MAKALAH FILSAFAT ISLAM
TENTANG TEORI AKAL
SEMESTER III
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu Bapak Drs. H. Akhmad Rowi,
MH
|

Disusun oleh;
Nama
: Uswatun Khasanah
NIM : C.1.4.12.0033
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
informal,
dari manusia pemiliknya. akal juga sebagai salah satu peralatan rohaniah
manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai
apakah sesuai benar atau salah.Akal diciptakan Allah kemudian diberi muatan
tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas
pemikiaran yang berguna bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan Allah.
Allah telah menciptakan manusia secara sempurna karena manusia dibekali dengan
akal, berbeda dibanding makhluk yang lain. Begitu pentingnya peranan akal bagi
manusia sehingga terlihat sempurna. Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang
berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu
yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun
Kemampuan
manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama maka tidak ada
kemampuan akal manusia yang sama persis. Setiap orang pasti memiliki pandangan
atau pemikiran yang berbeda-beda karena kemampuan akal mereka juga berbeda-beda
sesuai kapasitasnya. Maka perlu sekali bagi kita untuk mempelajari teori-teori
tentang akal, agar kita bisa memahami berbagai teori akal menurut para filosof
yang mungkin selama ini belum kita ketahui. Dibawah ini kita akan memaparkan
pengertian akal, teori akal menurut beberapa filosof, dan juga ciri-ciri
penggunaan akal dalam islam.
B. Perumusan Masalah
Di dalam makalah ini penyusun ingin memaparkan hal-hal sebagai berikut:
1. Apa pengertian tentang AKAL?
2. Bagaimana teori akal menurut PLATO?
3. Bagaimana teori akal menurut DESCARTES?
4. Bagaimana teori akal menurut ARISTOTELES?
5. Bagaimana teori akal menurut IMMANUEL KANT?
6. Bagaimana ciri-ciri penggunaan akal dalam islam?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akal
Kata akal berasal dari bahasa arab al-aql dan dalan alqur’an dapat diartikan
paham dan mengerti. Dalam kamus bahasa arab terdapat kata aqala yang berarti
mengikat dan menahan. Al-aql juga mengandung arti kalbu. Menurut pemahaman
prof. Izutzu kata al-aql di jaman jahiliyah dipakai dalam arti kecerdasan
praktis yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan
masalah. Menurut pendapatnya, orang yang berakal adalah orang-orang yang
mempunyai akal untuk memecahkan masalah setiap kali ia dihadapkan dengan
problem dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi.
Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan
diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa
ketidakpastian yang esensial hidup ini.
Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar. Akal juga
mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan
tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan. Akal fikiran tidak hanya digunakan
untuk sekedar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan
beberapa pertanyaan dasar tentang asal-usul, alam dan masa yang akan datang.
Kemampuan mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa
tidak pastinya kehidupan ini.
Telah
berkembang banyak teori tentang akal sejak bertahun-tahun.
Teori-teori tersebut dapat
digolong-golongkan menurut sistem sederhana yang dipakai oleh para filosof yang
berkecimpung dalam menyelidiki akal:
- akal adalah substansi non-material,
- akal adalah prinsip penataan,
- akal adalah kumpulan dari pengalaman dan
- akal adalah sebagai bentuk perilaku.
B. Teori akal PLATO(Akal sebagai Substansi)
Akal dapat
ditafsirkan sebagai kesatuan yang non-material, yang tak dapat dibagi dan tak
dapat mati. Istilah substansi dipakai dalam filsafat untuk menunjukkan
suatu realitas yang dalam dan yang mengandung kualitas. Marilah kita mengambil
dua contoh. Lilin adalah suatu substansi yang mempunyai beberapa kualitas:
seperti warna kuning (keruh kecuali jika dimurnikan), plastik (dapat diremas
jika hangat), melekat, tak dapat ditekan dan lain-lain. Apakah yang tinggal
jika anda menghilangkan kualitas-kualitas tersebut? jawabannya, yang tinggal
adalah substansi. Yakni sesuatu yang mempunyai kualitas. Sekarang kita bicara
tentang akal. Akal mempunyai kualitas seperti dapat faham, berfikir, ingat dan
mengkhayalkan. Apakah yang tertinggal jika anda mengambil kualitas-kualitas
tersebut. jawabannya, yang tertinggal adalah substansi, dan kali ini substansi
yang immaterial.
Plato
membagi watak manusia ke dalam tiga bagian:
Pertama,
bagian rasional, tempatnya adalah dalam otak. Unsur rasional manusia adalah
esensi suci, atau substansi, dan harus dibedakan dari badan di mana akal itu
terpenjara. kedua adalah bagian yang merasa, tempatnya di dada.
ketiga,
unsur yang ingin atau selera, tempatnya di perut. Unsur keinginan tidak
mempunyai prinsip untuk mengatur diri sendiri, karena itu harus berada di bawah
kontrol akal.
Akal
dan badan mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya, akan tetapi menurut
Plato perbedaan antara dua hal tersebut adalah nyata. Jiwa yang tak dapat
dibagi-bagi berasal dari alam misal atau form yang tinggi dan abadi,
jauh di atas dunia pengalaman yang selalu berubah dan lewat. Jiwa
tercemar karena berhubungan dengan benda, pada suatu waktu jiwa akan
meninggalkan badan dan kembali kepada tempatnya yang abadi.
C. Teori akal DESCARTES(Akal sebagai substansi)
Descartes,
seorang filosof besar pada abad ke-17, menguatkan teori bahwa akal adalah
substansi. Karena sangat sangsi terhadap kebenaran pengetahuan pada zamannya,
dan kebenaran segala pengetahuan, ia memutuskan untuk mempersoalkan
segala-galanya dan memulai suatu cara untuk sangsi yang sistematik, dan
berusaha mendapatkan apa yang mustahil dapat disangsikan.
Dari posisi
keragu-raguan metodologis, Descartes keluar dengan suatu keyakinan yang kuat
bahwa aku itulah yang ada. Perkataannya dalam bahasa Latin adalah “cogito
ergo sum”, “aku berpikir, karena itu aku ada”. Descartes menemukan
bahwa adanya sedikitnya satu akal, yakni akalnya sendiri, tak dapat
disangsikan. “Inilah hal yang tak dapat dipisahkan dariku, aku ada, ini sudah
tentu, tetapi berapa kali? Ya, selama aku berpikir, karena barangkali akan
terjadi bahwa aku berhenti berpikir, dan berbarengan dengan itu aku tidak lagi
ada”. Dari sini ia meyakinkan adanya akal lain, adanya Tuhan serta adanya alam
materi. Dunia luar menunjukkan adanya, melalui indra, dan ia tidak percaya
bahwa ia dapat ditipu.
Bagi
Descartes terdapat dua substansi, akal dan materi. Ia mengadakan perbedaan yang
jelas antara keduanya. Akal itu immaterial. Akal adalah kesadaran, dan sifatnya
adalah berpikir. Oleh karena akal itu substansial, ia tak dapat dimusnahkan
kecuali oleh Tuhan yang merupakan satu-satunya substansi yang tidak bersandar
kepada yang lain. Sifat materi adalah keluasan. Badan manusia adalah bagian
dari alam materi dan tunduk kepada aturan-aturannya.
D. Teori akal Aristoteles(akal sebagai prinsip penataan)
Aristoteles, murid Plato, walaupun pada dasarnya menyetujui
beberapa aspek dari teori akal sebagai substansi, mengambil arah baru yang akan
kita bicarakan sekarang. Bagi Plato, ide-ide adalah bentuk-bentuk yang abadi
yang wujudnya adalah dalam alam lain; ide kita tentang dunia ini hanya
merupakan copy dari bermacam-macam derajat kebenaran, dari ide yang
abadi. Bagi Aristoteles, bentuk itu ada dalam benda, dalam alam ini. Form
itu memberi bentuk, mengatur prinsip-prinsip dinamis yang memerintah dan
mengarahkan materi. Dari pandangan ini, jiwa (soul, psyche) adalah
prinsip kehidupan, kumpulan dari proses kehidupan, prinsip yang aktif untuk
mengatur proses-proses ini. Akal atau fikiran adalah kekuatan atau fungsi
tertinggi dari jiwa (psyche) manusia. Dalam usaha untuk mempersatukan
akal dan badan, Aristoteles menyimpang dari pendirian Plato dan mendekati
pendirian bahwa akal itu adalah proses dan fungsi. Jika bagi Plato alam Ide
atau bentuk yang abadi ada di luar dunia rasa indrawi, bagi Aristoteles form
(bentuk) itu ada di dalam benda sebagai prinsip yang aktif untuk pengaturan.
E. Teori akal IMMANUEL KANT (Akal sebagai prinsip penataan)
Immanuel
Kant pada akhir
abad ke-18 mengeritik pandangan tradisional yang mengatakan bahwa akal itu
substansi; pandangan tersebut mengatakan bahwa seseorang dapat menjadikan
“aku”-nya dan “akal”-nya menjadi obyek langsung untuk diketahui. Bagi Kant,
akal itu aktif. Akal itu mengumpulkan bahan-bahan yang disajikan oleh
bermacam-macam indra dalam suatu pengolah pengetahuan. Zaman dan ruang
merupakan “forms” dari pengalaman-pengalaman indrawi kita, yang dengan memakai
pertimbangan (judgment) dikumpulkan menjadi pengalaman yang teratur dan
terpadu. Akal bukannya suatu substansi mental yang berdiri sendiri. Akal adalah
penataan dan kesatuan dari pengalaman-pengalaman pribadi manusia.
Menurut
Kant, yang kita ketahui secara pasti adalah pengalaman-pengalaman kita. Di mana
saya ada pengetahuan terdapat juga perpaduan; dan pengetahuan memerlukan
seorang yang mengetahui. Jika ada daya ingatan, tentu ada sesuatu yang
melakukan ingatan tersebut. pengaturan pengalaman menjadi mungkin karena ada
akal dan pemahaman yang berlaku sebagai prinsip penataan. Terdapat kesatuan
organik atau pribadi yang mengatasi (transcend) dan yang bertanggung
jawab untuk adanya kontinuitas di antara pengalaman-pengalaman yang terpisah.
Kesatuan itu adalah aku (self). Aku kadang-kadang
dikatakan sebagai tempat bentuk pengetahuan. Kadang-kadang, aku dan akal
dianggap sebagai satu. Walaupun begitu, bersama Kant, kita harus tidak lupa
bahwa aku adalah suatu subyek moral dan subyek yang mengetahui.
Kant
mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu adalah suatu pemikiran yang
masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukumalam Dengan kata
lain, rasional adalah kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam, menurut
Kant.
Contoh
Pesawat terbang yang beratnya
ratusan ton, kok bisa terbang?
Jawabannya
adalah Ya, dengan alasan karena pesawat itu telah
dirancang sesuai dengan hukum alam. Itu rasional. Lain halnya dengan cerita Nabi Musa yang
melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera
saja Anda mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum alam adalah
tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular
F. Ciri-ciri Penggunaan Akal dalam Islam
Ø Islam mendorong akal untuk memikirkan makhluk-makhluk
yang ada di langit dan di bumi
Ø Islam menentang taklid, karena taklid menghilangkan
kreatifitas berfikir dan melenyapkan peranan akal serta menyampakkan manusia
dari tingkat kemanusiaan yang mulia kepada tingkat kebinatangan yang hina.
Ø Islam mengajak akal supaya meneliti terlebih dahulu
persoalan yang dihadapkan kepadanya.
Ø Islam mengajak akal supaya tidak mengikuti
praduga/prasangka
Ø Islam mengajak akal untuk memikirkan kehidupan manusia
serta mengkaji sejarah umat terdahulu.
Ø Islam menjadikan aqidah sebagai penuntun yang hakiki
bagi akal agar tidak tersesat dan melampaui batas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Kita dapat mempelajari berbagai ilmu tentang teori
akal.
b) Kita dapat memahami dan mengkaji sejauh mana kedudukan
akal bagi kehidupan manusia.
c) Kita dapat mempergunakan peranan akal itu sendiri
untuk hal-hal yang positif dan mampu mengimplementasikanya dalam kehidupan
sehari-hari.
d) Kita mampu menekankan akal agar tidak digunakan untuk
berfikir hal-hal yang kurang berfaedah dan uga mendorong akal supaya bekerja
dalam sektor yang sudah disediakan baginya yaitu memakmurkan bumi dan
meningkatkan taraf hidup
C. Saran
Dengan
membaca makalah ini penulis berharap semoga kita dapat berfikir dalam batas
realita, kita bisa menggunakan akal secara praktis dan teoritis. Setidaknya
dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dan menyuguhkan motivasi
yang intrinsik untuk segera mempelajari ilmu tentang teori-teori akal sehingga
kita bisa meminimalisasi kesalahan dalam menempatkan kedudukan akal itu
sendiri.Tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banya kekurangan. Untuk itu
penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari pembaca sebagai upaya
pembangunan mental dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Vardiansyah,
Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta 2008
Jose, Francisco Moreno. Agama dan
Akal Fikiran. Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa Manusiawi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 1994
Harold H.
Titus. (1984). Persoalan-persoalan Filsafat
Mufid, H.
Fathul, Drs, M.si, Filsafat Ilmu Islam, STAIN Kudus Press
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !