MAKALAH
LOGIKA
DAN PSIKOLOGI DALAM ISLAM
Dibuat
Oleh :
Nama : Nur Lailiyah
Semester : 3 ( Tiga )
Jurusan
: Fakultas Agama Islam
Tahun
Pelajaran 2012/2013
LOGIKA
DAN PSIKOLOGI DALAM ISLAM
Psikologi
merupakan kelanjutan studi tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, maka banyak sekali konsep dalam psikologi dapat ditemukan yang
berasal dari kehidupan hubungan antar manusia. Psikologi dapat diartikan ilmu
jiwa, karena jiwa sering dikorelasikan dengan masalah mistik, kebatinan, dan
kerohanian. Selain itu objek utama Psikologi bukanlah jiwa karena jiwa tidak
dapat dipelajari secara ilmiah. Objek Psikologi adalah tingkah laku manusia
atau gejala kejiwaan. Sedangkan menurut para ahli bahwa psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya.
Dengan
demikian psikologi sufistik merupakan Psikologi agama yang mempelajari sikap
dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya untuk
memusatkan jiwa, memperoleh kejernihan hati sanubari dan kesempurnaan rohani
berdasarkan pendekatan psikologi.
Menurut
Prof. Dr. Harun Nasution intisari dari mistisisme, termasuk di dalamnya
sufistik, ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia
dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Sebelum melangkah
kepada masalah sufistik kita berusaha untuk meninjau, latar belakang timbulnya
hal itu dari berbagai segi dan efek psikologi.
Dari kata Tashawuf muncul sebutan sufi untuk orang Islam yang menjalani kehidupan sufistik. Tasawuf juga disebut mistisisme Islam. Annemarie Schimmel (2000) dalam dimensi Mistik dalam Islam mengatakan bahwa dalam kata mistik itu terkandung sesuatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual. Mistik bisa didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal yang mungkin disebut kearifan, Cahaya, Cinta atau nihil.
Dari kata Tashawuf muncul sebutan sufi untuk orang Islam yang menjalani kehidupan sufistik. Tasawuf juga disebut mistisisme Islam. Annemarie Schimmel (2000) dalam dimensi Mistik dalam Islam mengatakan bahwa dalam kata mistik itu terkandung sesuatu yang misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara biasa atau dengan usaha intelektual. Mistik bisa didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal yang mungkin disebut kearifan, Cahaya, Cinta atau nihil.
Di
dalam psikologi dipelajari tentang hal-hal yang termasuk Mistisisme
diantaranya:
1. Ilmu Ghaib.
1. Ilmu Ghaib.
Yang
dimaksud di sini adalah cara-cara dan maksud menggunakan kekuatan-kekuatan yang
diduga ada di alam gaib, yaitu yang tidak dapat di amati oleh rasio dan
pengalaman phisik manusia.
Berdasarkan fungsinya kekuatan gaib itu dapat dibagi menjadi:
Berdasarkan fungsinya kekuatan gaib itu dapat dibagi menjadi:
Ø
Kekuatan gaib
hitam (black magic) untuk dan mempunyai pengaruh jahat.
Ø
Kekuatan gaib
merah (red magic) untuk melumpuhkan kekuatan atau kemauan orang lain.
Ø
Kekuatan gaib
kuning (yellow magic) untuk praktek occultisme.
Ø
Kekuatan gaib
putih (white magic) untuk kebaikan.
2. Magis
Ialah suatu tindakan dengan
anggapan, bahwa kekuatan gaib bisa mempengaruhi duniawi secara nonkultus dan
nonteknis berdasarkan kenangan dan pengalaman. Orang mempercayai bahwa
karenanya orang dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkannya dengan tidak
memperhatikan hubungan sebab akibat secara langsung antara perbuatan dengan
hasil yang diinginkannya.
3. Kebatinan.
Menurut
pendapat Prof. Djojodiguno berdasarkan hasil penelitiannya, aliran kebatinan
dapat dibedakan:
a.
Golongan yang
berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan Tuhan selama
manusia
itu masih hidup agar manusia itu merasakan dan mengetahui hidup di alam yang
baka sebelum mausia itu mengalami mati.
b.
Golongan yang
berniat mengenal Tuhan selama manusia itu masih hidup dan menebus dalam rahasia
ketuhanan sebagai tempat asal dan kembalinya manusia.
c.
Golongan yang
berhasrat untuk menempuh budi luhur di dunia serta berusaha
menciptakan
masyarakat yang saling harga menghargai dan mencintai dengan senantiasa
mengindahkan perintah- perintah Tuhan.
Ilmu
kebatinan pada umumnya bermaksud untuk menemukan jalan yang dapat menempatkan
manusia pada tempat yang sewajarnya di tenga-tengah masyarakat di dunia dan
juga dalam hubungannya dengan Tuhan. Dalam kehidupan sufistik diajarkan tentang
bagaimana mereka harus mengatur hidupnya dan bagaimana mereka masing-masing
dapat hidup secara harmonis yang mengandung ketenangan dan rasa damai dengan
masyarakat serta dengan Tuhannya melalui pengalaman syarat-syarat ilmunya.
Mengenai pelaksanaan syarat-syarat ilmu tergantung dari individu masing-masing.
Menurut
para psikologi bahwa gejala jiwa manusia itu dapat dibagi atas:
Ø Gejala
jiwa yang normal yang terdapat pada orang yang normal.
Ø Gejala
jiwa a-normal terdiri dari
1. Gejala jiwa supra-normal yang
terdapat pada tokoh-tokoh pemimpin yang terkenal dan
genius.
2. Gejala jiwa paranormal
2. Gejala jiwa paranormal
Gejala
jiwa yang terdapat pada manusia normal dengan beberapa kelebihan yang
menyebabkan
beberapa kemampuan berupa gejala-gejala yang terjadi tanpa melalui
sebab
akibat panca indera.
3. Gejala jiwa abnormal: gejala jiwa
yang menyimpang dari gejala biasa karena beberapa
gangguan
(sakit jiwa).
Kemampuan-kemampuan
yang demikian banyak terdapat dalam praktek kehidupan sehari-hari terutama
dalam kalangan penganut ilmu kebatinan. Karena korelasinya erat dengan masalah
kejiwaan dan kepercayaan.
Oleh
karena itu para psikologi adalah cabang ilmu jiwa yang mempelajari tentang
“gejala-gejala jiwa yang terjadi tanpa dengan panca indera serta perubahan
perubahan yang bersifat fisik yang digerakkan oleh jiwa tanpa menggunakan
kekuatan yang terkait dalam tubuh manusia”
Di dalam tasawuf dikenal prinsip asasi tasawuf yang berarti bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Allah. Sedangkan roh manusia, menurut tasawuf yang biasa juga disebut sufisme, anugrah Tuhan dan berasal dari roh-Nya. Oleh karena itu ia ingin berhubungan dengan sumber aslinya. Pendapat roh manusia berasal dari roh-Nya memang sejalan dengan apa yang dikemukakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah:
فَاِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَخْتُ فِيهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوالَهُ سَجِدِيْنَ
Di dalam tasawuf dikenal prinsip asasi tasawuf yang berarti bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Allah. Sedangkan roh manusia, menurut tasawuf yang biasa juga disebut sufisme, anugrah Tuhan dan berasal dari roh-Nya. Oleh karena itu ia ingin berhubungan dengan sumber aslinya. Pendapat roh manusia berasal dari roh-Nya memang sejalan dengan apa yang dikemukakan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah:
فَاِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَخْتُ فِيهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوالَهُ سَجِدِيْنَ
Artinya:
Maka apabila Aku (Allah telah
menyempurnakan kejadiannya (manusia) dan telah meniupkan ke dalamnya roh-Ku,
maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud. (Q.S Al Hijr 15:29).
Sufistik
adalah kegiatan yang lebih menitik beratkan pada aspek asoteris Islam atau
kegiatan-kegitan masalah mistik, kebatinan, dan kerohanian . Kegiatan aspek ke
dalam dari Islam ini lebih banyak dipengaruhi oleh rasio, atau setidak-tidaknya
oleh rasio dan wahyu yang berbentuk syari’ah.
Telah
dimaklumi bahwa tujuan sufi adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan
Tuhan, Sehingga ia dapat melihat Tuhan dengan mata hati bahkan rohnya dapat
bersatu dengan roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar tentang ini adalah:
a. Tuhan bersifat rohani, maka bahagian yang dapat mendekatkan diri dengan-Nya adalah
a. Tuhan bersifat rohani, maka bahagian yang dapat mendekatkan diri dengan-Nya adalah
roh
manusia bukan jasadnya.
b. Tuhan adalah Maha Suci, maka yang
dapat diterima Tuhan untuk mendekatkan-Nya
adalah
roh yang suci.
Pensucian
roh dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1)
Memperbanyak beribadah kepada Allah
2)
Menghilangkan ketergantungan kepada dunia dan materi.
Atas
dasar itulah, maka sufisme dapat dikatakan suatu ilmu yang membahas masalah
pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui pensucian roh-Nya. Dalam tradisi
pendidikan Islam, tasawuf selama ini lebih identik dengan sebuah proses untuk
mendekatkan bahkan menyatukan manusia denagan Tuhan-nya melalui kontemplasi,
dzikir, ketundukan, dan totalitas, kepasrahan terhadap tuhan melalui pensucian
jiwa, atau sebagai simbul kemabukan dan kegiatan bersama sang khaliq, sehingga
yang terkonstruk dibenak atau akal fikirannya adalah bahwa seorang sufi selalui
mementingkan dirinya sendiri dalam kesendiriannyadengan atau bersama Tuhannya.
KESIMPULAN
Pada
kelanjutannya merupakan gagasan-gagasan tentang psikologi sufistik sebenarnya
merupakan formula yang dianggap sangat penting untuk mengkontekstualisasikan
dan mengaktualisasikan tentang pesan-pesan spiritual dan kejiwaan yang
terkandung di dalam pendidikan Islam .
Tasawuf
sebenarnya juga mempunyai peran dalam menghantarkan manusia untuk mengemban
tugas kekhalifahan di muka bumi. Sehingga seorang sufi juga harus melakukan
aktifitas kesehariannya dalam kehidupan sosial modern serta dituntut mampu
memecahkan problem- problem kemanusiaan kontemporer, tanpa harus kehilangan nilai-nilai
spiritualitas kesufiannya.
Dengan demikian psikologi sufistik merupakan Psikologi agama yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya untuk memusatkan jiwa, memperoleh kejernihan hati sanubari dan kesempurnaan rohani berdasarkan pendekatan psikologi.
Dengan demikian psikologi sufistik merupakan Psikologi agama yang mempelajari sikap dan tingkah laku seseorang yang timbul dari keyakinan yang dianutnya untuk memusatkan jiwa, memperoleh kejernihan hati sanubari dan kesempurnaan rohani berdasarkan pendekatan psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkison,
Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga,
1995.
Harun Nasution,
Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1999.
Ramayulis,
Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam
Mulia, 2002.
Departemen Agama RI,Terjemah
Al-Qur’an Al Jumatul ‘Ali, Jakarta: CV
Penerbit J-ART,
2004.
Saiyid Husein, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Jakarta: Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
Saiyid Husein, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Jakarta: Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994.
Robby H. Abror,
Tasawuf Sosial, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.
Jika anda ingin memperdalam pengetahuan tentang psikologi khususnya psikologi dalam Islam, perlu membaca artikel tersebut. semoga bermanfaat dan tambah ilmu.
BalasHapus