MAKALAH
Unsur Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu :Drs. H. Akhmad Rowi,MH
DisusunOleh :
LUTFIYAH
|
C.1.4.11.0061
|
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
SULTAN FATAH DEMAK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah peradaban manusia,
Islam pernah tampil sebagai sebuah peradaban, seiring dengan proses penyebaran
Islam ke berbagai belahan dunia. Khusus di Indonesia, Islam masuk dan
berkembang melalui budaya damai yang diwakili oleh institusi sufisme dan pesantren
yang memiliki tradisi dan potensi nilai-nilai keadaban. Oleh karena itu tidak
sedikit kalangan yang menyebut pesantren sebagai kampung peradaban, artefak
peradaban Indonesia, sub-kultur, institusi cultural dan lain-lain. Interaksi
tradisi pesantren dengan tradisi lainnya memungkinkan muncul suatu peradaban
Muslim baru yang lahir dari Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa sampai hari pesantren masih tetap survive,
padahal sejak dilancarkan perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di
berbagai kawasan dunia Muslim, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan
tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Kebanyakan
lembaga-lembaga tersebut lenyap setelah tergusur oleh ekspansi sistem
pendidikan umum atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum
atau setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi sedikit banyak isi dan
metodologi pendidikan umum.
Pesantren merupakan salah satu sistem dan institusi
pendidikan keagamaan Islam tertua di Indonesia yang dalam sejarahnya telah
memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat. Pesantren muncul
sebagai basis pendidikan yang menekankan keutamaan akhlak (imtaq), sehingga
dapat memberikan kontribusi moral dan kemanusiaan pada masyarakat Indonesia
khususnya dan masyarakat dunia umumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Definisi pesantren
2. Sejarah dan perkembangan pesantren
3. Pendidikan islam dan peradabannya diindonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
PESANTREN
Kata
pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”.
Sumber lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari bahasa India shastri dari
akar kata shastra yang berarti “buku-buku suci”, “buku-buku agama”, atau
“buku-buku tentang ilmu pengetahuan”. Di Luar pulau Jawa lembaga pendidikan ini
disebut dengan nama lain, seperti surau (di Sumatera Barat), dayah (Aceh), dan
pondok (daerah lain).
Kekhususan
pesantren dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya adalah para
santri atau murid tinggal bersama dengan kyai atau guru mereka dalam suatu
kompleks tertentu yang mandiri, sehingga dapat menumbuhkan ciri-ciri khas
pesantren, seperti: (1) adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai; (2)
santri taat dan patuh pada kyainya; (3) para santri hidup secara mandiri dan
sederhana; (4) adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan;
(5) para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat. Agar dapat melaksanakan
tugas mendidik dengan baik, biasanya sebuah pesantren memiliki sarana fisik
yang minimal terdiri dari sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat
kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal
santri, dan ruangan-ruangan belajar.
Sementara
itu, dalam bahasa Arab, pesantren dikenal dengan istilah “al-ma’had” atau
“ar-ribath” seperti yang dikemukakan oleh Ar-Razi dalam Mukhtar
al-Shihah. Sebuah ribath adalah “sebuah tempat yang selalu
dikunjungi dan didatangi orang meskipun letaknya nun jauh di sana”.
Secara
substansial, pesantren itu tidak terlepas dari al-mas’uliyah al-arba’ah
(empat kapabilitas), yaitu, pertama, al-mas’uliyah ad-diniyah (religious
capability) yang diimplimentasikan dalam kiat-kiat pesantren untuk
memperjuangkan da’wah Islamiyyah, yang menjadi tumpuan harapan bagi
pemecahan semua masa’il al-diniyyah. Kedua, al-mas’uliyah
al-tsaqafiyyah (educational capability) yang lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pendidikan umat. Ketiga, al-mas’uliyah al-‘amaliyah
(practice capability) yang lebih mengutamakan pada realisasi hukum
Islam/syari’at dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial-kemasyarakatan. Keempat,
al-mas’uliyah al-khuluqiyah (moral capability) yang lebih memusatkan pada
prilaku al-akhlaq al-karimah.
Dalam
literatur lain penamaan umum terhadap lembaga pendidikan ini di kalangan umat
Islam Indonesia ialah pesantren atau pondok, kadang-kadang digabungkan menjadi
pondok pesantren. Istilah pesantren agaknya diangkat dari kata santri yang
berarti murid, atau mungkin juga shastri yang berarti huruf, sebab di dalam
pesantren inilah mula-mula santri itu belajar mengenal dan membaca huruf, kata
pondok inilah yang mengkin berasal dari bahasa Arab yaitu funduq.
Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan keagamaan bab I pasal 1 ayat 4, pesantren atau pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan
lainnya.
Menurut
kaidah bahasa Indonesia, pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan ‘pe
dan akhiran ‘an, berarti tempat tinggal santri. Menurut Mastuhu;
“Pondok pesantren merupakan salah satu jenis
pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama
Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian, atau disebut tafaqquh
fiddiin, dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat”.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam yang
berbasis masyarakat dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur
sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya dan pengajaran agama
Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Pesantren memiliki sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat
kegiatan, rumah tempat tinggal kyai dan keluarganya, pondok tempat tinggal
santri, dan ruangan-ruangan belajar. Pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau,
dayah, pondok atau pondok pesantren.
B. SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN PESANTREN
Dalam sistem pendidikan nasional,
pesantren menempati posisi yang tidak kalah penting dibanding dengan
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Salah satu alasan
mengapa pesantren memiliki peranan penting dalam konstelasi pendidikan nasional
adalah karena lembaga ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua dan
tumbuh dari dalam masyarakat dan secara de facto diakui pula oleh
masyarakat. Lebih dari itu, sampai saat ini, pesantren-pesantren di Indonesia
yang berjumlah ribuan tetap istiqomah dan konsisten dalam mendidik anak-anak bangsa
dengan pelbagai nilai, sistem, serta materi pendidikan yang khas pesantren.
Pesantren
di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangan setelah abad ke-16.
Karya-karya Jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini
mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke-16 di Indonesia telah banyak
dijumpai pesantren yang besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik
dalam bidang fikih, teologi, dan tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran
Islam.
Sejarah pesantren di Indonesia
sangat erat kaitannya dengan sejarah Islam itu sendiri. Bukti-bukti sejarah
memperlihatkan bahwa pesantren senantiasa memilih posisi atau peran sejarah
yang tidak pernah netral atau pasif, tapi produktif. Sejak abad ke-16, ada
anggapan kuat bahwa pesantren merupakan dinamisator dalam setiap proses sejarah
dan perjuangan bangsa.
Pada
abad ke-15 dan 16 daerah-daerah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan
raja-raja Hindu berhasil diislamkan. Islam membawa peradaban baru dalam sistem
pendidikan, yakni sistem yang dapat diakses semua lapisan masyarakat. Sistem
ini dibangun berdasarkan, atau merupakan konsekuensi operasional dari konsep “ummah”
dalam Islam, yang egaliter dan menempatkan kesamaan harkat dan martabat
manusia di hadapan tuhan. Peradaban Islam telah mengantarkan komunitas
Nusantara kepada sejumlah unsur budaya tinggi yang bercorak Islami, seperti
pengajaran Al-Quran dan Hadits, penulisan aksara Arab dan sebagainya.
Ada
dua versi pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren
di Indonesia. Pertama, bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam
sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pendapat ini berdasar fakta bahwa penyiaran
Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk tarekat.
Pemimpin tarekat ini disebut kyai, yang mewajibkan pengikutnya untuk
melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu
tahun dengan cara tinggal bersama dalam sebuah masjid untuk melakukan
ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai
menyediakan ruangan-ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang
terletak di kiri-kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat,
para pengikut itu juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajiannya ini
tumbuh dan berkembang menjadi pesantren.
Kedua,
pesantren yang kita kenal sekarang ini merupakan pengambilalihan dari
sistem pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu Nusantara. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga
pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pesantren pada masa itu
dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran Hindu dan tempat membina
kader-kader penyebar Hindu. Tradisi penghormatan murid kepada guru yang pola
hubungan antara keduanya tidak didasarkan kepada hal-hal yang bersifat materi
juga bersumber dari tradisi Hindu.
Fakta lain yang menunjukkan bahwa
pesantren bukan berakar dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga
pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang serupa dengan
pesantren banyak ditemukan di masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India,
Myanmar dan Thailand.
Di samping berdasarkan alasan terminologi yang dipakai
oleh pesantren persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan
milik Hindu dan Budha ini terdapat juga beberapa unsur yang tidak dijumpai pada
sistem pendidikan Islam yang asli. Unsur tersebut antara lain seluruh sistem
pendidikannya berisi murni ilmu-ilmu agama, kyai tidak mendapat gaji,
penghormatan yang tinggi kepada guru serta letak pesantren yang didirikan di
luar kota.
Pada
masa-masa berikutnya, lembaga pesantren berkembang terus dalam segi jumlah,
sistem, dan materi yang diajarkan. Bahkan pada tahun 1910 beberapa pesantren
mulai membuka pondok khusus untuk santri-santri wanita. Kemudian pada tahun
1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur mulai mengajarkan pelajaran umum
seperti bahasa Indonesia, bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah.
Perubahan
penting lainnya yang terjadi dalam kehidupan pesantren ialah ketika
dimasukkannya sistem madrasah. Hal ini dianggap sebagai imbangan terhadap
pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah yang memakai sitem pendidikan Barat.
Dengan sistem madrasah, pesantren mencapai banyak kemajuan yang terlihat dari
bertambahnya jumlah pesantren. Pada tahun 1940-an sudah terdapat beberapa
pesantren yang ikut menyelenggarakan jenis-jenis sekolah agama yang
dikembangkan oleh pemerintah seperti jenjang Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan
Aliyah. Pada tahun 1965, berdasarkan rumusan seminar Pondok Pesantren di
Yogyakarta, disepakati perlunya memasukkan pendidikan dan pelajaran ketrampilan
pada pondok pesantren.
Pada
masa Orde Baru, pembinaan pondok pesantren telah dilakukan oleh pemerintah
melalui Proyek Pembangunan Lima Tahunan (Pelita). Sejak pelita I dana pembinaan
pesantren diperoleh dari berbagai instansi terkait, dari tingkat Pemerintah
Pusat sampai ke Pemerintah Daerah. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen
Agama, telah berusaha ikut membantu membina dan mengembangkan pesantren.
Pada
tahun 1975 muncul gagasan baru dalam usaha penegmbangan pesantren, yaitu
mendirikan pondok pesantren model baru, baik oleh masyarakat maupun oleh
pemerintah. Akan tetapi, pondok pesantren baru ini mengalami kesulitan dalam
pembinaannya karena tiadanya kyai yang kharismatik yang dapat memberikan bimbingan
dan teladan kepada santri-santrinya.
Selain mengalami kemajuan dari sisi kualitas dan kuantitas,
juga telah terjadi pengadopsian aspek-aspek tertentu sistem pesantren oleh
lembaga-lembaga pendidikan umum. Sebagai contoh adalah pengadopsian sistem pengasramaan
murid SMU “unggulan” yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, walau
dengan menggunakan istilah Inggris “boarding school”. Sistem ini tentu
saja merupakan salah satu karakteristik dasar sistem pendidikan pesantren.
Dari sumber-sumber sejarah yang penulis paparkan diatas,
dapat diketahui bahwa pesantren merupakan salah satu intitusi pendidikan Islam
tertua di Indonesia yang lahir dari masyarakat dan terus berkembang dari masa
ke masa sampai hari ini. Lembaga pesantren selain sebagai institusi pendidikan
juga telah berperan aktif dalam segala
bidang kehidupan. Kehadiran pesantren dengan misi khususnya tafaqquh
fi-addiin telah membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyakat Islam
Indonesia terhadap pemahaman ke-Islamannya, bahkan sejarah juga mencatat bahwa
pendidikan pesantren telah membawa peradaban baru bagi Indonesia. Tidak bisa
dipungkiri juga bahwa sistem pendidikan pesantren pada saat ini telah diadopsi
oleh lembaga-lembaga umum lainnya walaupun dengan menggunakan istilah yang
berbeda.
C. PENDIDIKAN ISLAM DAN PERADABANNYA DI INDONESIA
Alex Inkeles mendeskripsikan capaian peradaban ini dengan
ide “manusia modern”. Menurutnya, pendidikan merupakan faktor terpenting yang
mencirikan manusia modern. Satu tahun pendidikan mampu
menaikkan dua sampai tiga poin skala modernisasi dari nol sampai seratus. Hanya
saja dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya berfungsi sebgai sarana
pencapaian tujuan-tujuan sosial ekonomi tetapi juga tujuan spritual manusia.
Sejarah Indonesia telah mencatat, bahwa tegaknya peradaban
Islam sangat tergantung pada kualitas pendidikannya. Tengoklah tahun 840, di
masa keultanan Islam Peureulak Aceh, telah tumbuh dayah-dayah (sekolah kajian
Islam). Sekolah-sekolah itu terus tumbuh hingga masa Kesultanan Samudra Pasai
(1155). Pendidikan Islam di Jawa mula-mula berdiri di Demak Bintoro, berupa
sebuah organisasi Bayangkare Ishlah (Angkatan Pelopor Perbaikan). Organisasi
pendidikan Islam yang pertama di Nusantara ini terbentuk pada tahun 1476, di
masa pemerintahan Raden Fattah.
Dalam dokumen undang-undang Qanun Mauquta, pada masa Sultan
Iskandar Muda, bisa diketahui bahwa dayah-dayah itu didirikan guna menyediakan
sumberdaya manusia yang diperlukan oleh pemerintahan Islam kala itu.
Majunya pendidikan Islam saat itu, cukup memiliki andil atas
berdirinya kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa pada tahun
1500. Pada saat kekuasaan berpindah dari Demak menuju Pajang pada tahun 1575,
pendidikan Islam semakin maju.
Pada masa kolonial dan awal kemerdekaan, lembaga pendidikan
Islam menjadi benteng pertahanan dan perlawanan yang efektif untuk menghadang
misi Kristen yang dilancarkan penjajah. Berdirinya organisasi Muhammadiyah pada
tahun 1912, kemudian disusul oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Al-Irsyad
Al-Islamiyyah pada tahun 1913, Persatuan Islam (Persis) pada tahun 1936, dan
Persatuan Umat Islam (PUI) pada tahun 1917 serta organisasi-organisasi Islam
lainnya merupakan gambaran perjuangan umat Islam Indonesia di sektor pendidikan
terutama pendidikan pesantren dalam rangka perlawanan terhadap misi Kristen dan
dalam rangka mengusir penjajah. Karena fakta sejarah mencatat bahwa
seluruh organisasi Islam yang lahir pada masa ini berawal dari gerakan atau
program pendidikan Islam. Selain di bidang pendidikan, organisasi-organisasi
ini juga aktif bergerak di sektor-sektor lainnya seperti sektor politik, sosial
dan kemasyarakatan.
Pada masa orde baru dibawah
kepemimpinan Soeharto semua ormas Islam yang membawahi pesantren dan
sekolah-sekolah Islam di Indonesia harus mengubah asasnya, dari Islam menjadi
Pancasila. Tentu itu semua mempengaruhi cara pandang lembaga-lembaga pendidikan
yang berada di bawah ormas-ormas Islam itu. Tragedi Tanjung Priok yang terjadi
pada masa orde baru berdampak pula di dunia pendidikan Islam, antara lain
berupa pelarangan pemakaian jilbab bagi pelajar putri SMP dan SMA.
Berakhirnya orde baru dan kehadiran
masa reformasi telah membawa berkah tersendiri bagi dunia pendidikan Islam,
kran keterbukaan yang telah dibuka, menginspirasi berbagai kalangan masyarakat
Islam untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan yang bernuansa Islam. Tidak
heran lembaga pendidikan Islam pasca reformasi tumbuh bak jamur di musim hujan
di semua jenjang pendidikan. Bahkan pendidikan agama, termasuk pendidikan
pesantren semakin mendapat tempat setelah disahkannya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional pada tahun 2003 yang kemudian diperkuat lagi dengan
lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007.
Apabila ditinjau dari segi proses
pembudayaan, maka sekurangnya-kurangnya terdapat dua alasan yang menyebabkan
mengapa perkembangan agama Islam di Indonesia amat tergantung kepada lembaga
pendidikan. Pertama, karena nilai ajaran agama itu sendiri sah, bersifat
legal dan terbuka bagi setiap orang, serta tersusun dalam naskah tulisan yang
jelas. Kedua, karena pada masa itu tidak ada lembaga sosial lainnya
dalam penyebaran agama Islam di Indonesia yang lebih efektif dalam melaksanakan
fungsinya.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memperpadukan tiga
unsur pendidikan yang amat penting, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh
untuk penyebaran ilmu dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
A. PENUTUP
Lembaga pendidikan Islam pesantren merupakan lembaga
pendidikan tertua di Indonesia yang telah memainkan peran dalam ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melestarikan pemeliharaan etika dan moralitas
bangsa. Bahkan telah ikut membangun peradaban Islam di bumi nusantara, sejarah
juga mencatat bahwa keberadaannya telah menjadi pusat kajian ilmu-ilmu agama
Islam, pusat dakwah dan benteng aqidah umat, bahkan pernah membuktikan dirinya
sebagai pelopor pergerakan kemerdekaan, pengawal budaya bangsa, serta penggerak
ekonomi kerakyatan. Hal ini dimungkinkan karena sebagai institusi pendidikan ia
tidak hanya menekankan kepada penguasaan pengetahuan semata-mata, tetapi lebih
jauh menekankan kepada pembinaan sikap dan prilaku moral yang tinggi. Dalam
perkembangan selanjutnya, pesantren telah berhasil menciptakan kader bangsa
yang beriman dan bertaqwa, berakhlak, cakap, dan terampil bekerja.
Sebagai lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan
imbang antara ilmu pengetahuan dan agama, pesantren dapat dikembangkan sebagai
pendidikan alternatif bagi pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya
sekarang, sejauh mana tekad umat Islam dan pemerintah untuk mengembangkan
lemabaga pendidikan Islam ini.
Reformasi pendidikan di Indonesia memang benar-benar terasa
sangat mendasar sejak berlakunya UU Sisdiknas tahun 2003, yang implementasi
praktis baru dimulai pada tahun 2004, termasuk bagi pendidikan Islam. Keluarnya
PP No. 55/2007 mengandung dua implikasi besar. Pertama, pengakuan
terhadap kedudukan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Kedua, sebagai
tindak lanjut setelah diakui, adalah bagaimana pemerintah memberikan bantuan anggaran
sebesar-besarnya bagi pesantren, karena sudah menjadi bagian dari sisdiknas,
agar program pemberdayaan pendidikan agama dan keagamaan bisa memadai.
Masyarakat yang dicita-citakan oleh peradaban Muslim adalah
masyarakat yang dinamis, digerakkan oleh nilai-nilai moral, dibimbing oleh
pengetahuan, ditata oleh hukum, dan dipercantik oleh nilai-nilai kesenian.
Singkatnya, masyarakat yang dicita-citakan adalah komunitas yang beradab, yang
memiliki landasan nilai dan pengetahuan. Langkah-langkah yang diambil untuk
mencapai tujuan tersebut jelas bervariasi dan yang paling penting adalah
rekonsrtuksi pemikiran, budaya, moral dan pola hidup.
Untuk itu dibutuhkan sebuah proses pendidikan yang
menyeluruh dan berkesinambungan, proses inilah yang sudah, sedang dan masih
terus dilakukan oleh lembaga pendidikan pesantren. Yaitu proses mengubah umat
dari masyarakat tidak berpengetahuan menjadi masyarakat yang berpengetahuan
yang dilandasi oleh nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari
akarnya, yaitu tauhid.
Sebagai lembaga yang telah berjuang dan berbuat untuk
membangun peradaban Muslim di Indonesia pesantren diharapkan dapat menjadi
‘rahim’ bagi lahirnya masyarakat Muslim
di Indonesia yang kaffah, baik aspek duniawi maupun ukhrowi.
Namun demikian, hambatan dan tantangan bagi tegaknya peradaban Muslim di
Indonesia masih tetap ada, untuk itu umat Islam Indonesia dengan lembaga
pesantrennya harus tetap istiqomah dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip
dan jiwa-jiwa kepesantrenannya agar cita-cita menjadikan pesantren sebagai
pusat peradaban baru Muslim Indonesia bisa dicapai.
www.akhmadrowi.blogspot.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !