MAKALAH
PERADABAN
ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Akhmad Rowi, MH
Oleh :
IFKOH ZAEDAH
NIM :
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATTAH DEMAK
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah,
menyertai rangkaian kalimat ini puji syukur sepatutnya kita ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, meskipun jauh dari
kesempurnaan. Kesempurnaan hanya milik-Nya, khilaf dan salah
hanya milik penulis sebagai hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpah pada junjungan Baginda Muhammad SAW, yang senantiasa dinantikan
syafaatnya.
Sebagai akhir kata, peneliti mengharapkan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca
umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah peradaban islam memiliki
arti yang sangat penting dan tidak bisa kita abaikan begitu saja. Karena dengan
sejarah kita bisa mengetahui apa yang telah terjadi pada zaman sebelum sekarang
dan juga kita bisa mengerti bagaimana pemerintahan pada zaman nabi sampai pada
khulafaur rasyidin. Kaum
muslim mulai dipimpin oleh seorang khalifah semenjak wafatnya nabi untuk
menggantikan kedudukan nabi sebagai pemimpin umat dan pemimpin negara.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang
menjadi permasalahan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana
perkembangan peradaban Islam pada masa khulafaurrasyidin?
- Faktor-faktor
apa yang menyebabkan perkembangan peradaban Islam pada masa
khulafaurrasyidin berkembang dengan dengan pesat?
- Usaha-usaha
apa saja yang dilakukan ummat Islam dalam mengatasi konflik-konflik yang
terjadi pada masa khulafaurrasyidin?
C.
Tujuan
a. Kita
bisa mengetahui kepemimpinan pada masa khulafaur rasyidin
b. Kita
bisa mengetahui perkembangan peradaban islam pada masa khulafaur rasyidin
c. Kita
bisa mempelajari sejarah lebih dalam lagi
BAB II
PEMBAHASAN
PERADABAN ISLAM MASA KHULAFAUR RASYIDIN
A. Khalifah
Abu Bakar Ash- Shiddiq ( Tahun 11 H – 13 H)
1.
Kelahiran Abu
Bakar Ash- Shiddiq
Abu
Bakar Ash- Shidddiq ( nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin
Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin
Fihr At- Taimi Al- Quraisy). Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama
Utsman ( Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Lu’ay, berasal
dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al- Khair Salmah binti Sahr
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada
neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.[1]
Abu
Bakar merupakan orang yang pertama masuk Islam ketika Islam mulai didakwakan.
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak diragukan lagi. Abu Bakar juga merupakan seorang yang jernih
tabi’atnya, persahabatan dan kepercayaannya yang kekal kepada kenabian Nabi
Muhammad SAW menjadi sebuah tanda bukti ketulusan hatinya. [2]
Ia
juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika
nabi sakit. Nabi Muhammad SAW pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut.
Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya dikemudian hari, pada saat
jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk
cepat- cepat memikirkan pengganti Nabi. Itulah perselisihan pertama terjadi
pasca Nabi wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifa
Bani Sa’idah[3] pada
saat kaum Anshar menuntut diadakannya pemilihan khalifah. Sikap kaum Anshar ini
menunujukkan bahwa kaum Anshar lebih memiliki rasa kepedulian dalam hal
berpolitik dibandingkan dengan kaum Muhajirin.
Dalam
pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah
sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi suku
Aus belum menjawab atas pandangan tersebut
sehingga terjadilah perdebatan antara mereka dan pada akhirnya Salad bin
Ubadah yang tidak menginginkan adanya perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan
awal dari perpecahan. Melihat situasi yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum
Anshar agar bersikap tenang dan toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An
Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar tidak memperpanjang masalah
ini. Keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato , “ Ini Umar dan Abu
Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atlah.
Baik
Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan mempertimbangkan
berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjukinya Abu Bakar sebagai pengganti
rasul dalam imam shalat dan ini membuat Abu bakar lebih berhak menjadi
pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin
Sa’ad mendahuluinya, kemudian Umar dan Abu Ubaidah dan diikuti secara serentak
oleh semua hadirin.
2.
Peran dan
Fungsi Abu Bakar
Sepak
terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika
ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut :
“ Wahai manusia, sungguh aku telah memangku
jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik di antara
kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku
salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepearcayaan, dan kedustaan
adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah orang kuat
bagiku sampai aku memenuhi hak- haknya, dan orang kuat di antara kamu adalah
lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang
dari kamu meninggalkan Jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan
jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku
selama aku taat kepada Allah dan Rasulnya,
jika aku tidak menaati Allah dan Rasul Nya, sekali- kali janganlah kamu
menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.” [4]
Ucapan
pertama ketika dibai’at menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu
Bakar dalam pemerintahan antara lain :
a. Kebijaksanaan
pengurusan terhadap agama
Pada
awal pemerintahannya ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam
sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara perbuatan makar tersebut
ialah timbulnya orang- orang yang murtad, orang- orang yang tidak mau membayar
zakat, orang- orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa
kabilah
b. Kebijaksanaan
Kenegaraan
Diantara
kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan antara lain :
1) Bidang
Eksekutif
Untuk
pelaksanaan tugas- tugas eksekutif, Abu Bakar melakukan pembagian kekuasaan di
kalangan sahabat senior, Abu Bakar mengangkat tiga orang sahabat yaitu : Ali ,
Usman dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris Negara (Katib) yang
berkedudukan di kota Madinah. Untuk memegang keuangan Negara, Abu Bakar
menunjuk Abu Ubaidah sebagai Bendahara. Sedangkan untuk jabatan hakim agung
diserahkan kepada ‘Umar ibn Al Khattab, sementara dalam membantu khalifah
memutuskan urusan- urusan kenegaraan, Abu Bakar juga membentuk Majelis Syura
yang terdiri dari ‘Umar, Usman, Ali, Abd al – Rahman ibn ‘Awf, Mu’adz ibn
Jabal, Ubay ibn Ka’b dan Zaid bin Tsabit.[5]
2) Pertahanan dan
Keamanan
Dengan
mengorganisasikan pasukan- pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin
Walid, Musanna bin Harisah,, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan dan lain- lain.
3) Yudikatif
Fungsi
kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar
tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan, hal inni
karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada waktu itu dikenal
‘alim
4) Sosial ekonomi
Sebuah
lembaga mirip Bait Al Mal. Di dalamnya
dikelola harta benda yang di dapat dari zakat, infak, shadaqah, ghanimah dan
lain- lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai Negara dan
untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Pada
masa Abu Bakar ini, bagi orang yang enggan enggan dan membangkang dalam
membayar dapat dihukum dengan denda, bhkan dapat diperangi dan dibunuh. Hal ini
dilakukan oleh Abu Bakar sepeninggal Rasulullah SAW, karena banyak suku Arab
yang tidak mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan shalat. Abu Bakar
pernah menyatakan, “ Demi Allah, Saya akan memerangi siapapun yang membeda-
bedakan zakat dan shalat “.[6]
3.
Penyebaran
Islam pada Masa Abu Bakar
Setelah
pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang- orang
murtad), khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang selalu
berkeinginan menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar
mengirim tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin walid dan Mutsanna bin
Haritsah dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan
Persia. Adapun untukl menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam
terbaik yaitu, Amr bin al Ash di front palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front
damaskus, Abu Ubaidah di front Hims dan Syurahbil bin Hasanah di front
Yordania. Empat pasukan ini kemudian
dibantu oleh Khalid bin Walidyang bertempur di front Siria [7]
4.
Faktor
Keberhasilan Khalifah Abu Bakar
Faktor
keberhasilan Abu Bakar yang lain adalahb dalam membangun pranata social di
bidang politik dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari
sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada
tokoh- tokoh sahabat untuk ikut membicarakan berbagai masalah sebelum mengambil
keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislative.
5.
Peradaban Pada
Masa Abu Bakar
Bentuk
peradaban yang paling besar pada masa Khalifah Abu Bakar antara lain :
a. Penghimpunan Al
Quran, Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-
Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin
b.
Dalam bidang pranata social ekonomi adalah
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat dengan cara mengelola
zakat, infak dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin. Abu Bakar
menjalankankan roda pemeriintahannya selama lebih kurang 2 Tahun.
c.
Praktik pemerintahan Khalifah Abu Bakar
terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya
sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk menggantikannya.
B.
Khalifah Umar
Ibn Al- Khattab
1.
Kelahiran Umar
Ibn Al- Khattab (Tahun 13 H- 23 H)
Umar
ibn Al- Khattab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin
Nufail bin Abd Al Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi bin
Ka’ab bin lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash- Shiddiq.
Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW.
Kebesarannya
terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana, maupun
sebagai Mujtahid yang ahli dalam membangun Negara besar yang ditegakkan
atas prinsip- prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
2.
Latar Belakang
Kehidupan Umar ibn Al- Khattab
Umar
ibn Al- Khattab dilahirkan di Mekkah dari keturunan suku Quraisy yang
terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar
dan tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.
Sebelum
masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum Kafir Quraisy yang paling ditakuti
oleh orang- orang yang sudah masuk Islam. Setelah Umar masuk islam, dia menjadi
salah seorang yang gigih dan setia membela Islam.
3.
Pengangkatan Umar
ibn Al- Khattab Sebagai Khalfah
Abu
Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M/ 13 H, menunjuk Umar ibn Al Khattab
sebagai penggantinya. Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah
terjadi sebelumnya, tapi nampaknya ada beberapa factor dalam penunjukan ini
antara lain :
a.
Kehawatiran peristiwa yang sangat menegangkan
di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret ke perpecahan.
b.
Kaum Anshar dan kaum Muhajirin saling mengklaim
sebagai golongan yang berhak menjadi Khalifah
Penunjukan
Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan disaat ia mendadak sakit pada masa
jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunujukan
itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada
persetujuan umat.
Abu Bakar telah memanggil
Abdur-Rahman bin Auf dan ia menanyakan tentang Umar. "Dialah yang
mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdur-Rahman.
" Setelah Abdur-Rahman keluar ia
memanggil Usman bin Affan dan ditanyanya tentang Umar. "Semoga Allah telah
memberi pengetahuan kepada saya tentang dia," kata Usman, "bahwa isi
hatinya lebih baik dari lahirnya. Tak ada orang yang seperti dja di kalangan
kita." Setelah itu Abu Bakr meminta
pendapat Sa'id bin Zaid dan . Beberapa orang sahabat Nabi ketika mendengar
saran-saran Abu Bakar mengenai pe-nunjukan Umar sebagai khalifah
Merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang
bijaksana di kalangan Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari
dalam kamar di rumahnya itu Abu Bakr menjenguk kepada orang-orang yang ada di
Masjid, dan berkata kepada mereka: "Setujukah kalian dengan orang yang
dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya
dan tidak saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti
adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab:
"Kami patuh dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya
berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang ter-baik
untuk mereka . [9]
Setelah dilantik menjadi khalifah, ‘Umar berpidato di
hadapan umat Islam untuk menjelaskan visi politik dan arah kebijakan yang akan
dilaksanakan dalam memimpin kaum muslimin, dalam pidatonya berbunyi:
“Aku telah dipilih menjadi Khalifah.
Kerendahhatian Abu Bakar sejalan dengan jiwanya yang terbaik di antara kalian
dan lebih kuat terhadap kalian serta juga lebih mampu memikul urusan- urusan
kamu yang penting. Aku diangkat untuk menjadi Khalifah tidak sama dengan
beliau. Seandainya aku tahu ada orang yang lebih kuat untuk memikul jabatan ini
dari padaku, maka aku lebih suka memilih memberikan leherku untuk dipenggal
daripada memikul jabatan ini. [10]
4.
Ekspansi Islam
Masa Pemerintahan Kahalifah Umar ibn Al- Khattab
Selama
sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/ 634 M- 23 H/ 644 M ), sebagian besar
ditandai oleh penaklukan- penaklukan untuk melebarkan Islam ke luar Arab.
Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri- negeri jajahan
Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak
pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua
kekuatan itu jelas bukan hanya menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun
juga untuk kepentingan politik.
Faktor-
faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan Romawi
dan Persia antara lain :
a.
Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat
terhadap maksud baik Islam
b.
Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia
selalu berusaha menghancurkan Islam
c.
Bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang
subur dan terkenal dengan kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan
perdagangan dengan negeri- negeri Arab.
d.
Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh
menghasut suku- suku Badui untuk menentang Islam.
e.
Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia
sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan islam.
5.
Umar ibn
Khattab : Madinah Sebagai Negara Adikuasa
Semenjak
penaklukan Persia dan romawi , pemerintahan Islam menjadi adikuasa dunia yang
memiliki wilayah kekuasaan luas meliputi, semenanjung Arabia, palestina, Siria,
Irak, Persia, dan Mesir.
Umar
ibn Al- Khattab yang dikenal sebagai negarawan, administrator terampil dan
pandai, dan seorang pembaharu membuat berbagai kebijakan mengenai pengelolaan
wilayah kekuasaan yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan
Negara Madinah berdasarkan semangat Demokrasi.
6.
Peradaban pada
masa Khalifah Umar
Peradaban
yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative pemerintahan,
peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah
Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku samapai sekarang
adalah sebagai berikut : [11]
1)
Kedudukan lembaga peradilan ( wajib di tengah-
tengah masyarakat )
2)
Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
3)
Samakan pandangan anda kepada kedua belah
pihak, dan berlaku adillah.
4)
Kewajiban pembuktian
5)
Lembaga damai
6)
Penundaan persidangan
7)
Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
8)
Kewajiban menggali hokum yang hidup dan
melakukan penalaran logis.
9)
Orang Islam haruslah berlaku adil
10)
Larangan bersidang ketika emosional.
Khalifah
Umar bin Khattab menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih kurang 10
Tahun.
C.
Khalifah Utsman Bin Affan ( Tahun 23 H- 35 )
1.
Kelahiran
Utsman Bin Affan
Nama beliau
adalah Utsman bin
'Affan bin Abil 'Ash
bin Umayyah bin
Abdisy Syams bin
Abdi Manaf bin Qusyai
bin Kilab. Beliau
menisbatkan dirinya kepada bani
Umayyah, salah satu
kabilah Quraisy. Beliau
dilahirkan pada tahun 576 M di Mekah
enam tahun setelah tahun ga jah,
menurut pendapat yang
shahih. Beliau tumbuh diatas
akhlak yang mulia
dan perangai yang
baik. Beliau sangat pemalu,
bersih jiwa dan
suci lisannya, sangat sopan
santun, pendiam dan
tidak pernah menyakiti orang
lain. Beliau suka
ketenangan dan tidak suka
keramaian/kegaduhan, perselisihan,
teriakan keras. Dan
beliau rela mengorbankan nya wanya demi
untuk menjauhi hal-hal tersebut.
Dan karena kebaikan akhlak
dan mu'amalahnya, beliau dicintai oleh
Quraisy, hingga merekapun menjadikannya sebagai
perumpamaan. Dari sini Imam Asy-S
ya'bi mengatakan :
"Dahulu Utsman sangat dicintai oleh
orang-orang Quraisy, mereka menjadikannya sebagai
suri taudalan, mereka memuliakannya. Sampai-sampai
para ibu dari kalangan
orang-orang Arab, jika
menghibur anaknya, dia mengatakan
: Demi Allah yang Maha Penyayang, aku
mencintaimu seperti kecintaan Quraisy kepada Utsman . [12]
Ibu Khalifah
Utsman bin Affan adalah Urwy bin Kuriz bin Rabiah. Utsman bin Affan masuk Islam
pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Sesaat setelah masuk Islam, ia sempat
mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki dzun
nurain, karena menikahi dua putrid Rasulullah SAW secara berurutan setelah yang satu meninggal, yakni
Ruqayyah dan Ummu Kalsum.
2.
Pengangkatan
Khalifah Usman bin Affan
Panitia
pemilihan Khalifah, memilih Usman menjadi Khalifah ketiga menggantikan Umar bin
Khattab. Pemerintahan Usman bi Affan ini berlangsung dari tahun 644 sampai 656
M. ketika Usman dipilih, Usman telah tua ( 70 tahun) dengan kepribadian yang
agak lemah.
Dalam
Pidato pelantikan (inaugural speech) dari khalifah terpilih Utsman bin
Affan ra, setelah beliau dibai’at adalah sebagai berikut :
“Amma ba’du, sesungguhnya, tugas ini telah
dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah
muttabi’ (pengikut sunnah Rasulullah SAW) dan bukannya seorang mubtadi’ (seorang yang berbuat bid’ah). Ketahuilah
bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi
Nya, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang- orang sebelumku dalam
hal- hal yang kamu sekalian telah bersepakat dan telah kamu jadikan sebagai
kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang layak bagi ahli kebajukan dalam hal- hal
yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan mencegah diriku dari bertindak
atas kamu kecuali dalam hal- hal yang kamu sendiri telah menyebabkannya. “ [13]
Kelemahan
ini dipergunakan oleh orang- orang di sekitarnya untk mengejar keuntungan
pribadi, kemewahan dan kekayaan. Hal ini dimanfaatkan terutama oleh keluarganya
sendiri dari golongan Umayyah. Banyak pangkat- pangkat tinggi dan jabatan-
jabatn penting dikuasai oleh familinya. Pelaksanaan pemerintahan seperti ini,
dalam bahasa orang sekarang disebut nepotisme (kecenderungan untuk mengutamakan
atau menguntungkan sanak saudara (keluarga sendiri ).
3.
Visi dan Misi
Khalifah Utsman bin Affan
Dalam
pidato pelantikan Utsman bin Affan tergambar bahwa beliau adalah sebagai
seorang Sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak
politik, dalam pidato itu Usman mengingatkan beberapa hal penting : [14]
1)
Agar umat Islam selalu berbuat baik sebagai
bekal ke hari akhirat.
2)
Agar umat Islam tidak terpedaya dengan
kemewahan dunia.
3)
Agar umat Islam mau mengambil iktibar dari masa
lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan yang buruk.
4)
Sebagai Khalifah ia akan menjalankan perintah
Al Quran dan Sunnah.
5)
Ia akan melakukan apa yang telah dilakukan
pendahulunya
6)
Umat Islam boleh mengkritiknya jika ia
menyimpang dari ketetntuan hukum.
4.
Penyebaran
Islam pada Masa Khalifah Utsman Bin Affan
Pada
masa pemerintahannya perluasan daerah Islam diteruskan ke Barat sampai Maroko,
ke timur menuju India dan ke Utara bergerak ke arah konstantinopel. Pada
umumnya perluasan wilayah Islam ini dilakukan karena memenuhi kehendak
jenderal- jenderalnya.
Namun
pada saat Utsman bin Affan menjabat sebagai Khalifah Utsman dituduh oleh
sebahagian sahabat telah mengangkat familinya untuk menduduki jabatan- jabatan
istana. Pemberontakan dimulai di Mesir, kemudian orang- orang yang sudah
terbakar emosinya datang ke Madinah, tempat tinggal Khalifah. Ia dikepung di
rumahnya, karena menolak untuk menyerah maka ia dibunuh oleh salah seorang
pengacau, peristiwa itu terjadi pada tahun 656 H, kemudian dipilihlah
penggantinya yang akhirnya dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. [15]
5.
Peradaban pada
masa Khalifah Utsman bin Affan
Di
antara jasa- jasa Usman Bin Affan yang lain adalah tindakannya untuk menyalin
dan membuat Al- Quran standar, yang di dalam kepustakaan disebut dengan kodifikasi
al Quran.[16]
Standarisasi
Al Quran perlu diadakan, karena pada masa pemerintahannya wilayah Islam telah
sangat luas dan didiami oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa dan
dialek yang tidak sama. Karena itu, di kalangan pemeluk agama Islam terjadi
perbedaan ungkapan dan ucapan tentang
ayat- ayat al quran yang disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara mengucapkan
itu menimbulkan perbedaan arti. Berita tentang ini sampai pada Usman. Ia lalu
membentuk Panitia yang kembali dipimpin oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin
naskah Al- Quran yang telah dihimpun di masa Khalifah Abu Bakar dahulu,
disimpan oleh Hafsah, janda Nabi Muhammad SAW. Panitia ini bekerja dengan satu
disiplin tertentu, menyalin naskah Al Quran ke dalam lima Mushaf (kumpulan
lembaran- lembaran yang ditulis, dan Al Quran itu sendiri disebut pula Mushaf
), untuk dijadikan standar dalam penulisan dan bacaan Quran di wilayah
kekuasaan Islam pada waktu itu. Semua naskah yang dikirim ke ibukota Propinsi (
Makkah, Kairo, Damaskus, Baghdad) itu disimpan dalam masjid. Satu naskah
tinggal di Madinah untuk mengenang jasa Usman, naskah yang disalin di masa
pemerintahnnya itu disebut Mushaf Usmany atau al- Imam karena ia
menajadi standar bagi Quran yang lain. Kemudian disalin dan diberi tanda- tanda
bacaan di Mesir seperti yang kita lihat sekarang ini. [17]
Khalifah
Utsman bin Affan menjalankankan roda pemeriintahannya selama lebih kurang 12
Tahun.
D.
Khalifah Ali
Bin Abi Thalib ( Tahun 35 H- 40
H)
1.
Kelahiran
Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Imam Ali r.a dilahirkan hari
Jum'at, 13 bulan Rajab, 12 tahun sebelum Nabi Muhammad s.a.w. mendapat risalah, Sepanjang ingatan orang,
inilah untuk pertama kali seorang wanita melahirkan puteranya dalam Ka'bah.
Kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya saja. Kejadian yang luar
biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai penjuru. Berbondong- bondonglah
mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang ke Ka'bah, guna menyaksikan bayi
yang baru lahir. Di antara yang datang ialah Nabi Muhammad s.a.w. Bayi ini
saudara misan beliau sendiri. Beliau menggendong bayi tersebut, kemudian
bersama ayah-ibunya pulang ke rumah Abu Thalib.
Pemuka-pemuka Qureiys diundang mengunjungi pesta itu, sebagai
penghormatan atas kelahiran puteranya. Pada kesempatan itulah Abu Thalib
mengumumkan pemberian nama "Ali" kepada puteranya yang baru lahir.
"Ali" berarti "luhur". Sesungguhnya, sebelum berlangsung
pesta walimah, di mana Abu Thalib mengumumkan nama "Ali" bagi
puteranya yang keempat itu, Fatimah telah memberi nama "Haidarah",
yang berarti "Singa". Satu nama yang diambil persamaannya dari nama
Asad, nama datuknya dari pihak ibu, yang juga berarti "Singa". Sementara orang mengatakan, bahwa yang
memberi nama "Haidarah" ialah orang-orang Qureiys. Tetapi sejarah
membuktikan, bahwa nama "Haidarah" itu sesungguhnya pemberian ibunya
sendiri.
Bukti sejarah ini dapat diketahui dari peristiwa perang-tanding, seorang
lawan seorang, antara Imam Ali r.a. melawan Marhaban. Dalam perang-tanding itu
Marhaban mengagul-agulkan diri engan bait syairnya: "Aku inilah yang
diberi nama Marhaban oleh ibuku!" Imam Ali r.a. segera menukas dan
melanjutkan bait syair itu dengan kata-katanya: "Aku inilah yang diberi
nama Haidarah oleh ibuku!" Hanya saja nama yang diberikan ibunya menjadi
tenggelam sesudah pengumuman ayahnya dalam pesta walimah, yaitu
"Ali". Ia lebih terkenal
dengan nama Ali bin Abi Thalib.
Ketika di bawah asuhan Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. pernah diberi
julukan "Abu Turab", yang artinya "Si Tanah". Pemberian
julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya Imam Ali r.a. di satu
hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang menemuinya Nabi Muhammad s.a.w.
sendiri. Beliau menghampirinya dan duduk dekat kepalanya sambil mengusap-usap
punggungnya guna membuang debu-tanah. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w.
membangunkannya seraya berkata: "Duduklah, engkau hai Abu
Turab!" Nama Abu Turab ini paling
disukai oleh Imam Ali r.a. Ia sangat bangga bila dipanggil dengan nama itu. [18]
2.
Proses
Pengangkatan Ali Bin abi Thalib
Menurut penuturan Abu Mihnaf, sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil
Balaghah, jilid IV, halaman 8, dikatakan, bahwa ketika itu kaum Muhajirin dan
Anshar berkumpul di masjid Rasul Allah s.a.w. Dengan harap-harap cemas mereka
menunggu berita tentang siapa yang akan menjadi Khalifah baru. Masjid yang
menurut ukuran masa itu sudah cukup besar, penuh sesak dibanjiri orang. Di
antara tokoh-tokoh muslimin yang menonjol tampak hadir Ammar bin Yasir, Abul
Haitsam bin At Thaihan, Malik bin 'Ijlan dan Abu Ayub bin Yazid. Mereka bulat
berpendapat, bahwa hanya Ali bin Abi Thalib r.a. lah tokoh yang paling mustahak
dibai'at. Diantara mereka yang paling
gigih berjuang agar Imam Ali r.a. dibai'at ialah Ammar bin Yasir. Dalam
mengutarakan usulnya, pertama-tama Ammar mengemukakan rasa syukur karena kaum
Muhajirin tidak terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman r.a. Kepada kaum Anshar, Ammar menyatakan, jika
kaum Anshar hendak mengkesampingkan kepentingan mereka sendiri, maka yang
paling baik ialah membai'at Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Ali bin Abi
Thalib, kata Ammar, mempunyai keutamaan dan ia pun orang yang paling dini
memeluk Islam. Kepada kaum Muhajirin, Ammar mengatakan: kalian sudah mengenal
betul siapa Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu aku tak perlu menguraikan
kelebihan-kelebihannya lebih panjang lebar lagi. Kita tidak melihat ada orang
lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk diserahi tugas itu! Usul Ammar
secara spontan disambut hangat dan didukung oleh yang hadir. Malahan kaum
Muhajirin mengatakan: "Bagi kami, ia memang satu-satunya orang yang paling
afdhal!" Setelah tercapai kata sepakat, semua yang hadir berdiri serentak, kemudian berangkat
bersama-sama ke rumah Imam Ali r.a.
Di depan rumahnya mereka beramai-ramai minta dan mendesak agar Imam Ali
r.a. keluar. Setelah Imam Ali r.a. keluar, semua orang berteriak agar ia
bersedia mengulurkan tangan sebagai
tanda persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin. Pada mulanya Imam Ali r.a.
menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia menyatakan :
"Aku lebih baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi seorang Amir
yang berkuasa. Siapa pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan kuterima
dengan rela. Ingatlah, kita akan menghadapi banyak hal yang menggoncangkan hati
dan fikiran." Jawaban Imam Ali r.a. yang seperti itu tak dapat diterima
sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu datang berkerumun di
rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa, supaya Imam Ali r.a.
bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah. Dengan mantap mereka menegaskan
pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat menegakkan pemerintahan dan
hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir terhadap ummat Islam, jika
kekhalifahan jatuh ketangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi saling-tolak dan saling tukar pendapat
antara Imam Ali r.a. dengan mereka. Para sahabat Nabi Muhammad s.a.w. dan para
pemuka kaum Muhajirin dan Anshar mengemukakan alasannya masing-masing tentang
apa sebabnya mereka mempercayakan kepemimpinan tertinggi kepada Imam Ali r.a.
Betapapun kuat dan benarnya alasan yang mereka ajukan Imam Ali r.a. tetap
menyadari, jika ia menerima pembai'atan mereka pasti akan menghadapi berbagai
macam tantangan dan kesulitan gawat. Baru setelah Imam Ali r.a. yakin benar,
bahwa kaum muslimin memang sangat menginginkan pimpinannya, dengan perasaaan
berat ia menyatakan kesediaannya untuk
menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang mendorong Imam Ali r.a.
bersedia dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan persatuan dan kepentingan
kaum muslimin. Rasa tanggung jawabnya yang besar atas terpeliharanya
nilai-nilai peninggalan Rasul Allah s.a.w., membuatnya siap menerima tanggung
jawab berat di atas pundaknya. Sungguh pun demikian, ia tidak pernah lengah,
bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Utsman r.a. benar-benar merupakan
tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Imam Ali r.a. untuk bersedia dibai'at sebagai Amirul Mukminin
disambut dengan perasaan lega dan gembira oleh sebagian besar kaum muslimin.
Kepada mereka Imam Ali r.a. meminta supaya pembai'atan dilakukan di masjid agar
dapat disaksikan oleh umum. Kemudian Imam Ali r.a. juga memperingatkan, jika
sampai ada seorang saja yang menyatakan terus terang tidak menyukai dirinya,
maka ia tidak akan bersedia dibai'at. Mereka dapat menyetujui permintaan Imam
Ali r.a., lalu ramai-ramai pergi menuju masjid. Setibanya di Masjid, ternyata
orang pertama yang menyatakan bai'atnya ialah Thalhah bin
Ubaidillah. Menyaksikan kesigapan Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin
Dzuaib Al Asadiy menanggapi: "Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan
Thalhah itu tidak sempurna!" Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan
Thalhah memang lumpuh sebelah. Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu
saja. Zubair bin Al-'Awwam segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at
kepada Imam Ali r.a. Sesudah itu barulah kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan
bai'atnya masing-masing. Yang tidak ikut menyatakan bai'at ialah Muhammad bin
Maslamah, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Umar, Usamah bin
Zaid, Saad bin Abi Waqqash, dan Ka'ab bin Malik. Tata cara pembai'atan
dilakukan menurut prosedur sebagaimana yang lazim berlaku atas diri
Khalifah-khalifah sebelumnya. Sesuai dengan tradisi pada masa itu, sesaat
setelah dibai'at Amirul Mukminin Imam Ali r.a. menyampaikan amanatnya yang
pertama. Antara lain mengatakan:
"Sebenarnya aku ini adalah seorang yang sama saja
seperti kalian. Tidak ada perbedaan dengan kalian dalam masalah hak dan
kewajiban. Hendaknya kalian menyadari, bahwa ujian telah datang dari Allah
s.w.t. Berbagai cobaan dan fitnah telah datang mendekati kita seperti datangnya
malam yang gelap-gulita. Tidak ada seorang pun yang sanggup mengelak dan
menahan datangnya cobaan dan fitnah itu, kecuali mereka yang sabar dan
berpandangan jauh. Semoga Allah memberikan bantuan dan perlindungan.
"Hati-hatilah kalian sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah
s.w.t. kepada kalian, dan berhentilah pada apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam
hal itu janganlah kalian bertindak tergesa-gesa, sebelum kalian menerima
penjelasan yang akan kuberikan. "Ketahuilah bahwa Allah s.w.t. di atas
'Arsy-Nya Maha Mengetahui, bahwa sebenarnya aku ini tidak merasa senang dengan
kedudukan yang kalian berikan kepadaku. Sebab aku pernah mendengar sendiri
Rasul Allah s.a.w. berkata: "Setiap waliy (penguasa atau pimpinan)
sesudahku, yang diserahi pimpinan atas kaum muslimin, pada hari kiyamat kelak
akan diberdirikan pada ujung jembatan dan para Malaikat akan membawa lembaran
riwayat hidupnya. Jika waliy itu seorang yang adil, Allah akan menyelamatkannya
karena keadilannya. Jika waliy itu seorang yang dzalim, jembatan itu akan
goncang, lemah dan kemudian lenyaplah kekuatannya. Akhirnya orang itu akan
jatuh ke dalam api neraka…" [19]
3.
Peristiwa
tahkim Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Konflik
politik antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi Sufyan diakhiri
dengan Tahkim. Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang
terkenal sangat jujur dan tidak “ cerdik” dalam politik yaitu Abu Musa Al Asyari.
Sebaliknya dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan diutus seorang yang sangat
terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik yaitu Amr ibn Ash.
Dalam
tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Ibn Abi
Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari.
Pendukung Ali Ibn Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok
pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka
tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah
kelompok yang menolak hasil Tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi
Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang
terlibat dalam Tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib. [20]
Khalifah
Ali bin Abi Thalib menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih kurang 5
Tahun.
E.
Kemajuan
Peradaban Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masa
kekuasaan khulafaur rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga
Ali bin Abi Thalib, merupakan masa kekusaan khalifah Islam yang berhasil dalam
mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakkan
dasar agama Islam di arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya
diteruskan oleh para khulafaur rasyidin. Pengembangan agama Islam yang
dilakukan pemerintahan khulafaur rasyidin dalam waktu yang relatif singkat
telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang. Ekspansi ke negri-negri yang
sangat jauh dari pusat kekusaan, dalam waktu tidak lebih dari setengah abad
merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah
memiliki pengalaman politik yang memadai.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat, antara lain
sebagai berikut :
1.
Islam, di
samping merupakan ajaran yang mengatur humbungan manusia dengan Tuhan, juga
agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2.
Dalam dada
para sahabat Nabi SAW tertanam keyakinan yang sangat kuat tentang kewajiban
menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) keseluruh penjuru dunia.
3.
Pertentangan
aliran agama di wilayah Bizaitun mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama
bagi rakyat.
4.
Islam
datang kedaerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran,
tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam.
5.
Bangsa sami
di Syiria dan palestina, dan bangasa Hami di Mesir memandang bangsa Arab
lebih dekat daripada bangsa Eropa, Bizantiun, yang merintah mereka.
6.
Mesir,
Syiria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan intu membantu pengusa
Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh
Dr. Hasan
Ibrahim dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasi”, menjelaskan bahwa
organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Negara yang ada pada masa Khulafaur
rasyidin, diantaranya sebagi berikut :
1.
Lembaga
Politik.
2.
Lembaga
Tata Usaha Negara.
3.
Lembaga
Keuangan Negara.
4.
Lembaga
Kehakiman Negara.
1.
Pembarui
Organisasi Negara
Pada masa
Rasul, sesuai dengan keadaannya, oranisasi negara masih sederhana. Tetapi
ketika masa khalifah Umar, di mana ummat islam sudah terdiri dari macam-macam
bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi negara sebagai
berikut:
a.
Al-Khalifaat,
(Kepala Negara).
Dalam
memilih kepala negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang mungkin sama
dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro
bainahun sebagimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
b.
Al-Wazaraat,
(Menteri).
Khalifah
Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umum dan
kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman, surat-menyurat dan
tawanan perang.
c.
Al-Kitabaat,
(sekretaris Negara)
Umar bin
Khattab mengkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi sekretaris untuk
menjelaskan urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
2.
Admistrasi
Negara.
Sesuai
dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khatab menyusun administrasi negara menjadi
:
a)
Diwan
al-Jundiy/Diwan al-Harby (Badan Pertahanan Keamanan)
Orang muslim pada masa Rasul dan Abu Bakar
semuanya adalah perajurit “ketika perang
b)
Diwan
al-Kharaj/Diwan al-Maaly/Bait al-Maal (Mengurusi keuangag Negara).
Digunakan untuk mengurusi pemasukan dan
pengeluaran anggaran belanja negara.
c)
Diwan-al-Qudhat
(departemen kehakiman).
Umar mengkat hakim-hakim khusus untuk tiap
wilayah dan menetapkan persyaratannya.
3.
Al-Imarah ‘ala
al-buldan (Administrasi pemerintahan dalam Negri).
a)
Negara
dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil),
yaitu :
·
Ahwaz dan
Bahrain
·
Sijistan,
Iraq, Makran dan Karman.
·
Syam,
Palestina, Mesir, Padang Sahara Libia.
b) Al-Barid : perhubungan, kuda pos memakai kuda pos.
c) Al-Syurthah : polisi penjaga keamanan negara.
4.
Mengembangkan
Ilmu
Kelanjutan
meluaskan islam ada dua gerakan perpindahan manusia, “orang Arab Muslim keluar
Jaziriah Arab, orang Ajam datang ke jaziriah Arab”. Dua gerakan perpindahan ini
membawa dampak tersendiri, baik positif maupun negatif. Orang Ajam yang berasal
dari luar Jazirah Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu pengetahuan
mereka hampir padam, namun bekasnya
masih nyata. Hal ini terlihat pada adanya kota-kota tempat perkembangan
kebudayaan yunani seperti Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur.
5.
Tanggung Jawab
Negara yang pokok.
Prinsip
persamaan di bidang ekonomi ini merupakan dasar masyarakat Islam dan merupakan
suatu jaminan untuk mempertahankan keseimbangan. Ciri utama dan prinsip jaminan
masyarakat dari kebijakan ini dirumuskan sebagai berikut :
a.
Hak Kaum
Miskin.
b.
Larangan
menumpuk Harta.
c.
Setiap
orang membayar sesuai dengan kemampuan.
d.
Setiap
orang (dibantu) sesuai kebutuhannya
e.
Jaminan
social.
f.
Cadangan
social.
6.
Pembayaran
Bantuan Keuangan.
Prinsip
jaminan social telah di mulai dan dijalankan pada mas Khulafah Umar dan
dibentuk pula departemen-departemen lain untuk mendistribusikan uang bantuan
dan sumbangan kepada masyarakat dan lain-lain yang dilakukan untuk tujuan
tersebut. Departemen-departemen yang dibentuk antara lain :
a.
Departemen
pelayanan militer.
b.
Departemen
kehakiman dan eksekutif.
c.
Departemen
pendidikan dan pengembangan Islam
d.
Departemen
jaminan social.
e.
Jamin sosial untuk
semua.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas maka yang menjadi kesimpulan makalah ini adalah sebagai
berikut:
- Perkembangan peradaban Islam pada masa khulafaurrasyidin mengalami kemajuan
yang pesat, hal tersebut ditandai dengan pembanguan di berbagai bidang.
Misalnya : perluasan wilayah kekuasaan, pertahanan militer, pembangunan
armada angkatan laut, pembentukan lembaga baitul mal, pembangunan sarana
ibadah, pembukuan al qur’an, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
- Ummat Islam betul-betul masih berpegang kepada tali agama Allah yang
lurus. Dalam artian ajaran islam dijadikan sebagai dasar negara. Apa yang
diperintahkan oleh agama diyakini sebagai kebenaran mutlak dan mereka
tidak ragu terhadap ajaran islam itu sendiri. Amirul mukminin sebagai
pelopor secara langsung daripada penegakkan syariat islam itu. Ajaran
Islam menjadi ruh dari pada perjuangan mereka.
- Disamping perkembangan peradaban Islam yang pesat pada masa khulafaurrasyidin, juga terdapat banyak
hambatan, yaitu :
1)
Munculnya nabi-nabi palsu setelah pasca
meninggalnya Rasulullah saw,
2)
Munculnya kelompok-kelompok pemberontakan baik
dari luar islam terlebih dari dalam islam itu sendiri.
3)
Terjadinya perpecahan kaum muslimin yang dipicu
oleh kelompok-kelompok tertentu yang berkeimginan menduduki posisi kekhalifaan,
akhirnya orang-orang islam pada masa itu saling membunuh antara satu dengan
yang lainnya, dan salah satu tokoh yang terkenal berambisi merebut kekuasaan
adalah Mu’awiah & Zubair, dan masih banyak lagi yg lainnya yg berambisi
untuk menjadi khalifah.
- Usaha-usaha
yang dilakukan ummat Islam dalam mengatasi hambatan-hambatan yang
terjadi pada masa khulafaurrasyidin yatu :
1)
Para nabi palsu dibasmi, baik dengan cara
damai, bagi kelompok yang tidak mengindahkan ultimatum dari kahalifah maka
jalan terakhir adalah dibasmi dengan cara diperangi.
2)
dalam mengatasi pemberontak juga ditempuh dua
cara yaitu perjanjian damai dan perang, namun usaha yang dulakukan dalam
mengatasi masalah ini didak berhasil, hingga akhirnya Ali bin abu thalib
meninggal terbunuh. Justru situasi kembali damai ketika hasan ibnu Ali
menyerahkan tahta kepemimpinan kepada Mu’awiah yang sangat berambisi menjadi
pemimpin kaum muslimin. Dengan penyerahan kekuasaan itu, maka berakhirlah
pemerintahan khulafaurrasyidin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Husaini, Al
Hamid 1981, Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib .Jakarta : Lembaga
Penyelidikan Islam.
At Tamimi,
Abdurrahman, 2008, Utsman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu Khalifah Yang
Terzalimi.
Boulares, Habib
Boulares,2003, Islam Biang Ketakutan atau Tumpuan Harapan?.Bandung
: Pustaka Hidayah.
Boulares,
Muhammad,2006, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Hasbi, Al
Furqan, 2008, 125 Masalah Zakat. Solo: Tiga Serangkai, Cetakan
Pertama.
Husain Haikal,
Muhammad, 2002, Al- Faruq ‘Umar.Bogor : Pustaka Litera AntarNusa,
cetakan ke- 3.
Iqbal
,Muhammad, 2000, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam.
Jakarta : Gaya Media Pratama.
Kencana
Syafi’ie, Inu,2004, Ilmu Pemerintahan dan Al- Quran. Jakarta : PT
Bumi Aksara, Cetakan I.
Supriyadi,
Dedy, 2008, Sejarah Peradaban Islam. Bndung : Cv Pustaka Setia.
Tjokroaminoto,2003,
Islam dan Sosialisme. Jakarta : Tride, Cetakan.
www.akhmadrowi.blogspot.com
[3] Suatu
tempat yang biasa digunakan untuk berkumpul dan membahas masalah- masalah umat.
Pertemuan kali ini khusus diselenggarakan untuk menimbang siapa yang harus
memegang tumpuk pemerintahan di kalangan mereka setelah Rasulullah SAW
meninggal dunia. Ketika Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Al Khattab
dan Abu ‘Ubaidah diberitahu akan hal ini, beliau segera menyatakan kesediaannya
berpartisipasi dalam pertemuan ini.
[4] Ibid, h. 69-70
[5] Muhammad Iqbal, Fiqh
Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam , (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 2000), h. 51
[8] Ibid, h. 78
[9] Muhammad
Husain Haikal , Al- Faruq ‘Umar, diterjemahkan oleh Ali Audah,
Umar Bin Khattab (Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, cetakan ke- 3, 2002), h.
133- 135
[12] Abdurrahman At Tamimi, Utsman Bin Affan
Radiyallahu ‘Anhu Khalifah Yang Terzalimi, ( Maktabah Abu Salma Al
Atsari, 2008), h. 6
[13] Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan
dan Al- Quran, ( Jakarta : PT Bumi Aksara, Cetakan I, 2004), h. 152-153
[15] Habib Boulares, Islam Biang Ketakutan
atau Tumpuan Harapan ?, ( Bandung : Pustaka Hidayah, Cetakan I, 2003),
h. 123
[16] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam
(Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2006), h. 178-179
[17] ibid
[18] H.M.H.
Al Hamid Al Husaini, Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib ra,
(Jakarta : Lembaga Penyelidikan Islam, 1981), h. 6-7
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !