RESPON NEGARA-NEGARA NON ARABTERHADAP PERADABAN
ISLAM
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Sejarah Peradaban Islam ( SPI )
Dosen Pengampu:
Drs.H. Akhmad Rowi, M.H
Di Susun Oleh:
Umi Anisyah
C.1.4.11.0089
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH
DEMAK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa
jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan
padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah.
Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan
kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak
menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan,
memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan
harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga
datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada
waktu itu sama sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya
Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu merupakan kota dagang bertarafinternasional. Hal ini
diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di
persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman
ke Syiria.
Rentetan
peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat
penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia
yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang
erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan
kondisi Arab pra Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan sosial dan
budaya bangsa Arab sebelum Islam?
2. Mengapa terjadi kesalahpahaman
masyarakat barat?
3. Bagaimana tanggapan muslim
terhadap barat?
4. Bagaimana implikasi penjajahan
barat terhadap perkembangan peradaban Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan sosial dan budaya bangsa Arab sebelum Islam
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota
(Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap.
Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal
tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke luar
negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban cukup tinggi.
Sementara
masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya
guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka. Di antara
kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala domba dan keledai, berburu
serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat mereka adalah pekerjaan yang
lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, mereka belum mengenal
pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka hidup berpindah dari satu tempat
ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik untuk diri dan keluarga mereka
atau untuk binatang ternak mereka. Dalam perjalanan pengembaraan itu, terkadang
mereka menyerang musuh atau menghadapi serangan musuh. Di sinilah terjadi
kebiasaan berperang di antara suku-suku yang ada di wilayah Arabia.
Ketika mereka
diserang musuh maka suku yang bersekutu dengan mereka biasanya ikut membantu
dan rela mengorbankan apa saja untuk membantu kawan sekutunya itu. Di sinilah
dapat kita lihat adanya unsur kesetiakawanan yang ada di antara mereka. Selain
itu, manakala seorang anggota suku diserang oleh suku lain maka seluruh anggota
wajib membela anggotanya meskipun anggotanya itu salah. Mereka tidak melihat
kesalahan ada di pihak mana. Hal penting yang mereka lakukan adalah membela
sesama anggota suku. Itulah yang dapat kita lihat dari sikap fanatisme dan
patriotisme yang ada di dalam kehidupan masyarakat Badui.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa kondisi geografis Arab sangat besar pengaruhnya terhadap kejiwaan
masyarakatnya. Arab sebagai wilayah tandus dan gersang telah menyelamatkan
masyarakatnya dari serangan musuh-musuh luar. Pada sisi lainnya, kegersangan
ini mendorong mereka menjadi pengembara-pengembara dan pedagang daerah lain.
Keluasan dan kebebasan kehidupan mereka di padang pasir juga menimbulkan
semangat kebebasan dan individualisme dalam pribadi mereka. Kecintaan mereka
terhadap kebebasan ini menyebabkan mereka tidak pernah dijajah bangsa lain.
Kondisi
kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan sebutan
zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan keagamaan
masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu yang lama,
masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar
yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ideal
dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan
mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.
Sesungguhnya
sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai sifat dan karakter
yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingat
yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia
terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan yang sederhana, ramah tamah, mahir
dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik
tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti
kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan terhadap
tahayul.
Pada masa itu,
kaum wanita menempati kedudukan yang sangat rendah sepanjang sejarah umat
manusia. Masyarakat Arab pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan
bahkan lebih hina lagi. Karena para wanita sama sekali tidak mendapatkan
penghormatan sosial dan tidak memiliki apapun. Kaum laki-laki dapat saja
mengawini wanita sesuka hatinya dan menceraikan mereka semaunya. Bahkan ada
suku yang memiliki tradisi yang sangat buruk, yaitu suka mengubur anak
perempuan mereka hidup-hidup. Mereka merasa terhina memiliki anak-anak
perempuan. Muka mereka akan memerah bila mendengar isteri mereka melahirkan
anak perempuan. Perbuatan itu mereka lakukan karena mereka merasa malu dan
khawatir anak perempuannya akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan dan
kehinaan.
Selain itu,
sistem perbudakan juga merajalela. Budak diperlakukan majikannya secara tidak
manusiawi. Mereka tidak mendapatkan kebebasan untuk hidup layaknya manusia
merdeka. Bahkan para majikannya tidak jarang menyiksa dan memperlakukan para
budak seperti binatang dan barang dagangan, dijual atau dibunuh.
Secara garis
besar kehidupan sosial masyarakat Arab secara keseluruhan dan masyarakat kota
Mekkah secara khusus benar-benar berada dalam kehidupan sosial yang tidak benar
atau jahiliyah. Akhlak mereka sangat rendah, tidak memiliki sifat-sifat
perikemanusiaan dan sebagainya. Dalam situasi inilah agama Islam lahir di kota
Mekkah dengan diutusnya Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul Allah.
Secara singkat
dapat disimpulkan keaadaan sosial dan kebudayaan bangsa Arab sebelum islam
diantaranya:
1.
Orang-orang
Arab sebelum kedatangan Islam adalah orang-orang yang menyekutukan Allah
(musyrikin), yaitu mereka menyembah patung-patung dan menganggap patung-patung
itu suci.
2.
Kebiasaan
mereka ialah membunuh anak laki-laki mereka karena takut kemiskinan dan
kelaparan.
3.
Mereka
menguburkan anak-anak perempuan mereka hidup-hidup karena takut malu dan
celaan.
4.
Mereka
orang-orang yang suka berselisihan, yang suka bertengkar, lantaran sebab-sebab
kecil, sebab segolongan dari mereka memerangi akan segolongannya.
B. Kesalahpahaman Masyarakat Barat
Masyarakat
barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu terjadi karena
masyarakat Barat umumnya memepelajari dan memahami Islam dari buku-buku para
orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan tujuan untuk
menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif politis yaitu untuk
mengetahui rahasia kekuatan Islam yang tidak lepas dari ambisi imperialis Barat
untuk mengetahui dunia Islam. Umumnya ketika berbicara mengenai Islam pandangan
dan analisis para orientalis tidak objektif dan tidak fair sudah bercampur
dengan subjektivisme dan kepentingan tertentu. Karenanya pandangan mereka biasa
dan berat sebelah. Hasilnya adalah kesalahpahaman terhadap Islam di dunia
Barat. Citra Islam yang tampak di dunia Barat adalah kekejaman, kekerasan,
fanatisme, kebencian dan keterbelakangan.
Hal itu
diperparah dengan sajian media massa mereka yang menampilkan Islam tidak secara
utuh. Bahkan Islam yang mereka kenalkan bukan Islam kebanyakan (Sunni),
melainkan Islam Syi’ah (Iran) yang hanya dianut oleh 10% kaum Muslim dunia.
Kekeliruan
Barat dalam memahami Islam yang lain adalah menyamakan Islam dengan perilaku
individu umat Islam yang melakukan kekerasan, cap “teroris” pun dilekatkan pada
Islam tanpa mau tahu mengapa aksi kekerasan itu terjadi. Karenanya, populerlah
istilah “Terorisme Islam”.
Kesalahpahaman
tersebut diperparah lagi dengan gencarnya serangan propaganda Barat melalui
berbagai media massanya untuk memojokkan agama dan umat Islam (demonologi
Islam). Dalam pengemasan berita tentang umat Islam kerap mengekspos cap-cap
seperti “fundamentalisme”, “militanisme”, “ekstremisme”, “radikalisme” dan
bahkan “terorisme” yang arahnya jelas: untuk mendiskreditkan Islam.
Fobi Islam
(Islamophobia, ketakutan terhadap Islam) adalah produk utama propaganda media
massa Barat (demonoloogi Islam). Parahnya lagi fobi tersebut tidak hanya
melanda masyarakat Barat, tetapi juga sebagian besar umat Islam. Mereka merasa
ngeri bila hukum Islam diberlakukan karena frame yang ada dikepala mereka
adalah hukum rajam bagi pezina , hukum cambuk bagi pemabuk, hukum potong tangan
bagi pencuri, atau hukum mati bagi pembunuh. Isu-isu hukum Islam yang menjadi
bahan propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya dan
menumbuhkan fobi Islam.
Revolusi Islam
Iran (1979) umumnya dijadikan referensi: jika kekuatan Islam naik ke puncak
kekuasaan di suatu Negara, pemerintahan Negara itu akan menerapkan syari’at
Islam dan anti-Barat, khususnya anti-Amerika. Adapun kepentingan Barat di dunia
Islam sangat vital. Dunia Islam bagi barat yang terbentang dari Maroko sampai
Merauke letak geografisnya sangat strategis bagi kepentingan politik dan
militer. Kekayaan alamnya, khususnya minyaknya, merupakan kebutuhan vital bagi
industri-industri barat. Bisa dikatakan bahwa roda-roda perekonomian
Negara-negara barat sangat bergantung pada minyak yang ada di sebagian
Negara-negara Islam. Timur tengah sebagai tempat kelahiran dan “pusat Islam”
merupakan pemasok terbesar kebutuhan minyak dunia. Itulah salah satu alasan
mengapa barat merasa “wajib” menaklukkan dunia Islam.
C. Respon Muslim Terhadap Barat (Dialog atau Melawan
Hegemoni)
Apapun motif,
model dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang penuh konflik
menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana negara-negara berkembang –
termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat
imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok dominan
dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan
terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first
class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar
dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau melawan
hegemoni.
Dialog adalah
model penyelesaian yang dinilai paling sedikit menanggung resiko. Dialog ini mengasumsikan
antara pihak yang terlibat konflik (Barat dan non-Barat –Islam-) berada dalam
posisi yang sejajar untuk mau saling mengerti satu sama lain. Negara-negara
Barat harus mau mengakhiri sikap imperialis dalam segala bentuknya, termasuk
proyek-proyek pos-kolonialismenya, dan mulai membangun relasi setara dan
bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan bermakna bila didasarkan
keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.
Orang yang
mengidealkan cara dialog untuk menyelesaikan konflik peradaban atau kepentingan
mungkin lupa bahwa syahwat hegemoni Barat adalah sesuatu yang sudah laten dalam
tradisirelasi Barat – non-Barat. Keinginan untuk mengajak Barat bersikap lebih adil
adalah utopia di tengah nafsu serakah Barat yang ingin menguasai dunia.
Setelah cara
dialog adalah model utopis, maka jalan lain yang tidak boleh dihindari oleh negara-negara
non-Barat (berkembang atau Muslim) adalah melawan hegemoni itu dengan potensi kekuatan
yang ada. Cara melawan hegemoni yang paling fundamental adalah bersikap kritis terhadap
berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk kepentingan Barat.Sikap
yang terlalu adaptatif – umat Islam Islam – terhadap yang datang dari Barat
hanya akan semakin mengukuhkan hegemoni Barat di dunia Muslim. Umat Islam yang
secara sukarela belajar demokrasi, lalu mengintegrasikan dalam ajaran Islam dan
menerapkan dalam kehidupan politik adalah salah satu bentuk menerima untuk dijajah.
Belum lagi ketika belajar dan menerima peradaban, modernitas, dancivil society hampir
tanpa reserve. Padahal nenurut James Petrasdan Henry Veltmeyer (2002 : 217),
wacana tentang itu semua sesungguhnya dipakai untuk melegitimasi perbudakan,
genocide, kolonialisme, dan semua bentuk eksploitasi terhadap manusia.
Sudah saatnya
kaum Muslim di negara negara berkembang bersikap kritis untuk melawanwacana
global yang diproduksi Barat.Termasuk wacana globalisasi yang selama ini diterima
sebagai sesuatu yang niscaya, harus dikritisi karena tersembunyi sebuah ideologi
(hidden ideology) yakni neo-liberalisme yang dampak nya terhadap pembunuhan ekoniomi
rakyat sangat luar biasa.
Memang patut untuk
disayangkan sikap beberapa kaum Muslim yang mengaku berfikir liberal tetapi sesunggunya
mereka telah menjadi terbaratkan. Misalnya saat mereka ramai-ramai menolak penerapan
syari’at Islam di Indonesia, yang mereka tawarkan tidak lain dan tidak bukan adalah
syari’at liberal yang jauh lebih menghancurkan bangsa ini. Karena syariat liberal pada dasarnya adalah pembuka dan sekaligus legitimasi rasional atas berbagai bentuk mutakhir penjajahan Barat atas Negara berkembang, termasuk Indonesia.
D. Implikasi Penjajahan Barat Terhadap Perkembangan
Peradaban Islam
Serbuan kaum
salib ke negeri-negeri Islam tidak hanya menggunakan pedang, besi dan api,
tetapi juga melalui peradaban mereka yang dicekokkan ke semua negeri yang dapat
dikuasainya. Bukan hanya peradaban material yang menyerbu negara-negara Islam, bahkan mental
dannilai-nilai moralpun tidak ketinggalan, seperti system pendidikan dan pengajaran, dan pemikiran-pemikiran orang Eropa mengenai ilmujiwa, ilmusosial, modal dan lain-lain. Perang Salib menghasilkan puing-puing kehancuran bagi kaum muslimin akibat kemauan penjajah yang dikendalikan oleh keserakahan untuk menguasai dan memperkuat wilayahnya mereka memikul salib di pundak mereka, tetapi setan berada di hati mereka.
Dahulu kaum
muslimin menghayati peradaban ditambah dengan peradaban Persia, Turki dan lain-lain
disamping pemikiran filsafat yang diserap dari Yunani dan Romawi. Dengan
datangnya peradaban Barat, maka peradaban lama yang telah mereka hayati selama
berabad-abad mengalami keguncangan hebat dalam pikiran mereka. Inti peradaban
Barat bercorak Nasrani, karena itu orang-orang Qibth di Mesir lebih mudah
meniru dan menyerapnya. Namun mereka lebih banyak menyerap segi material
daripada segi moralnya, sehingga setiap rumah dari keluarga kaum muslimin telah
menggunakan penerangan listrik, menggunakan sajadah buatan Eropa, mendengarkan
siara radio Eropa dan lain sebagainya.
Pada saat barat
mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban, persentuhan dengan Barat
menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu mereka
berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan
peradaban untuk menciptakan balance of power. Yang pertama merasakan hal itu
diantaranya Turki Usmani, karena kerajaan ini yang pertama dan utama menghadapi
kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk
banyak belajar dari Eropa.
Penjajahan
Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang didorong oleh 2 faktor
yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu
pengetahuan dari Barat, sedangkan yang kedua, tercermin dari pengiriman para
pelajar muslim oleh penguasa Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa
untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan
karya-karya Barat ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga
banyak menuntut ilmu ke Inggris. Pengaruh Barat terutama terlihat pada lapisan
atas dan menengah, terutama pada intelegensia orang yang memperoleh pendidikan
Barat, yang dijumpai pada tiap negeri Timur. Dalam reaksinya terhadap pengaruh
Barat mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Pandangan pertama berpegang
pada sendi-sendi filsafat hidup nenek moyangnya, berusaha melakukan asimilasi
dengan ide-ide Barat dan memikirkan sintesa yang lebih tinggi dari semangat
Barat. Kedua, memutuskan hubungan dengan warisan lama, menerjunkan dirinya
dalam pembaratan. Yang ketiga bersembunyi di belakang kekecewaan dan kengerian
Barat.
Memang benar
bahwa peradaban Barat memainkan peranan besar dalam memajukan dunia Islam.
Tanpa peradaban Barat dunia Islam tentu masih seperti keadaan semula, tetapi
itu tidak berarti bahwa peradaban Barat tidak mengandung cacat dan kekurangan.
Peradaban Barat telah menjauhkan dunia Islam dari peradaban Islam yang lama.
Akhirnya peradaban Islam bukan lagi suatu produk dari kaum muslimin mandiri
sebagaimana peradaban Barat adalah produk dari orang-orang Barat sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota
(Hadhary) dan penduduk gurun (Badui).masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk
binatang gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta,
mengembala domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh.
Masyarakat barat umumnya melakukan kesalahan dalam memahami Islam. Hal itu
terjadi karena masyarakat Barat umumnya memepelajari dan memahami Islam dari
buku-buku para orientalis, sedangkan para orientalis mengkaji Islam dengan
tujuan untuk menimbulkan miskonsepsi terhadap Islam, selain adanya motif
politis yaitu untuk mengetahui rahasia kekuatan Islam yang tidak lepas dari
ambisi imperialis Barat untuk mengetahui dunia Islam.
Apapun motif, model dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang
penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana
negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang
dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar
antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu
lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan
sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang
didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa
kalangan, dialog atau melawan hegemoni.
AsepSyamsul, Demonologi Islam, Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Jakarta: GemaInsani, 2000.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003
Siti Maryam, dkk.,Sejarah Peradaban Islam: Dari masa Klasik hingga Modern.Yogyakarta. LESFI, 2004
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Jilid 2, Jakarta,
Pustaka Alhusna, 1983
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !