BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
umat Islam secara terang-terangan menunjukkan
ketakutan dan kekhawatiran dalam merespon setiap pemikiran dan aliran baru yang
merambah dunia Islam, baik di bidang ekonomi, politik, dan lain-lain, yang
berasal dari Timur maupun Barat. Dari kekhawatiran tersebut, maka kemudian
cenderung bersikap resisten demi melindungi nilai-nilai luhur agama dan
identitas umat muslim dari pengaruh negative berbagai pemikiran dan aliran
baru. Bahkan sampai tingkat tertentu, mereka juga berkeyakinan bahwa semua itu
merupakan sebuah perang atau konspirasi terencana untuk menghancurkan Islam dan
identitas kaum muslimin.
Sementara pada saat yang sama, kita melihat
sebagian umat Islam yang lain cenderung menerima apa yang datang dari Timur
maupun Barat tanpa reserve. Mereka mengelu-elukan hal itu dan mengecam
orang-orang yang menolaknya sebagai kelompok yang bodoh, konservatif, dan
terbelakang. Menurut pandangan mereka, segala sesuatu yang datang dari
negara-negara maju merupakan faktor yang menjamin terselenggaranya kemajuan dan
perkembangan.
Dari gambaran tersebut, kaum muslimin harus
bersikap kritis dengan menelaah setiap permasalahan yang berkembang dari segala
sisinya, bukan mendukung atau menolak arus baru yang datang tanpa disertai
kesadaran yang utuh.[1]
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini
adalah Bagaimana interaksi peradaban Islam dengan peradaban Modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Inetraksi
Peradaban Islam dengan Peradaban Modern
Melihat wajah dunia Islam masa kini yang berada
pada titik puncak kemundurannya, maka dapat dikemukakan beberapa inetraksi
Peradaban Islam dengan Peradaban Modern:
a) Gerakan
Pembaharuan (Modernisme)
Gerakan ini
dirintis dan dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897).
Kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Muhammad Abduh (1849-1905) dan
dilanjutkan oleh muridnya, Rasyid Ridla (1865-1935). Gerakan ini tumbuh dan
berkembang di Mesir, ketika itu (bahkan sampai sekarang) menjadi pusat intelektualisme
Islam. Gerakan ini –sesuai dengan namanya- berusaha mengadopsi kemajuan
Barat dan menyesuaikannya (adaptasi) dengan peri-kehidupan umat Islam. Gerakan ini menolak selalu bersandar pada
kejayaan Islam masa lalu dan lebih memilih hikmah-hikmah yang dapat diambil
dari masa itu, kemudian menghidupkannya kembali di tengah-tengah kaum Muslimin.
Hal ini bisa diwujudkan dalam
pemikiran politik, social, budaya, agama, dan sebagainya.
Secara langsung maupun tidak
langsung, hasil pemikirannya disebarkan melalui berbagai tulisan, terutama
dalam majalah dan ceramah-ceramah di berbagai tempat dan waktu.
Ide-ide atau
pemikiran dasarnya adalah sebagai berikut : 1)
Kembali kepada sumber dasar ajaran Islam yang sebenarnya, yaitu al-Quran dan al-Hadits; 2)
Pintu ijtihad tetap terbuka. Ijtihad perlu dilakukan untuk memahami
sumber ajaran Islam
(al-Quran dan al-Hadits) yang disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan zaman (interpretasi baru); 3) Akal (rasio)
adalah alat untuk melakukan ijtihad. Menggunakan rasio (akal) dan penalaran
menjadi sangat penting dan memiliki posisi yang sangat tinggi; 4)
Percaya kepada hukum alam (sunnatullah). Hukum alam tidak bertentangan
dengan Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan modern
yang berdasarkan hukum alam, dan
Islam yang sebenarnya berdasarkan wahyu
adalah dua hal yang tidak bertentangan. Ilmu pengetahuan modern, idealnya
sesuai dengan islam. Saat ini yang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah Barat. Maka untuk mencapai kemajuan seperti yang
diraih di masa lampau (yang sekarang telah hilang dan dimiliki Barat), umat
Islam harus kembali dan mempelajari serta menguasai ilmu pengetahuan; 5) Percaya
kepada kebebasan berkehendak dan bertindak (free-will and free-act) seperti
faham Qadariyah.[2]
b) Westernisme
Westernisme
diartikan sebagai faham ke-Barat-Baratan atau
“berkiblat” ke Barat. Faham ini
mengajak umat Islam untuk menerima dan
mengadopsi pengetahuan Barat dan semua yang berasal dari Barat. Gerakan ini tumbuh
dan berkembang di India, salah satu pusat politik Islam (tempat kerajaan Mughal
yang besar itu). Gerakan ini dipelopori oleh Sir Ahmad Khan (1817-1989). Ia
mendirikan Universitas Aligarh untuk mengembangkan dan menyebarkan ide-idenya. Ide-ide
dasarnya sebenarnya memiliki kesamaan dengan ide-ide dasar yang disampaikan
oleh Muhammad Abduh. Hanya saja Ahmad Khan melihat bahwa umat
Islam India mengalami kemunduran karena tidak mengikuti perkembangan zaman.
Islam pernah mengalami kemajuan yang luar biasa pada masa klasik, tetapi peradaban
dan kemajuan itu telah hilang. Saat ini yang mengalami kemajuan adalah Barat.
Oleh karena itu
menurutnya, umat Islam India akan mengalami kemajuan jika
bukan hanya mempelajari dengan Barat, tetapi sebaiknya bekerja sama dengan Barat
(Inggris). Dasar kekuatan Barat adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Untuk mengalami kemajuan, maka umat Islam harus mempelajari dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Jalan yang harus ditempuh adalah
memperkuat hubungan dengan Barat (Inggris) dan mengambil berbagai aspek
kemajuan dan ketinggian yang ada di Barat.[3]
c)
Sekularisme
Sekularisme berasal dari kata “secular”, yang
berarti unreligious atau anti agama. Pada mulanya, sekulerisme bertujuan
menghancurkan pengaruh gereja di Eropa dan melepaskan belenggu kedzaliman
tokoh-tokoh gereja, yang pada akhirnya berhasil mengibarkan panji sekulerisme
dengan slogan “Religion is for God and Nation is for All”
Sekularisme tumbuh dan
berkembang di Turki sebagai pusat politik islam
bekas wilayah Daulah Usmaniyyah (Turki-Usmani).
Pelopornya adalah Mustafa Kemal
Attaturk (1881-1938). Mustafa Kemal, sebenarnya
adalah seorang Nasionalis pengagum
Barat. Ia menginginkan Islam mengalami kemajuan. Oleh karena itu, menurutnya perlu diadakan pembaharuan dalam agama untuk disesuaikan
dengan bumi Turki. Menurutnya,
Islam adalah agama rasional dan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia.
Tetapi agama rasional itu telah dirusak oleh para ulama. Ajaran Islam memerlukan
sekularisasi. Usaha sekularisasinya berpusat pada upaya menghilangkan ulama
dari kekuasaan Negara dan politik. Yang difahami sebagai ulama adalah orang atau
komunitas yang menguasai syariat dan ajaran Islam serta menentukan masalah sosial,
ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan.
Menurut
Attaturk, negara harus dipisahkan
dari agama. Inilah esensi dari sekularisasi. Dengan
pandangan Mustafa Kemal Attaturk tersebut, ia berpendapat bahwa al-Quran perlu
diterjemahkan ke dalam bahasa
Turki, adzan dan khutbah menggunakan bahasa
Turki. Madrasah yang sudah ketinggalan zaman ditutup, digantikan oleh fakultas
“Ilahiyah” yang mendidik imam shalat, khatib-khatib, dan mengembangkan berbagai
pembaharuan yang diperlukan. Pendidikan agama dan bahasa Arab dihilangkan
dari sekolah-sekolah. Nama-nama orang Turki harus mengikuti nama-nama orang
Eropa. Hukum syariat tentang perkawinan diganti oleh hukum Barat (Swiss).
Wanita mempunyai hak cerai yang sama dengan kaum pria. Diandalkan hukum-hukum
baru, seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum perdata, dan lain-lain yang
diambil dari hukum-hukum Barat.[4]
d) Fundamentalisme
Media barat sering kali memberikan kesan
bahwa bentuk religiusitas yang disertai kekuasaan dan fundamentalisme adalah fenomena islam murni. Fundamentalisme adalah fakta
global yang telah muncul ke permukaan pada setiap keyakinan penting
sebagai reaksi terhadap permasalahanmodernitas
kita. Gerakan fundamentalisme tidak muncul dengan cepat. Sebagai reaksi
yangmenyentak bagi kebangkitan modernitas barat tapi hanya terlihat jelas
ketika proses modernisasi sudah sangat maju.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Interaksi
peradaban islam dengan peradaban modern
a.
Modernisasi
Modernisasi adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh suatu Negara/bangsa untuk menyesuaikandiri
dengan konstelasi dunia pada suatu kurun tertentu dimana bangsa itu hidup. Setiap hidup usaha dan proses modernisasi itu selalu ada.Antara abad 2 sebelum masehi
sampai abad 2 M, kerajaan Romawi menentukan konstelasi dunia.
b.
Westernisasi
Westernisasi adalah
mengadopsi atau mengadaptasi gaya hidup barat, meniru-niru danmengambil alih
tata cara hidup barat.
c.
Sekulerisme
Sekularisme berasal dari kata “secular”, yang
berarti unreligious atau anti agama. Pada mulanya, sekulerisme bertujuan
menghancurkan pengaruh gereja di Eropa dan melepaskan belenggu kedzaliman
tokoh-tokoh gereja, yang pada akhirnya berhasil mengibarkan panji sekulerisme
dengan slogan “Religion is for God and Nation is for All”
d.
Fundamentalisme
Fundamentalisme
adalah fakta global yang telah muncul ke permukaan pada setiap keyakinan penting
sebagai reaksi terhadap permasalahan modernitas kita.
B.
Penutup
Demikianlah makalah yang adapat kami buat,
apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan kami mohon ma’af. Semoga
makalah ini bermanfa’at untuk kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdi,
Mahmud Zaqzaq. 20001. Reposisi Islam di Era Globalisasi. Jogjakarta. Pustaka
Pesantren.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam
Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
http://khoirulyusuf.blogspot.com/2013/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
www.akhmadrowi.blogspot.com.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !