IDENTITAS PERADABAN ISLAM DI
INDONESIA
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu : Drs. H Akhmad Rowi, MH
Disusun
Oleh :
Zunita Aditya
|
C.1.4.12.0060
|
SEMESTER VI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN AKADEMIK 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam sebagai agama Rahmatan Lilalamin pertama kali lahir dan tumbuh
berkembang di jazirah arab yang pada perkembangannya mampu menyebar hingga
keseluruh pelosok dunia. Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa islam lahir dan
wafat di wilayah arab tepatnya dikota makkah dan madinah sebagai bagian dari
wilayah saudi arabia sehingga islam lebih berbudaya timur tengah. Islam secara
perlahan mampu menyebar hingga ke Mesir, Andalusia, Persia, India dan Cina
sejak masa khulafaurrosyidin, Bani Umayah, Abasiyah hingga dinasti-dinasti
sesudahnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbanyak didunia dengan potensi alam dan lautnya yang sangat banyak dan luas membentang dari Sabang sampai Merauke merupakan jalur perdagangan laut yang sangat ramai dan strategis dikawasan asia tenggara. Hal ini berlangsung sejak masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Airlangga, Singosari, Samudera Pasai hingga Demak. Dengan jalur perdangangan tersebut banyak pedagang islam dari Gujarat, Cina dan jazirah arab yang singgah sementara maupun menetap di Nusantara dengan menyebarkan kebudayaan islam pula. Sehingga terjadi asimilasi antara kebudayaan nusantara dengan kebudayaan islam bernuansa gujarat dan timur tengah.
Dengan perjalanan historis tersebut maka dalam makalah ini kami berupaya mengetengahkan berbagai contoh pengaruh peradaban islam terhadap kebudayaan Indonesia serta asimilasi yang terjadi diantara keduanya sehingga mampu membentuk kekhasan identitas peradaban islam di Indonesia yang bernilai historis tinggi.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbanyak didunia dengan potensi alam dan lautnya yang sangat banyak dan luas membentang dari Sabang sampai Merauke merupakan jalur perdagangan laut yang sangat ramai dan strategis dikawasan asia tenggara. Hal ini berlangsung sejak masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Airlangga, Singosari, Samudera Pasai hingga Demak. Dengan jalur perdangangan tersebut banyak pedagang islam dari Gujarat, Cina dan jazirah arab yang singgah sementara maupun menetap di Nusantara dengan menyebarkan kebudayaan islam pula. Sehingga terjadi asimilasi antara kebudayaan nusantara dengan kebudayaan islam bernuansa gujarat dan timur tengah.
Dengan perjalanan historis tersebut maka dalam makalah ini kami berupaya mengetengahkan berbagai contoh pengaruh peradaban islam terhadap kebudayaan Indonesia serta asimilasi yang terjadi diantara keduanya sehingga mampu membentuk kekhasan identitas peradaban islam di Indonesia yang bernilai historis tinggi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
LATAR BELAKANG SEJARAH TERBENTUKNYA IDENTITAS PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
Adalah sebuah kenyataan sejarah yang tak bisa dipungkiri bahwa masuknya
Islam ke Indonesia lebih banyak mengandalkan jalur-jalur kultural ketimbang
aksi kekerasan. Mulai dari era dakwah para saudagar Arab dan Gujarat, bahkan
konon termasuk para pedagang Cina, di wilayah-wilayah pesisir Nusantara pada
abad ke-7.
Banyak artefak dan dokumen sejarah membuktikan bahwa pada masa itu secara
pelan Islam merasuki wilayah nusantara ini. Bahkan diasumsikan pada masa itu
kontak perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara khususnya Airlangga
dan Singosari dengan Tiongkok telah terjalin dengan baik, Setelah para penyebar itu menjalin
hubungan yang baik dengan tradisi kultural masyarakat saat itu dengan
memperlihatkan kesantunan ajaran serta perilaku-perlaku yang meneduhkan, Islam
meluas hingga ke pusat-pusat kekuasaan kerajaan. Ini terbukti, bagaimana Sunan
Ampel sangat dekat dengan raja Brawijaya di era Kerajaan Majapahit. Kiprah
Sunan Ampel telah mengantarkan Walisongo memiliki peranan penting perkembangan
Islam selanjutnya. Islam telah merambah ke pelosok tanah Jawa bahkan menyebar ke seluruh
Nusantara. Keberhasilan para Walisongo tidak terlepas dari strategi dakwahnya.
Islam nyaris selalu diperkenalkan kepada masyarakat melalui ruang-ruang dialog,
forum pengajian, pagelaran seni dan sastra, serta aktivitas-aktivitas budaya
lainnya, yang sepi dari unsur paksaan dan nuansa konfrontasi,apalagi sampai
menumpahkan darah .
Melacak identitas dan otentitas Islam keindonesiaan dalam relasi kuasa
agama-budaya lokal dan agama--negara, menjadi varian pergulatan pemikiran Islam
di Indonesia, hingga kini masih berada dalam bingkai reinventing, proses
mencari dan menjadi. Proses "menjadi Islam Indonesia" sejatinya
dibangun dalam konstruk "keislaman Indonesia" tanpa terjebak pada
pobia negara Islam. Akan tetapi, kesadaran terhadap besarnya kontribusi dan
pergulatan Islam dalam proses "menjadi Indonesia" sangat urgen di
tengah mewabahnya wacana yang hendak membelokkan sejarah, sehingga kontribusi
Islam diabaikan dalam kitab besar sejarah bangsa ini. Islam keindonesiaan lahir
dari "rahim" pergulatan Islam dengan budaya lokal yang muncul seiring
lahirnya gagasan mendialogkan Islam dengan dimensi lokalitasnya. Upaya
mengadaptasikan konsep-konsep ajaran universal Islam dengan nilai-nilai
kebudayaan lokal yang tumbuh dalam masyarakat merupakan ikhtiar reinventing
Islam keindonesiaan .
Identitas Islam keindonesiaan sejauh ini dimaknai sebagai Islam berwajah Indonesia, bukan Islam arabisme tetapi "nilai langit" Islamisme yang didaratkan di bumi nusantara. Semangat ini sama dengan semangat pribumisasi Islam yang digagas Abdurrahman Wahid. Pribumisasi diajukan Gus Dur bukan sebagai upaya untuk menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan-kekuatan budaya setempat, tetapi agar budaya itu sendiri tidak hilang. Hal ini kemudian diracik dari proses dialog antara Islam dengan realitas, antara Islam dengan budaya lokal sehingga kehadiran Islam tidak mencerabut identitas lokalitas. Inilah semangat Islam pribumi, wajah Islam indonesia. Islam Indonesia adalah Islam yang telah mengalami lokalisasi kultural di berbagai wilayah, sehingga tidak menjadikan Islam Arab sebagai Islam ideal. Islam di Arab dan Islam di Indonesia berbanding lurus, bahkan Islam di Indoensia boleh jadi lebih berperadaban.
Identitas Islam keindonesiaan sejauh ini dimaknai sebagai Islam berwajah Indonesia, bukan Islam arabisme tetapi "nilai langit" Islamisme yang didaratkan di bumi nusantara. Semangat ini sama dengan semangat pribumisasi Islam yang digagas Abdurrahman Wahid. Pribumisasi diajukan Gus Dur bukan sebagai upaya untuk menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan-kekuatan budaya setempat, tetapi agar budaya itu sendiri tidak hilang. Hal ini kemudian diracik dari proses dialog antara Islam dengan realitas, antara Islam dengan budaya lokal sehingga kehadiran Islam tidak mencerabut identitas lokalitas. Inilah semangat Islam pribumi, wajah Islam indonesia. Islam Indonesia adalah Islam yang telah mengalami lokalisasi kultural di berbagai wilayah, sehingga tidak menjadikan Islam Arab sebagai Islam ideal. Islam di Arab dan Islam di Indonesia berbanding lurus, bahkan Islam di Indoensia boleh jadi lebih berperadaban.
Keislaman dan keindonesiaan menjadi satu kesatuan dan mustahil dipisahkan,
sebab kehadiran Islam sebagai transformator bagi masyarakat yang diselimuti
kebodohan menjadi masyarakat bermartabat dan berperadaban. Islam pun tercatat
berhasil merekatkan wilayah nusantara dalam kultur keindonesiaan dan dalam
bingkai integrasi.
B.
MACAM-MACAM IDENTITAS PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1.
Bentuk material
identitas peradaban islam Indonesia
a.
Bangunan Masjid
Upaya rekonsiliasi
memang wajar antara agama dan budaya di Indonesia dan telah dilakukan sejak
lama serta bisa dilacak bukti-buktinya. Masjid Demak adalah contoh konkrit dari
upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada
masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang
terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun
saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam
dan ihsan .
Tidak
hanya masjid Demak saja sebagai warisan budaya sekaligus identitas islam di
Indonesia namun masih banyak masjid lain di Nusantara sebagai warisan budaya
yang pada umumya bentuk fisik bangunannya sangat bermakna filosofis sebagai
hasil penggabungan budaya asli lokal dengan budaya islam. Seperti contoh Masjid
dan Menara Kudus.
b.
Pesantren dan madrasah
Pesantren
adalah salah satu segmen dalam masyarakat Indonesia yang memiliki akar sangat
kuat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, bahkan bisa disebut subkultur,
sebuah kelompok masyarakat yang memiliki sistem nilai dan pandangan hidupnya
sendiri sebagai bagian dari masyarakat luas. Tetapi karena tempatnya
yang pada umumnya di pedesaan dan menerapkan pendidikan dan tradisi keagamaan
(Islam) tradisional, maka dinamika yang ada di dalamnya kurang mendapatkan
ekspose. Ide pendirian pesantren pada mulanya berasal dari Sunan Ampel sebagai
penyebar islam di Jawa Timur, bertujuan untuk lebih mengoptimalkan pendidikan
agama bagi masyarakat sekitar. Mulanya pesantren di Indonesia merupakan sebuah
surau tempat mengaji para santri yang pada perkembangan berikutnya menjadi
seperti sekarang ini dengan berbagai bentuk model kurikulum dan bangunan fisik
yang indah dan besar .
Madrasah merupakan sebuah nuansa pendidikan yang khas di Indonesia sebagai hasil perkembangan dunia pendidikan Islam yang menginginkan suatu konsep pendidikan yang mampu mengintegralkan antara pelajaran umum dengan pendidikan agama.
Madrasah merupakan sebuah nuansa pendidikan yang khas di Indonesia sebagai hasil perkembangan dunia pendidikan Islam yang menginginkan suatu konsep pendidikan yang mampu mengintegralkan antara pelajaran umum dengan pendidikan agama.
2.
Bentuk imaterial
identitas peradaban islam Indonesia
a.
Politik Kemasyarakatan
Dalam sejarah
perkembangan islam di Nusantara pergelatan politik islam sudah muncul semenjak
zaman penjajahan Belanda yaitu pada masa pergerakan nasional Indonesia. Pergerakan
ini pada perkembangannya mampu menjadi sebuah identitas khas politik
kemasyarakatan islam di Indonesia. Sejarah mencatat berdirinya Sarekat Dagang
Islam 1911 oleh Haji Samanhudi dan Sarekat Islam tahun 1912 diprakarsai oleh
Haji Oemar Said Cokroaminoto .
Pada perkembangan era
setelah merdeka pergerakan identitas politik di Indonesia ditandai oleh semakin
banyaknya partai politik bernuansa islam yang muncul kepermukaan sejak orde
lama ( Masyumi, NU, PMI, PSII, PTI dan lain-lain ) hingga orde baru ( PPP ) dan
era reformasi dewasa ini dengan puluhan partai islamnya.
b.
Sosial Budaya
Mulai tahun 1989 di
Indonesia muncul sebuah istilah islam budaya yaitu islam berkembang sebagai
gerakan kebudayaan dan bukan lembaga politik. Islam budaya ini ditandai dengan
lahirnya Undang-undang Peradilan Agama ( UU No:7 Tahun 1989 ) dan komplinkasi
hokum islam berdasarkan Inpres No:1 Tahun 1991. Faktor lain yang menandai
lahirnya islam budaya ialah penyelenggaraan festifal Istiqlal tahun 1991 dan
1995 serta makin berkurangnya menteri non muslim pada masa cabinet pembangunan
VI dan VII .
Islam budaya sebagai
bagian dari identitas islam di Indonesia ditandai oleh semakin banyak serta menjamurnya berbagi organisasi sosial agama antara lain: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ICMI, BMI, MUI, HMI dan lain-lain.
c.
Seni budaya ( Tradisi )
Dengan adanya asimilasi
budaya islam dengan budaya local Nusantara dan dibarengi dengan misi penyebaran
islam secara damai maka para mubaligh zaman dulu mengambil strategi menggunakan
adat istiadat ( tradisi ) local sebagai alat penyebaran islam dengan memasukkan
ajaran islam kedalamnya. Ternyata strategi ini sangat berhasil dengan bukti
berbondong-bondong masyarakat yang masuk islam secara sukarela tanpa
keterpaksaan. Seperti yang dikembangkan oleh Sunan Kali Jogo dengan pertunjukan
wayang kulit. Model pakaian masyarakat Indonesia yang beragam namun bernuansa
islam juga merupakan identitas islam seperti peci hitam, sarung dan lain-lain.
Seperti
contoh didaerah madura setiap rumah disumenep memiliki langgar, kenduri
memperingati anggota keluarga yang meninggal setiap kamis malam, puasa bulanan
memperingati pendiri sufi Qodiriyah, tajin sora ( makan bubur dan ayam ) pada
bulan muharom/suro dan lain-lain . Contoh lain di Kudus ( Ritual giling tebu,
bulus kupatan, sedekah bumi rahtawu, haul, tebokan ampyang, ketupat ) di Pati (
Budaya Meron ) Demak ( kirap, kupatan ) Semarang ( syawalan, apitan ) Magelang
( Ritual sendang suruh, sungkem roh ) Wonogiri ( bersih desa ) dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, maka dapat kita
simpulkan terjadinya identitas peradaban islam di Indonesia tidak terlepas dari
sejarah masuk dan berkembangnya islam di Nusantara. Identitas ini terbentuk secara turun temurun sebagai hasil dari asimilasi dan
pengintegrasian budaya local sebelum islam dengan budaya islam dari Gujarat dan
timur tengah serta kandungan dari Al-Qur’an Hadits.
Di Indonesia banyak sekali identitas islam yang terbentuk seperti contoh
bangunan masjid, pesantren dan madrasah, organisasi politik islam, organisasi
kemasyarakatan islam serta tradisi / kultur budaya islam disuatu daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Sofwan, Kerajaan Islam Di Demak, Pustaka Al-Alawiyah, Semarang,
1991.
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004.
Firdaus Muhammad, Reinventing Islam Indonesia, Jakarta, 2006.
http: Indonesia File.com, Mendialogkan Tradisi Dan Rekonsiliasi
Kultural, 2008.
M. Rosyid, Antropologi Pendidikan, STAIN Kudus Press, Kudus.
Sucipto Suntoro, Rangkuman Pengetahuan Umum, CV. Bringin 55, Solo,
2004.
Sudirman Tebba, Islam Pasca Orde Baru, PT. Tiara Wacana,
Yogyakarta, 2001.
Taufiq Abdullah, Tradisi dan Kebangkitan Islam Di Asia Tenggara,
LP3ES, Jakarta, 1989.
www.akhmadrowi.blogspot.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !