KESATUAN FILSAFAT
Filsafat Islam
Dosen Pengampu:
Drs. H. Akhmad Rowi, M.H
Di Susun Oleh:
Putri Febriana Puspitasari
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH
DEMAK
Ta. 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Ditinjau
dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis.Lebih lanjut Nuchelmans
(1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke
17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu
pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan
pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan
bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem
filsafat yang dianut.
Dalam
perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri
telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon
ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing
cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan
masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan
demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh
Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat
benar-tidaknya dapat ditentukan.
Untuk
mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang l(1984), adalah bahwa ilmu
yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin
kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis ainnya, dibutuhkan
suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul.
Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal
ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu
Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung
dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih
lanjut Koento Wibisono dkk. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan
objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama
diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi
ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel
Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu
mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana
ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi
antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat
berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan
baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman
(dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap
bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga
memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan
filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya
argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan
jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat
Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan
bahwa latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA –
Kimia).
2. Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini ada bebrapa permasalahan yang akan di jadikan pembahasan, antara
lain:
1.
Pengertian
Filsafat Ilmu
2.
Filsafat
Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filsafat
Ilmu
Pengertian-pengertian
tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan
ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan
dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian
pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini
senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan
(sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh
karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari
ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain
seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar,
mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut
Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan
objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu
cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami
apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih
lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut
masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang
ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn)
itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis,
materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat
menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan
diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi
yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang
mengembangkan ilmu.
Dengan
memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984),
dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan
pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas
ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih
dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk
memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika
validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto
sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta
kerabunan intelektualnya.
2. Filsafat
Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank
(dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan,
menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan
pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut
sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan
alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu
putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan
alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank,
fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai
tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common
sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat
ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan
dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai
hubungan erat.
Sastrapratedja
(1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural
diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu
pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses
belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang
ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam
terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses
alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu
pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut
Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu
itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi
inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah
bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut
pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan
disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda
bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu
memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam
pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental
kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian
elementer lainnya.
Ilmu
pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun
1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya
penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento
Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang
menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan
tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana
dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan
baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang
secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari
Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia
diurutkan dalam urutan keempat.
Penggolongan
tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran
kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua
sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada
setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).
Pada
pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi
dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari
kelompok ilmu pengetahuan alam.
Ilmu
kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang
menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie,
1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia
an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Jika
melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang
tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu
pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor
ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.
Berdasarkan
hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak
terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu
diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam
merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA
selanjutnya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan
landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataanya,
filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.
Daftar Pustaka
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia
Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan
Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”,
Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Sastrapratedja, M., 1997., “Beberapa Aspek Perkembangan Ilmu
Pengetahuan”, Makalah, Disampaikan Pada Internship Filsafat Ilmu Pengetahuan,
UGM Yogyakarta 2-8 Januari 1997, p.2-3.
The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu”, Cet. Ke-4,
Penerbit Liberty Yogyakarta, p.29, 31, 37, 61, 68, 85, 93, 159, 161
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !