langkah demi langkah. Sedangkan normative menyelidiki pandangan moral yang seharusnya. DAFTAR PUSTAKA B. Arif Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat ilmu itu. Cet. I. Bandung: Pustaka Sutra. 2008 Burhanudin Salam. Etika Individual. Jakarta: Rineka Cipta 2000 Robert C. Etika Suatu Pengantar (terjm). Jakarta: Penerbit Erlangga. 1984
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. AKHMAD ROWI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Tonitok