PENGARUH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH
Tugas
Ini Diusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam,
Dosen
pengampu: Bp. Drs. H Akhmad Rowi, M.H.
Disusun oleh:
1. Fita masanti
SEMESTER V
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK TAHUN
AJARAN 2015/2016
SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peradaban dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan
Rasulullah, para sahabat (Khulafaur Rasyidin), dan sejarah kekhalifahan Islam
sampai kehidupan umat Islam sekarang. Islam yang di wahyukan kepada Nabi
Muhammad saw telah membawa bangsa arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak
terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang
maju.Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber pada peradaban islam yang masuk
ke eropa melalui spanyol. Islam memang berbeda dari agama-agama
lain,sebagaimana pernah diungkapkan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither
Islam kemudian dikutip M.Natsir, bahwa, “Islam is
andeed much more than a system oftheology, it is a complete civilization”
(Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu
peradaban yang sempurna).
Maju mundurnya peradaban islam tergantung dari sejauh mana
dinamika umat Islam itu sendiri. Maka dari itu kita akan membahas sebuah
peradaban besar yang sangat berpengaruh luas, yaitu masa kekhalifahan Abbasiyah
yang berpusat diBaghdad.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Mengetahui sejarah peradaban Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah
2.
Memahami proses berkembang dan terbentuknya Dinasti Abbasiyah
3.
Mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh para
khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah.
4.
Memahami proses kemunduran dan keruntuhannya.
BAB II
DINASTI ABBASIYAH
A.
Asal-usul Pertumbuhan dan Perkembangannya
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari
nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah
Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan
sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132– 656 H / 750–1258 M. Lima setengah
abad lamanya keluarga Abbasiyah
menduduki singgasana Khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang
dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd
al-Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu);
sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di
Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahmanal-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan
pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibnu Abi Thalib. Dari
segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima
abad.
Bani Abbasiyah mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa
pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai
Kholifah Al-Watsiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132–232 H / 749–879 M). Dan pada masa kholifah
Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu‟tashim, Islam mengalami masa kemunduran dan
keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada
tahun 656 H / 1258 M.[1]
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan
pola pemerintahan dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1.
Periode Pertama (132 H/750 M– 232 H/847 M), disebut periode
pengaruh Persia pertama.
2.
Periode Kedua (232 H/847 M–334 H/945 M), disebut masa
pengaruh Turki pertama.
3.
Periode Ketiga (334 H/945 M–447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
Buwaih dalam pemerintahan k. halifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa
pengaruh Persiakedua.
4.
Periode Keempat (447 H/1055 M–590 H/1194 M), masa kekuasaan
dinasti Bani sejak dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga
dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.
Periode Kelima (590 H/1194 M–656 H/1258 M), masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif
disekitar kota Baghdad.[2]
B.
Perkembangan Politik
Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari
pemerintahan daulah Bani Umayyah yang
telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara
kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah,
diantaranya adalah :
a.
Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam
segala hal parapejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak
peradaban yangdihasilkan pada dinasti ini.
b.
Dinasti Abbasiyah,
disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telahterpengaruh dengan
corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dansebagainya.
C.
Perkembangan Peradaban Islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam
dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Pada zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis terhadap
ilmupengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan
juga melakukan
riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiah pada zaman
ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah,
mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.[3]
Setelah mencapai kemenangan di medan perang,
tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada anggota-anggota pemerintahan,
keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk bergiat di lapangan
masing-masing. Dengan demikian munculah pada zaman itu sekelompok
penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu
hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan
bahasa Arab.[4]
Banyak ahli dalam bidang-bidang ilmu
pengetahuan, seperti; filsafat. Filosuf terkenal saat itu antara lain adalah
Al-Kindi (185-260 H/801-873 M). Abu
Nasr al Faraby (258-339 H/870-950 M), yang menghasilkan karya dalam bentuk buku
berjudul Fusus al-Hikam, Al- Mufarriqat, Ara’uahl al-Madinah al-Fadhilah.
Selain mereka, juga ada Ibnu Sina (370-428
H/980-1037 M), Ibnu Bajjah (w. 533 H/1138 M), diantara karyanya adalah Risalatul Wada’, akhlak, kitab al-Nabat,
Risalah al-Ittishal al-‘Aql bil Ihsan,
Tadbir al-Mutawahhid, kitab al-Nais, Risalah al-Ghayah al-Insaniyah, Al-Ghazali
(1059-1111 M), Ibnu Rusyd (520-595
H/11261196M), dan lain-lain. Selain filsafat, juga terjadi perkembangan dan
kemajuan dalam bidang Ilmu Kalam atau Teologi. Diantara tokoh-tokohnya adalah
Washil bin Atha, Baqillani, Asyary Ghazali,Sajastani, dan lain-lain.[5]
Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa
daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a.
Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada masa
dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Baghdad merupakan ibu kota negara
kerajaan Abbasiyah yang didirikan
Kholifah Abu Ja‟far Al-Mansur (754-775 M) pada
tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan
kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang
beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur
sungai Tigris, yang berjarak +60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17
istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.[6]
b.
Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan
kholifah sebagai kepala negara sangat terasa sekali dan benar seorang kholifah
adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara. Sedang masa
Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir
(perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa
Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja,
karena para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai
penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada
apa-apanya lagi.
Dalam pembagian wilayah (propinsi),
pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat, gubernurnya bergelar
Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa,
Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada wilayah/imaraat ini diberi
hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya
as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.
Selain itu, dinasti Abbasiyah juga telah
membentuk angkatan perang yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak
turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal/
Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu
juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan
hukum.[7]
c.
Bangunan Tempat Peribadatan dan Pendidikan
Di antara bentuk bangunan yang dijadikan
sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah. Madrasah yang terkenal saat itu
adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah,
Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk seorang perdana menteri pada
tahun 456 –486 H. selain madrasah, terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga
pendidikan dasar dan menengah, Majlis Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan
diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai perpustakaan.
Di samping itu, terdapat juga bangunan berupa
tempat-tempat peribadatan, seperti masjid. Masjid saat itu tidak hanya
berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga sebagai tempat
pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara masjid-masjid tersebut
adalah masjid Cardova,Ibnu Toulun,Al-Azhar dan lain sebagainya.
d.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih,
Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu „aqli seperti : Ilmu
Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan
Geografi.[9]
D.
Perluasan/ekspansi
Kekuasaan Islam
Pada masa pemerintahan dinasti
Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah
yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan,
Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania,Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia,
Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke
Turki, Cina dan juga India.[10]
Khalifah
Al-Manshur berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya
membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan didaerah
perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-bentengdi
Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Keutara, bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat
Bosporus.
Di
pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata
758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya jugaberhadapan
dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki dibagian
lain Oksus dan India.[11]
E.
Sebab-sebab
Kemunduran dan Kehancuran
Kehancuran Dinasti Abbasiyah
ini tidak terjadi dengan cara spontanitas,melainkan melalui proses yang panjang
yang diawali oleh berbagai pemeberontakandari kelompok yang tidak senang
terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah.
Disamping itu juga, kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah
di Baghdad,disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali,
sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Berakhirnya
kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khalifah Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada
periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu
dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya
dinasti yang cukup besar, namun yang terbanyak
adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa
kembali,tetapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang
sempit ini menunjukan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan
tatarmenyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa
perlawananyang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini
adalah awalbabak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan.
Sebagaimana
dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode
kedua, namun demikian faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara
tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah
pada saat periode ini sangat kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam
sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila kalifah kuat, paramenteri
cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Di
antara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai
berikut :
a.
Mayoritas Kholifah Abbasiyah
periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup
mewah.
b.
Luasnya wilayah kekuasaan
Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerahsulit dilakukan.
c.
Ketergantungan kepada tentara bayaran.
d.
Semakin kuatnya pengaruh
keturunan Turki dan Persia, yang menimbulkan kecemburuan bagi bangsa Arab
murni.
e.
Permusuhan antara kelompok
suku dan agama.
f.
Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
g.
Penyerbuan tentara Mongol di
bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul
Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali
bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas
As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132–656 H / 750–1258 M. Lima setengah abad lamanya
keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya
di kota Baghdad.
Di antara kota pusat peradaban
pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bangdad merupakan ibu
kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja‟far Al-Mansur
(754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi
pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ketika banyak terjadi
pemberontakan, kekuatan Dinasti Abbasiyah pun melemah.Sehingga terjadi
kegoncangan kekuasaan yang berakhir dengan disintegrasi wilayah dan keruntuhan
dinasti ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Armstrong, Karen, Islam : Sejarah Singkat.
Yogyakarta : Penerbit Jendela, 2002.
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Yogyakarta, 1989.
Hasimy, A, Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta :
Bulan Bintang, 1993.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta : Kencana, 2007.
Sunanto, Musyifah, Sejarah Islam Klasik.
Jakarta : Kencana, 2003.
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid
2. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983.
Watt, W. Mongtomery, Kejayaan Islam. Yogyakarta
: Tiara Wacana, 1990.
www.akhmadrowi.blogspot.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !